"Aku ini gila, tentu saja seleraku harus orang gila."
Ketika wanita gila mengalami Transmigrasi jiwa, bukan mengejar pangeran dia justru mengejar sesama orang gila.
Note : Berdasarkan imajinasi author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
banyak yang terjadi
Rui berjalan mendekat ke arah rak, dia mengambil gulungan lalu duduk dan membacanya. Air matanya sudah tidak lagi menetes, dia membaca dengan damai dan tenang.
Ruby yang sudah selesai memasak hendak memanggil Rui dan Xui, tapi tidak ada satupun yang menyaut. Ruby akhrinya membangunkan Xui terlebih dahulu, setelah itu dia mencari Rui di setiap ruangan.
"Aduh kemana sih dia, jangan-jangan dia tersesat di rumah sendiri." Batin Ruby.
Berjalan memutari semua ruangan yang ada, Ruby akhrinya melihat ada ruangan yang pintunya terbuka. Ruby bergegas mendekat lalu masuk, benar saja di sana ada Rui yang sedang duduk membaca gulungan.
Deg.
"Dia bisa baca? dia keliatan kaya orang waras. Apa dia menderita Afosia broca. Kesulitan bicara akibat trauma atau hal tertentu yang tidak ada dalam ilmu medis, dia bisa baca, tulis, bahkan mungkin merangkai kata di dalam hati. Tapi saat hendak mengucapkannya dia jadi gagu. Sebenarnya trauma macam apa yang sudah kau alami?." Batin Ruby kasihan.
Rui yang merasakan kehadiran seseorang menoleh, tatapannya bertemu dengan Ruby. Mereka diam cukup lama, bahkan Dimata Ruby saat sedang diam begini Rui sudah terlihat sangat menawan.
"Emang kalo pangeran asli tuh auranya beda, kok ganteng banget si anjir." Batin Ruby, tergila-gila.
Rui mengembalikan gulungan yang tadi dirinya ambil, mendekat pada Ruby yang masih belum bisa menjaga ekspresi jika berhadapan dengan Rui. Kemarin saat menggunakan pakaian baisa Rui menang sudah tampan, tapi setelah menggunakan pakaian yang lebih mahal dan bagus. Entah kenapa auranya berbeda, dia terlihat lebih dominan yang tampan paripurna.
"Makan siang sudah siap, akun mencarimu ternyata kau ada disini. Apa aku suka ruangan ini? aku membuat tiga ruang kerja, kau bisa memilih ingin yang mana." Ucap Ruby.
"Ini." Jawab Rui.
"Kau mau yang ini? baiklah, ruangan ini untukmu. Nah ayo kita ke ruang makan, Xui sudah menunggu." Ucap Ruby, menggandeng tangan Rui.
Meksipun Ruby tinggi, dia tetap harus mendongak saat bicara dengan Rui. Itu karena Ruby hanya sebatas dada Rui saja, bahkan Xui terlihat pendek saat berdekatan dengannya yang setinggi gapura kabupaten.
Di gazebo dekat air terjun, Xui sudah menunggu dengan tenang. Mereka duduk dan makan bersama, menikmati pemandangan yang indah dan menenangkan jiwa. Meksipun mereka menjadi keluarga tanpa ikatan pernikahan, Ruby akan mendesak Rui agar segera menikahinya.
"Rui, kau kan sedang di asingkan tapi aku bawa kabur ke sini. Apa itu tidak akan jadi masalah? bagiamana jika Kaisar memenggalku?." Lirih Ruby.
"Tidak... pergi.. menikah.... anak." Ucap Rui, berusaha membuat Ruby mengerti.
"Hmm? maksudmu tidak akan terjadi apapun karena kau pergi untuk menikah? alasanmu menikahi karena punya anak begitu?." Ruby berusaha mentranslate bahasa aneh Rui.
"Wahh Ibu bisa mengerti?." Xui terperangah.
"Hahaha sedikit demi sedikit ibu mengerti." Ucap Ruby.
"Tapi kita belum menikah kan?." Ucap Ruby.
"Menikah." Rui memberikan Ruby gantungan giok berwarna putih.
"Ini giok apa?." Bingung Ruby.
"Wah, aku pernah melihatnya di pelajaran sejarah kekaisaran. Itu batu giok milik Permaisuri pertama, warna dan ukirannya mirip." Ucap Xui, membuat Rui mengangguk.
"Kenapa Giok Permaisuri pertama ada padamu?." Bingung Ruby.
