menceritakan kisah cinta antara seorang santriwati dengan seorang Gus yang berawal dari permusuhan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riyaya Ntaap, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kerasukan
**
" Gus, ga mau bantuin diva? " Diva mengedip ngedipkan matanya, menggoda Gus Zindan yang tengah memperhatikan dirinya dan beberapa santri putri lainnya yang tengah menyapu area masjid.
" Emang kita kenal? " Celetuk Gus Zindan dengan sarkas.
Diva langsung menjatuhkan sapunya, dan memegangi dadanya. Ia menarik nafas dalam dalam, dan bertingkah begitu dramatis.
" Gus.... Sungguh tega dirimu. Aku pikri selama ini hubungan kita istimewa.... "
" Pikir "
" Alah, sama aja. Malah berfokus sama tipo. " Diva mengibaskan tangannya di udara, kesal karena Gus Zindan malah berfokus pada ucapannya yang sengaja ia rombak.
Gus Zindan memutar bola matanya dengan malas. Entah ada mood apa hari ini gadis remaja di dekatnya, hingga mau mengajaknya berbicara panjang lebar.
" Gus "
" Apa! " Ketus Gus Zindan, karena diva lagi lagi memanggilnya, dan pastinya untuk di kerjai.
" Jangan galak galak ngape! Ga dapat jodoh baru tau. "
" Ga ada sejarahnya ga dapat jodoh, ketika saya di takdir kan untuk lahir, maka dari situ saja jodoh saya pun ikut di takdirkan untuk lahir. "
" Iya, jodoh Gus nanti diva. " Ucapnya bercanda. Entah setan apa yang merasuki diva, hingga sapu lidi yang sudah sempat ia jatuhkan kemudian pungut kembali, dia jadikan seperti alat gitar.
Gus Zindan bergidik ngeri mendengar perkataan diva, di tambah lagi dengan tingkahnya itu.
" Saya ga suka anomali, sukanya bidadari. "
" Bidadari juga seleranya pangeran Gus, bukan kayak Gus Zindan. "
" Memangnya saya kayak apa? "
" Kayak monyet. "
Singkat, padat, dan sangat menusuk hati. Hanya diva lah yang berani berkata demikian pada Gus Zindan, sebenarnya bukan hanya diva yang sifatnya blak blakan dan begitu petantang petenteng, tapi memang hanya diva saja yang selalu berani mengata-ngatai Gus Zindan sesukanya.
" Istighfar Zindan, orang sabar jodohnya bidadari. " Batinnya, dengan tangan yang mengelus dada.
" Diva tebak isi pikiran Gus Zindan sekarang tuh... Sabar Zindan, orang sabar jodohnya diva. Iyakan Gus? " Ujar diva dengan PD nya. Namun tentunya itu hanyalah candaan, mana mungkin ia memiliki perasaan pada Gus Zindan sedikitpun, karena di hatinya sudah ada lingga.
" Ih mimpi horor apa saya kalau jodoh saya itu kamu. " Gus Zindan kembali bergidik ngeri.
Diva menyengir kuda. " Lembayung kayaknya. " Katanya dengan entengnya.
Gus Zindan hanya diam saja, tidak lagi meladeni kegilaan dan ocehan tidak masuk akal yang keluar dari mulut diva.
**
" Div, mau kemana? Kita kan mau setor hafalan. " Sisi memegang pergelangan tangan diva, saat tau diva hendak melarikan diri.
" Aku mau berak bentar, udah ga tahan ini. Nanti kalo pas hafalan tiba tiba tai nya keluar, kan ga lucu. " Ucapnya mencari alasan.
Agar terlihat lebih meyakinkan, diva berekting sambil memegangi perutnya. Wajahnya pun tampak begitu memelas, seakan akan membuktikan bahwa ia benar benar sudah kebelet.
" Aku temani ya.... " Usul sisi
" Boleh, tapi ga boleh komplen kalo aku berak lama. " Jawabnya. Diva tau, jika ia menolak usulan sisi, ketiga temannya ini pasti akan menaruh kecurigaan terhadap nya.
Jadi ia dengan santainya mengiyakan tawaran sisi, urusan kabur itu bisa di lakukan belakangan. Ia hanya perlu berdiam diri di kamar mandi lebih lama, supaya sisi merasa bosan dan meninggalkannya.
" Biar aja diva bab sendiri, nanti kalau kalian berdua pergi, ustadzah Malika sama ustadz Angga pasti curiga. " Sahut Dila.
" Nanti kalo diva sendirian, bisa aja dia kabur. "
Sisi, Dila dan Kayla langsung menatap ke arah diva yang langsung menatap ke arah lainnya.
