NovelToon NovelToon
Reign Of The Shadow Prince

Reign Of The Shadow Prince

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Transmigrasi / Fantasi Isekai
Popularitas:553
Nilai: 5
Nama Author: ncimmie

di khianati dan di bunuh oleh rekannya, membuat zephyrrion llewellyn harus ber transmigrasi ke dunia yang penuh dengan sihir. jiwa zephyrrion llewellyn masuk ke tubuh seorang pangeran ke empat yang di abaikan, dan di anggap lemah oleh keluarga, bangsawan dan masyarakat, bagaimana kehidupan zephyrrion setelah ber transmigrasi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ncimmie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 8

Balairung Istana Velthoria

Musik lembut dari gesekan biola memenuhi udara malam. Lampu kristal menggantung di langit-langit tinggi, memantulkan kilauan emas ke seluruh ruangan. Para bangsawan berbincang dengan tawa palsu dan senyum diplomatik, sementara aroma wine dan bunga mahal bercampur di udara.

Namun semua itu berhenti — seketika.

Suara langkah perlahan terdengar dari arah pintu utama.

“Tok… tok… tok…”

Langkah yang tenang, pasti, dan berirama.

Semua kepala menoleh. Seorang pria muda melangkah masuk, tubuhnya tegap, mengenakan mantel hitam panjang dengan garis perak lembut di tepinya. Topeng naga perak menutupi setengah wajahnya, namun cukup untuk memperlihatkan satu mata — mata emas yang tajam dan hidup, bagaikan bara api di tengah malam.

Udara di ruangan seolah menegang. Tidak ada yang mengenalinya, tapi tak seorang pun bisa mengalihkan pandangan.

“Siapa dia?” bisik seorang bangsawan wanita.

“Tampaknya bukan dari keluarga kerajaan…”

“Tapi auranya… begitu mengintimidasi.”

Valerian berjalan dengan langkah tenang di antara kerumunan. Setiap langkahnya terdengar jelas meski di tengah musik dan bisikan. Topengnya memantulkan cahaya lilin, menciptakan kilau misterius di wajahnya.

Ia menatap sekeliling dengan tenang — setiap detail ruangan, setiap orang, setiap ekspresi. Semua terekam jelas di matanya, seolah ia tengah menilai medan pertempuran, bukan pesta kerajaan.

Di ujung ruangan, Raja Maelrick de Velthoria duduk di singgasananya, mengenakan jubah emas kebesaran. Ia sempat melirik pria bertopeng itu, tapi hanya sejenak sebelum kembali berbicara dengan penasihatnya.

Namun, tidak semua orang mengabaikannya.

Dari sisi kiri aula, Duke Ravion D’Arden, pria berambut gelap dengan mata tajam, memperhatikan dengan saksama. Bibirnya melengkung membentuk senyum tipis — bukan senyum basa-basi bangsawan, melainkan senyum orang yang tahu lebih banyak daripada yang ia tunjukkan.

“Jadi… akhirnya kau datang juga, Pangeran kecil,” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar oleh siapa pun di sekitarnya.

Tatapan mereka bertemu di udara.

Hanya sepersekian detik — tapi cukup untuk membuat udara di antara mereka terasa seperti beradu kekuatan.

Mata emas Valerian memantulkan sorot mata tajam Duke, seolah mengucapkan salam diam yang hanya dimengerti oleh dua orang yang tahu rahasia besar.

Valerian sedikit menundukkan kepala sebagai bentuk sopan santun, lalu berbalik menjauh, menyatu lagi dengan kerumunan. Beberapa bangsawan wanita menatapnya dengan pipi memerah, terpikat oleh aura dingin dan misterius yang terpancar darinya.

“Siapa dia?” salah satu dari mereka berbisik pelan.

“Entahlah, tapi… rasanya aku tidak bisa berhenti menatapnya.”

Di balik topengnya, Valerian menahan senyum kecil.

“Istana ini… belum berubah. Semua masih menyembah cahaya, tapi tak sadar mereka sedang berdiri di tepi kegelapan,” bisiknya pelan.

Musik kembali mengalun.

Namun malam itu, pesta kerajaan kehilangan kehangatannya. Semua orang tahu — seseorang yang bukan siapa-siapa telah datang, namun kehadirannya membuat mereka semua merasa kecil.

Sementara itu, Duke Ravion berdiri dengan gelas anggur di tangannya, masih menatap ke arah Valerian. Senyum tipisnya tidak memudar sedikit pun.