"Menantu." Rui terlihat kebingungan.
"Mungkin maksud Ayah, karena Ibu dari Ayah adalah menantu dari Permaisuri pertama. Ini semacam giok turun temurun yang diberikan pada menantu, apa benar seperti itu Ayah?." Tanya Xui, dia tau cukup banyak tentang sejarah.
"Ya." Rui terlihat puas.
"Apa ini maharku?." Ruby terharu.
"Ya." Rui mengangguk lagi.
"Bagus, ayo kita mulai pernikahannya." Xui menarik Rui dan Ruby pergi menuju kuil di dalam paviliun samping.
"Eh ini ngapain? kuil? aduh ini aku harus ngapain? emang disini nikahnya begini ya? bisa nikah sendiri gitu?." Batin Ruby bingung.
"Memberi hormat pada Langit dan Bumi."
Rui dan Ruby membungkuk penuh penghormatan, menghadap ke arah pintu masuk. Ruby hanya mengikuti saja meskipun aslinya ingin tertawa.
"Memberi hormat kepada leluhur."
Rui dan Ruby memberi hormat ke arah meja persembahan. Mereka mengikuti apa yang dikatakan oleh Xui, entah ini pernikahan main main atau sungguhan Ruby cukup merasa terhibur.
"Memberi hormat pada pasangan."
Rui dan Ruby berhadapan lalu saling memberi hormat, mereka terlihat tersenyum. Xui bahkan sudah tersenyum cerah melihatnya, menuju keluarga yang selama ini dirinya impikan.
Tiba-tiba Rui mengigit ibu jarinya sampai berdarah, lalu menarik jari Ruby dan menggigitnya sampai berdarah juga. Ruby tersentak dan terkejut, ingin protes tapi ibu jadi berdarah Rui sudah masuk ke dalam mulutnya.
Keduanya meneguk darah pasangan masing-maisng. Tidak lama kemudian, Ruby merasa pusing dan gleyengan seperti terkena obat bius. Dia merasa pandangannya kabur seperti orang mabuk, setelah pandangannya menjadi jernih dia merasa lebih baik.
"Apa itu? aku pusing." Ucap Ruby.
"Istri." Panggil Rui dengan senyuman.
"Y-ya? memangnya ini pernikahan sungguhan?." Bingung Ruby.
"Ibu lihat kesini." Xui membawa cermin, Ruby melihat pantulan dirinya dan terkejut.
"A-apa ini?." Kaget Ruby, melihat ada tanda ukiran rumit dan mewah di dahinya.
"Aku dengar ini pernikahan keluarga Kekaisaran, tanda itu tidak bisa dipalsukan atau diragukan. Ayah dan Ibu benar-benar sudah menikah." Ucap Xui tersenyum cerah.
"Hah? semudah ini menikah?." Batin Ruby melongo.
"Fang... Fang Xui." Ucap Rui tiba-tiba.
Deg.
"Apa.. apa maksud Ayah aku boleh menggunakan marga Ayah?." Kaget Xui.
"Ya." Jawab Rui.
"Sebaiknya Jangan, marga Fang itu milik keluarga kekaisaran. Akan berbahaya jika Xui menggunakan nama itu di akademi." Ucap Ruby menasihati.
Rui terlihat murung, tapi dia juga mengerti. Dulu dia merasakan banyak serangan musuh hingga menjadi seperti ini, dia tidak ingin anaknya mengalami nasib sama sepertinya. Tapi, dia juga ingin anaknya menggunakan marga Yang sama dengannya.
"Jangan khawatir, aku menang Fang Xui. Hanya saja belum waktunya semua orang tahu." Ucap Xui tersenyum.
"Dimana kita bisa mengambil surat pernikahan?." Tanya Ruby.
"Di balai pemerintahan, tapi biasanya nama asli harus dicantumkan. Artinya Ayah akan diketahui banyak orang jika dia seorang Pangeran." Ucap Xui, setelah masuk akademi dia jadi pintar.
"Apa bisa membayar orang untuk mengambilkannya?." Tanya Ruby.
"Mungkin bisa lewat jalur perdagangan gelap." Xui sendiri tidak begitu paham.
"Rui, mulai sekarang kau harus belajar bicara dengan jelas. Kau berlatih di depan cermin, berucap tanpa terbata-bata atau kebingungan menyusun kalimat. Setidaknya saat bertemu orang kau bisa bicara tanpa gagu, jika kau gagu itu bisa gawat karena Xui pasti akan di ejek temannya atau bahkan di rudung." Ucap Ruby.