" Biarin aja, nanti kita lapor sama calon suaminya. " Kayla langsung melangkahkan kakinya dengan enteng, meninggalkan ketiga temannya. Ia sudah begitu siap untuk menyetorkan hafalan, takut jika terlalu lama membuang waktu, dapat membuat hafalannya hilang.
" Eh iya juga ya... "
" Ho'oh, biar mereka semakin punya banyak waktu romantis. "
Sisi dan Dila pun menyusul langkah Kayla, meninggalkan diva dengan seribu isi pikiran dan berusaha menebak nebak siapa orang yang di maksud oleh teman temannya.
" Maksud mereka apa sih? Siapa emangnya? " Cukup lama diva berfikir, hingga beberapa menit kemudian ia mengedikkan bahunya dan melangkahkan kakinya pergi ke suatu tempat.
" Cicak cicak di dinding, diam diam merayap, datang seekor Gus Zindan, hap! Lalu di tangkap. "
" Eh kok jadi Gus Zindan njir? Konslet ni otak. Kayaknya besok harus minta anterin ke bengkel. "
Diva terus mengoceh sepanjang jalan, sebenarnya ia juga tidak punya tujuan yang pasti, namun karena memang ia belum sempat menghafal dan tidak tau mau menyetorkan apa, diva memilih untuk kabur saja, toh hari ini yang mengajar bukan ustadzah Malika.
" Sekolah di pesantren ini apa sih untungnya? Herman deh. Mama juga, aneh banget. Ngapain dia sekolahin anaknya di pesantren cobak, di pikir pergaulannya baik apa. Padahal sama aja kayak pergaulan di luar, cuman lebih munafik aja. " Celetuknya.
Diva menghentikan langkahnya, ia duduk di bawah pohon kelapa. Walaupun suasana malam begitu membuat area tersebut gelap, namun diva tidak takut sama sekali walaupun hanya seorang diri duduk di bawah pohon kelapa tersebut.
" Hihihihihi "
Diva menghela nafasnya panjang, tiba tiba saja mendengar suara seseorang yang tertawa. Tak jauh dari tempat ia duduk, terdapat sebuah pohon mangga.
Diva bisa melihat dengan jelas, bahwa di pohon mangga tersebut ada sesosok wanita yang bajunya penuh dengan darah. Takut? Tidak sama sekali.
" Heh mbak Kun, kalo mau ketawa sini duduk Deket diva. Diva kan juga pengen ketawa ketawa, kita gosip sama sama. Meh mehhh " diva melambai lambaikan tangannya, seakan akan memanggil sosok tersebut untuk mendekat padanya.
" Oalah, budek toh? Di panggilin dari tadi. " Diva menghela nafasnya, karena sosok tersebut tidak kunjung mendekatinya.
" Mba pikir aku takut sama mba gitu? Kagak mbak. Kan kita sama sama setan, bedanya mba itu udah ga nyentuh tanah, nah kalo aku masih nyentuh tanah. " Ujarnya lagi.
Diva kembali menghela nafasnya panjang, ia mulai membandingkan antara dirinya dan kuntilanak tersebut. Mereka memiliki sifat yang sedikit sama, namun tentunya berbeda.
Saat pikiran diva kosong, setan tersebut tiba tiba saja mendekatinya dan langsung memasuki tubuh diva, membuat diva seketika terdiam.
" Diva mana? " Tanya Gus Zindan pada ketiga teman diva, saat teman teman diva hendak kembali ke kamar asrama.
Ini sudah pukul sepuluh malam, mereka pun sudah selesai menyetorkan hafalan. Gus Zindan memang mencari diva, karena diva mendapat telfon dari sang mama.
" Ga tau Gus, tadi katanya mau berak. Eh bab maksudnya. " Sisi menepuk mulutnya sendiri, ketika salah berbicara.
" Pasti dia kabur. Kalian bantu saya cari diva sekarang, mama nya mau bicara. "
" Tante Nadira datang Gus? "
Gus Zindan menggelengkan kepalanya pelan. " Tadi nelfon, katanya mau bicara sama diva. " Jawabnya.
Kayla menganggukkan kepalanya paham, ia sedikit bingung bercampur penasaran, kenapa tiba tiba mamanya diva menelfon apalagi malam malam begini.
Akhirnya mereka bertiga pun melakukan pencarian. Ketiga gadis tersebut mengecek kamar asrama terlebih dahulu, siapa tau diva berada di sana. Sedangkan Gus Zindan mencari di tempat lain.