PENJARA CINTA Untuk STELLA

Diam-diam, Juan sudah menyiapkan semuanya untuk Stella di Batam. Mereka akan tetap tinggal satu rumah, hanya kamarnya saja yang beda. Pekerjaan untuk Stella juga sudah Juan persiapkan.

Hari yang ditunggu pun tiba. Berpenampilan seperti biasa. Memakai celana jeans, kaos dan juga jaket tebal serta tak ketinggalan masker, Stella memantapkan hatinya untuk pergi dari kota yang memberinya sejuta kenangan pahit.

Dokter Salsa melepas kepergian Stella dengan pelukan dan juga senyuman persahabatan.

"Kamu baik-baik ya di sana. Lupakan hal-hal yang membuatmu sakit. Mulailah hidup baru, jika ada apa-apa kamu bisa telepon atau kirim pesan ke aku. Mana buku kamu?" pinta Salsa.

Stella mengambil buku yang ia kantongi di jaketnya dan memberikan buku tersebut pada Salsa.

Dokter Salsa mengambil buku itu dan menuliskan nomer teleponnya di buku tersebut.

"Ini nomer teleponku, kalau pengen cerita, cari aku aja," ucap Salsa.

Stella mengangguk, kemudian wanita ayu ini menuliskan satu kalimat yang tak Salsa sangka.

"Terima kasih atas pertolongannya selama ini. Nanti kalau aku sudah punya uang, aku pasti bayar biaya perawatanku, Dokter," tulis Stella.

Salsa tersenyum, ia pun menjawab tulisan Stella. "Jangan kamu pikirkan itu. Yang terpenting saat ini adalah kamu harus tetap sehat. Bersemangat sembuh, aku menunggu kabar baik darimu." Salsa memeluk Stella. Entah mengapa, rasanya sedih saja melihat wajah Stella. Salsa berharap, suatu hari nanti Stella akan terbuka padanya. Siapa sebenarnya dirinya? Sehingga ia dan Juan bisa bersikap bagaimana mestinya.

Juan membukakan pintu mobil untuk Stella. Wanita ini pun masuk dan mengucap terima kasih.

"Jun, aku titip dia. Aku harap kamu bisa menyembuhkan hatinya," pinta Salsa.

"Insya Allah, Sa, semoga dia bisa sembuh di tempat yang baru." Juan menghela napas berat. Masih belum yakin, apakah ia bisa menyembuhkan trauma wanita ini atau tidak.

"Pergilah, percayalah ... niat kita baik. Pasti Tuhan bakalan bantu kita," ucap Salsa. Juan mengangguk mengerti. Kemudian, ia pun masuk ke dalam mobil yang akan mengantar mereka ke Batam.

"Kamu siap memulai hidup baru?" tanya Juan.

"Insya Allah," tulis Stella.

Sopir Salsa pun mengantar mereka ke Bandara. Sebenarnya Juan bingung, dengan perjalanannya membawa seseorang tanpa identitas seperti Stella. Namun mau bagaimana lagi, nanti ketika melakukan pemeriksaan mungkin mereka akan ditanya pasal identitas ini. Bagaimana cara menjawabnya.

"Mbak, nanti kalau ditanya soal identitas mbaknya, aku jawab apa?" tanya Juan.

Tiba-tiba, Stella membuka tasnya dan menyodorkan KTP miliknya pada Juan. Terang saja Juan terkejut dengan jawaban Stella yang menurutnya ekstrim.

"Stella Gunawan," gumam Juan. Pria ini pun menatap Heran. Bagaimana tidak? ketika ia menemukan Stella, wanita ini tak membawa apapun.

"Dari mana kamu dapat ini?" tanya Juan.

"Adikku kirim," tulis Stella.

Oh, Juan bernapas lega. Entah bagaimana caranya Stella bisa mendapatkan ini. Yang jelas kartu identitasnya asli, tanpa rekayasa.

"Boleh aku bertanya lagi?" tanya Juan.

Stella mengangguk.

"Siapa kamu sebenarnya?" tanya Juan, jujur kali ini dia benar-benar takut membawa Stella. Sebab, pada kenyataannya wanita ini baik-baik saja. Ia bisa mendapatkan identitasnya kembali tanpa Juan ketahui.

"Namaku Stella!" tulis Stella.

"Oke, namamu Stella. Lalu bagaimana bisa kamu menghubungi adikmu, apakah dia tahu kamu ikut denganku ke Batam?" cecar Juan.

"Adikku tahu, malam itu dia datang ke klinik. Aku pinjam ponsel suster buat telepon dia," tulis Stella.

"Oh, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu sudah ketemu keluargamu?" tanya Juan sedikit kesal.

"Hanya adikku yang tahu, yang lain tidak!" tulis Stella lagi.

"Oh, oke. Apa kamu menghindari orang tuamu?" tanya Juan.

Stella mengangguk.

"Apakah yang melakukan itu padamu adalah orang tuamu?" tambah Juan.

Stella mengangguk. Air matanya langsung menetes mengingat kejadian yang menyakitkan itu.

"Maaf .... maafkan aku," ucap Juan sambil memberikan tisu untuk Stella.

Stella mengambil tisu itu dan membuang pandangannya ke samping. Rasanya tak nyaman.

"Maafkan aku sekali lagi, boleh aku tahu kenapa mereka melakukan itu?" Juan berharap Stella mau terbuka sekali lagi. Namun sayang, wanita ini enggan menjawab. Ia memilih bungkam. Sebab, jika ia berucap maka satu nama yang menggores hatinya akan kembali ia kenang.

****

Bali ...

Seorang wanita berpakaian sangat seksi memaksa masuk ke resort di mana Zein tinggal. Sanh asisten sudah berusaha melarang. Namu wanita super seksi itu malah mengancam.

"Kalau kamu berani melarangku masuk, aku pastikan kamu bakalan dipecat sama tante Widya!" ancamnya.

"Maaf Nona, tuan muda sedang tidak enak badan," jawab Rehan, asisten Zein.

"Makanya aku datang ke sini bawain obat buat dia, gimana sih," sanggah Apriel.

"Maaf Nona, tetap tidak bisa," cagah Rehan.

"Ihhh, dasar asieten nyebelin. Aku injek ni kakinya!" ancamnya lagi, sembari terus melangkah nelawan Rehan.

Zein yang mendengar keributan langsung keluar dari kamarnya.

"Ada apa ini?" tanya Zein tiba-tiba. Sang wanita langsung berlari menghambur ke arah Zein.

"Sayang, kamu kenapa hemm?" tanya Apriel manja.

Rehan yang melihat adegan itu tentu saja kesal. "Maaf Tuan, saya sudah berusaha melarang," ucap Rehan.

"Nggak apa-apa, kamu boleh pergi," jawab Zein, kemudian Rehan pun pergi. Kini tinggalah Zein dengan wanita yang terus menggodanya. Sebenarnya Zein malas melayani wanita ini, namun maminya terus saja memaksa.

Bersambung ....