Tugas seorang suamu adalah memberi nafkah lahir batin seorang istri. Namun pada kenyataannya tak sedikit lelaki yang menyempelekan kewajibannya itu. Jangankan memberi nafkah secara sukarela, tak jarang istripun bagai pengemis yang harus berkali-kali bahkan mengiba untuk meminta yang telah menjafi haknya.
Tak sedikit kita temui banyak lelaki yang belum menyadari posisi tanggung jawabnya ketika ia memutuskan menikah. Banyak yang abai atau malah masih asik dengan hobinya nongkrong serta bermain game.
Itu juga lah yang terjadi dengan Heru, ia begitu abai menafkahi Rena. Bahkan uang belanja perharipun jauh dari kata cukup, Rena istri yang penyabar selalu menurut dan patuh kepada kehendak Heru. Karna baginya sturganya ada pada lelaki yang telah menikahinya itu.
Namun kesabaran yang telah ia semai diinjak-injak oleh keegoisan Heru, Rena lelah dalam kesabarannya yang tak pernah dihargai akhirnya berontak.
Hal apakah yang akan dilakukan Rena? yuk baca kisahnya, jangan lupa like, vote and komennya ya readers💜.
Terima kasih 😊😇💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hesti Afrianthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Uneg-Uneg (8)
Namun harapanku berbuah kecewa. Aku menunggu ia menyodorkan uang nafkah tapa kuminta nyatanya tak kunjung jua ia berikan. Mungkinkah ia akan benar-benar menjalankan ancamannya?.
Beruntung aku memiliki penghasilan tambahan dari hasil penjualanku, Alhamdulillah usahaku berjalan lancar dan lumaya laris. Bahkan dalam sehari aku bisa mengantongi keuntungan bersih hingga 75ribu. Belum lagi dengan bonus yangm dijanjikan Mba Mia padaku.
Tapi aku tak ingin membuat suamiku yang pelit itu malah semakin senang karna tak lagi direpotkan dalam memberikan nafkah.
Akhirnya pagi itu kuberanikan diri untuk meminta yang memang telah menjadi hakku, Yaitu Nafkah lahir.
"Pah, Kamu udah seminggu loh gak kasih uang belanja. Apa kamu sama sekali gak peduli sama pengeluaran rumah tangga" Tanyaku yang geram melihatnya tenang-tenang saja bahkan tidak merasa bersalah tidak memberikan kewajibannya yang tak lain adalah hakku untuk mendapatkan nafkah darinya.
"Ya kan kamu masih ada uang dari bansos itu. Ngapain aku kasih lagi" Jawabnya santai tanpa merasa bersalah apalagi menyesal.
Seketika hatiku bergemuruh, Nafasku pun memburu. Aku sangat gemas dengan ucapannya itu, Sungguh sangat tak mencermika sikap sebagai seorang kepala keluarga.
"Pah mending kamu belajar Agama lagi deh"
"Seorang suami itu wajib menafkahi keluarganya, Jika dia lalai maka berdosa besar. Apalagi kalo istrinya gak ridho"
"Lagian uang 300 hari gini sampai mana sih, Aku sudah belikan beras dan juga sembako lainnya. Itu juga habis semua dalam waktu 4hari, Lagian kan udah buat nyenengin anak-anak ngebeli Ayam goreng yang sangat jarang kamu belikan untuk mereka. Bahkan setahun sekalipun belum tentu" Ujarku yang sangat geram.
"Ya salah sendir. Ngapain pake beli ayam banyak-banyak segala. Bukannya diirit-irit" Jawabnya malah berbalik menyalahkanku.
"Astagfirullah.... Ya Allah kuatkan hati hamba ya Allah menghadapi Manusia berhati batu ini" Ku ucapkan berkali-kali istigfar agar aku tidak menjadi lepas kendali.
"Pah... pah, Bukannya kemarin kamu juga ikut menikmati ayam itu, Malah kamu minta tambah menjadi 2 potong. Kalo aku irit kubelikan hanya untuk anak-anak pasti juga nanti kamu protes kan gak terima, Kamu tuh kalo pelit jangan keterlaluan kenapa sih" Sudah habis kesabatanku rasanya menghadapi sikapnya yang sulit dalam mengeluarkan uang.
"Aku ini bukan pelit, Tapi irit tau...!!" Sergahnya tak terima kubilang Pelit.
"Oh jadi irit ya. beli kuota 25ribu perhari ditambah satu bungkus rokok setiap harinya itu yang kamu bilang irit? Bahkan uang jatah belanjakupun kalah dengan jatah hobi game sialan itu" Cecarku, berharap ia dapat terbuka fikirannya.
"Ya itu kan uang aku yang cari, Ya terserah lah mau aku habiskan buat apa kek...! Makanya cari uang sendiri, belajar mandiri tuh kayak perempuan-perempuan diluar sana" Cecarnya tak mau kalah.
"Pah... kalo aku bisa cari uang sendir, trus dapat memenuhi kebutuhanku dan juga anak-anak sendiri tanpa bantuan kamu, trus apa gunanya kamu, buat apa aku punya suami kalo gak bisa diandalkan dalam memberi nafkah. Kalo aku ya kelak bisa menafkahi diri sendiri dan anak-anak ya mending gak usah punya suami sekalian. ngerepotin aja punya suami yang maunya diurus gratisan. Kecuali kamu memang dalam keadaan tidak mampu memberi nafkah. misal sakit atau cacat jadi gak bisa bekerja akupun sebagai istri pasti maklum. Ini kan keadaannya sekarang kamu mampu uang tiap bula kamu terima gak kurang dari 4juta bahkan lebih tapim uanh yang kamu berikan buat nafkah gak sampe 25% dari total penghasilanmu. Begitu banyak uang yang kamu kuarkan hanya untuk kebutuhan pribadimu diatas kebutuhan istri dan Anak-anakmu" Cecarku mengungkapkan uneg-uneg dalam hati yang selama ini hanya tersimpan rapi dilubuk hati terdalam.
"Jadi sekarang Mau ngasih gak nih?" Tanyaku dengan nada bicara penuh penekaanan
"Hadeh minta duit aja ceramahnya panjang banget ngalahin Mamah dedeh" Keluhnya seraya mengeluarkan Uang pecahan 100ribu dalam dompetnya.
"Nah gitu dong, Minta hakku aja komk sudah banget sampe harus dipentokin dulu" Kuhela Nafas panjang. Syukurlah sepertinya ia mulai berubah. Buktinya langsung mengeluarkan uang pecahan yang paling besar didompetnya.
Namun baru saja aku tersenyum puas. Tiba-Tiba Mas Heru berseru.
"Itu buat belanja 4hari ya" Teriaknya kencang dari dalam kamar. Aku yang mendengar ucapannya hanya mampu menepuk jidat.
Mungkin sekali-kali ia harus ku ajak mendengarkan ceramah yang membahas mengenai nafkah. hmmmm..... Apa aku bawa ke praktisi ruqiah aja ya? Mungkin aja ada setan koret yang bersemayam dalam tubuhnya. Hahahahaha...
Next..