"Ya." Rui mengangguk mengerti.
"Jangan memaksakan diri Ayah." Xui merasa sedih.
Setelah upacara pernikahan dadakan itulah, kini semuanya sedang sibuk di ruang kerja masing-masing. Lokasinya berdekatan, Rui sedang membaca gulungan dan berusaha bicara sepatah dua patah kata sambil membaca. Xui sedang menulis buku diary usang miliknya, dia sedang membuat buku diary baru karena buku diary lamanya akan dia simpan sebagai kenangan buruk.
Ruby sedang menulis surat, dia sudah menjadi pelanggan guild dan bisa berkomunikasi dengan mereka lewat surat. Ruby meminta mereka mengambilkan surat pernikahan tercacat untuknya dan Rui.
"Baiklah, sekarang tinggal berpikir bagaimana caranya menghasilkan uang disini? jika berjualan aku harus menjual apa?." Batin Ruby berpikir.
"Ah, bagaimana jika akun menjual donat lewat Xui? ah tapi takutnya dia akan di rudung karena berjualan di akademi." Murung Ruby.
"Tapi tidak juga, aku akan membuat donat yang sangat indah dan cantik. Pasti di banding merudung, mereka lebih tertarik membeli nya kan?." Batin Ruby, tersenyum karena mendapatkan ide.
"Oke, harus buat selai coklat, krim dan matcha. Tapi karena disini belum ada matcha mending bikin krim teh hijau, rasanya pasti enak kok kalau takarannya pas. Jangan lupa pakai toping strawberry, parutan keju, gula halus sama bikin gambar art pake selai." Ruby mencacat semuanya secara rinci.
Pagi hari berikutnya, Ruby langsung meminta tolong pada pelayan bersih-bersih yang datang untuk membeli banyak barang. Ruby memberikan upah cukup besar dan itu membuat Pelayan itu senang.
Untuk strawberry sudah ada di kebun belakang, ini buah langka jadi khusus toping strawberry akan lebih mahal. Rui dan Xui melihat Ruby yang sibuk merasa penasaran.
"Ibu, apa ibu ingin membuat sesuatu?." Tanya Xui.
"Jadi begini, Ibu ingin membuat kue donat yang sangat indah dan lezat. Ibu berencana menitipkannya padamu di akademi, jika banyak yang membeli Ibu akan memberikan upah padamu, tapi jika kau malah dirudung maka Ibu tidak akan menitipkan lagi padamu." Ujar Ruby.
"Aku akan menawarkannya dengan baik Ibu." Xui justru merasa senang, akhirnya dia bisa membantu.
"Tidak, Ibu hanya akan menitipkan sedikit padamu. Tapi, Ibu menerima pesanan untuk diantarkan ke kediaman mereka, jadi besok tulis alamat lengkap dan nama mereka yang memesan ya. Semoga saja mereka tertarik." Ucap Ruby menjelaskan.
"Baiklah." Xui mengangguk.
"Aku.... aku ingin membantu." Ucap Rui.
Deg.
Ruby dan Xui menoleh dengan terkejut, siapa sangka dalam satu malam Rui sudah bisa bicara satu kalimat tanpa terjeda. Ini kemajuan yang sangat pesat, Ruby bahkan sampai memekik dan memeluk Rui. Xui juga melakukan hal yang sama, Rui merasa tersipu dan senang. Kerja kerasnya sangat di hargai dan itu membuatnya semakin semangat berlatih bicara.
"Hebat!! ini kemajuan yang bagus dalam satu malam, apa kau memaksakan diri?." Tanya Ruby.
"Jangan bilang Ayah begadang semalaman untuk berlatih?." Tanya Xui.
"Tidak, hanya... membaca keras." Ucap Rui.
"Apa maksudmu kau membaca banyak kosa kata dengan berbunyi? itu membuat lidahmu jadi mulai terbiasa untuk bicara?." Tebak Ruby.
"Ya, terasa lebih baik." Jawab Rui.
"AAKHHHHH kok jadi keliatan normal sih, tapi katanya dia gila kan? sebenarnya gila nya tuh yang gimana?." Batin Ruby.
Xui harus berangkat ke akademi karena kereta kuda angkutan akademi sudah akan berangkat, Setelah Xui pergi Rui masih meminta untuk membantu Ruby membuat donat. Ruby hanya tersenyum dan mengangguk, mereka masuk ke dalam Paviliun untuk bersiap membuat resep rahasia.