“Mari kita lihat, seberapa jauh kau bisa bermain di bawah bayangan, Pangeran Valerian…".

Musik lembut berhenti sejenak ketika pelayan kerajaan mengumumkan sesuatu.

“Perhatian! Malam ini, kita berkumpul untuk merayakan ulang tahun ke-19 Yang Mulia Putra Mahkota, Pangeran Kael De Velthoria!”

Sorak dan tepuk tangan terdengar dari seluruh aula. Para bangsawan saling membungkuk hormat, sementara Raja Maelrick tersenyum kecil, menatap anak sulungnya yang berdiri di sampingnya.

Pangeran Kael — berambut pirang keemasan, bermata biru jernih seperti permata, mengenakan jubah putih bersulam emas. Auranya menenangkan, tapi di balik itu tersembunyi keangkuhan seorang pewaris tahta. Semua orang menatapnya dengan kekaguman.

Namun di antara lautan pujian itu, satu sosok melangkah maju dengan tenang.

Valerian.

Langkahnya tidak tergesa, tapi setiap gerakannya memikat perhatian. Topeng perak di wajahnya memantulkan cahaya lilin, dan mata emasnya menatap lurus ke arah sang Putra Mahkota.

Alaric yang berdiri tak jauh di belakang menahan napas. Beberapa bangsawan mulai berbisik.

“Siapa dia? Berani sekali mendekati Putra Mahkota tanpa izin…”

“Mungkin bangsawan asing dari benua lain…”

Valerian berhenti tepat di depan Kael. Aura dua pangeran itu bertemu — satu memancarkan cahaya hangat yang berwibawa, satunya lagi kegelapan tenang yang menusuk seperti bilah tipis.

Kael menatap pria bertopeng itu dengan senyum ramah, tapi tatapan matanya tajam, seolah mencoba menilai siapa yang berani menatapnya tanpa tunduk.

“Aku tidak mengenalmu,” ucap Kael, suaranya dalam dan tenang. “Dari mana asalmu, Tuan bertopeng?”

Valerian menunduk sedikit — sopan, tapi tidak rendah diri.

“Saya hanya tamu yang datang untuk mengucapkan selamat, Yang Mulia.”

Kael mengangkat alis tipisnya, tertarik.

“Selamat, katamu?”

Valerian mengangkat wajahnya sedikit. Mata emasnya berkilau di balik topeng perak, suaranya lembut tapi tegas.

“Selamat ulang tahun, Yang Mulia Putra Mahkota. Semoga cahaya kerajaan ini terus bersinar… dan tidak padam oleh bayangan siapa pun.”

Beberapa bangsawan menatap satu sama lain, tak mengerti makna kalimat itu. Tapi Kael — Kael mengerti. Sekilas, senyum di wajahnya memudar, lalu kembali terbentuk.

“Kata-kata yang… menarik,” katanya dengan nada yang nyaris seperti ejekan halus.

“Namun aku harap, tamu sepertimu tahu batas antara cahaya dan bayangan.”

Valerian tersenyum kecil, samar. Senyum yang tidak ramah, tapi juga tidak menantang — lebih seperti seseorang yang tahu kebenaran yang orang lain tidak pahami.

“Bayangan selalu ada karena cahaya, Yang Mulia. Tanpa bayangan, cahaya tidak punya arti.”

Suasana balairung langsung senyap.

Beberapa bangsawan menunduk, tidak berani bicara. Bahkan Raja Maelrick pun menatap ke arah Valerian, matanya menyipit, seolah sesuatu di dalam dirinya tiba-tiba terasa familier.

Kael terdiam beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum kembali, kali ini lebih kaku.

“Kata-kata yang bijak. Nikmati pestanya, Tuan bertopeng.”

Valerian menunduk hormat sekali lagi. “Dengan senang hati.”

Ia mundur dengan langkah anggun, kembali ke tengah kerumunan.

Namun di balik topengnya, Valerian menahan tawa kecil.

“Pangeran mahkota, ya? Menarik… kita akan lihat seberapa kuat cahayamu, Kael De Velthoria.”

Dari kejauhan, Duke Ravion memperhatikan seluruh interaksi itu sambil tersenyum tipis, meneguk anggurnya perlahan.

“Benar-benar menarik, Pangeran kecil… akhirnya kau menampakkan taringmu di sarang singa.”

Balkon Istana Velthoria

Musik dari dalam aula masih terdengar samar, mengalun lembut diiringi tawa palsu para bangsawan. Namun di luar, suasana berbeda — hanya ada angin malam yang berhembus perlahan, membawa aroma anggur dan bunga dari taman istana.

Valerian berdiri di tepi balkon, topeng peraknya berkilau disinari cahaya bulan. Angin malam meniup lembut rambut peraknya yang terurai, sementara matanya — emas pekat dan tajam — menatap pemandangan kota di kejauhan.

Suara langkah tenang terdengar dari belakang.

tok… tok… tok…

“Sepertinya pesta di dalam tidak menarik perhatianmu, Tuan bertopeng.”

Valerian menoleh perlahan. Sosok Duke Ravion D’Arden muncul di ambang balkon, membawa gelas anggur di tangan. Wajahnya tenang, senyum tipis menggantung di bibir — senyum orang yang berbahaya tapi tahu cara menyembunyikan niatnya.

Valerian tidak menjawab. Ia kembali menatap ke luar, seolah keindahan malam jauh lebih menarik dari percakapan istana.

Ravion mendekat beberapa langkah, berdiri di samping Valerian, memandangi bulan.

“Tamu misterius yang berani berbicara langsung pada Putra Mahkota di depan Raja… aku harus mengaku, itu hal yang jarang terjadi di sini.”

Valerian tersenyum kecil, tanpa menoleh.

“Kadang, keheningan terlalu membosankan. Seseorang harus memecahnya, bukan begitu, Tuan Duke?”

Nada suaranya ringan, tapi ada sesuatu di baliknya — lapisan halus dari ketenangan seorang pembunuh.

Ravion melirik sekilas, menyesap anggurnya sebelum menjawab.

“Tentu saja. Namun biasanya, orang yang memecah keheningan di istana… tidak hidup cukup lama untuk menikmatinya.”

Ucapan itu meluncur lembut seperti angin, tapi tajam seperti bilah pisau.

Valerian hanya tertawa kecil — suara tawa pelan yang lebih seperti ancaman halus.

“Kalau begitu, semoga saya cukup beruntung untuk menikmati sisa malam ini, Tuan Duke.”

Keduanya terdiam.

Hanya ada suara angin dan dentingan kaca anggur yang saling bersentuhan.

Beberapa detik kemudian, Ravion menurunkan gelasnya dan menatap Valerian lekat-lekat.

“Kau punya mata yang menarik, Tuan… mata seperti itu tidak dimiliki sembarang orang.”

Valerian menoleh perlahan. Mata emasnya bertemu dengan mata gelap milik Ravion. Untuk sesaat, udara di antara mereka terasa berat — seolah dua predator saling mengenali satu sama lain tanpa perlu berbicara.

“Mata hanyalah jendela,” jawab Valerian tenang. “Yang penting adalah apa yang ada di baliknya.”

Ravion tersenyum lagi, kali ini lebih lebar — tapi tetap tidak menyingkapkan apa pun.

“Benar sekali. Semoga malam ini menjadi awal yang baik, Tuan bertopeng.”

Valerian menundukkan kepala sedikit, penuh wibawa.

“Kita lihat saja nanti, Tuan Duke.”

Ravion meninggalkannya dengan langkah ringan, namun sebelum berbalik sepenuhnya, ia sempat menatap sekilas — senyum samar di bibirnya seolah menyimpan seribu makna.

Begitu Ravion menghilang di balik pintu, Valerian menatap sisa angin yang berhembus.

Tangannya menggenggam pagar balkon, dan dari sela jarinya, seberkas kecil api biru muncul — lalu padam kembali dalam sekejap.

“Menarik… bahkan para bangsawan di sini bisa membaca udara seperti pemburu,” gumamnya pelan. “Tapi mereka belum tahu siapa bayangan yang sebenarnya bersembunyi di istana ini.”

Topeng peraknya berkilau dalam cahaya bulan.

Dan di malam yang sunyi itu, Pangeran Ketiga yang dibuang — Valerian de Velthoria — tersenyum samar, menatap kerajaan yang suatu hari akan berlutut di hadapannya.

1
彡 Misaki ZawaZhu-!
Bingung mau ngapain setelah baca cerita ini, bener-bener seru!
Nori
Buku-buku sebelumnya sudah seru, tapi yang ini bikin aku ngerasa emosi banget.
Brian
Terpesona
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!