 
                            Alia adalah gadis sederhana yang hidup bersama ibu kandungnya. Ia terjebak dalam kondisi putus asa saat ibunya jatuh koma dan membutuhkan operasi seharga 140 juta rupiah.
Di tengah keputusasaan itu, Mery, sang kakak tiri, menawarkan jalan keluar:
"Kalau kamu nggak ada uang buat operasi ibu, dia bakal mati di jalanan... Gantikan aku tidur dengan pria kaya itu. Aku kasih kamu 140 juta. Deal?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alesha Aqira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 MSUM
Gedung megah yang dipenuhi lampu kristal dan alunan musik klasik itu mendadak hening sejenak saat seorang wanita melangkah masuk ke dalam aula pesta.
Gaun hitam elegan membalut tubuh ramping Alia. Rambutnya disanggul rapi, dipermanis dengan anting berlian desainnya sendiri. Langkahnya anggun, penuh percaya diri, tapi tetap memancarkan aura dingin yang sulit didekati.
Para tamu yang sedang berbincang tiba-tiba terdiam, mata mereka menatap ke arah pintu
masuk.
"Itu Alia… kenapa dia ada di sini?" Gumam seseorang dari kerumunan.
"Apa kalian pernah melihat wanita itu?" seorang pria muda berbisik diantara kerumunan.
"Kalau dia bisa hadir di pesta Pak Bram, berarti dia bukan orang biasa."
"Wajah dan tubuhnya… sangat seksi."
Sementara bisik-bisik kekaguman dan rasa penasaran memenuhi ruangan, Mery memperhatikan dari kejauhan. Matanya sempit, penuh kecurigaan. Ia mengepalkan tangannya lalu perlahan berjalan mengikuti arah langkah Alia yang sedang menikmati minuman di sudut aula.
"Hei, Alia."
Suara Mery memecah suasana. Alia menoleh perlahan, tatapannya tenang.
"Ternyata memang kamu. Buat apa kamu ke sini?" tanya Mery sinis.
"Kamu nggak lihat? Aku datang buat ikut pesta," jawab Alia santai sambil tersenyum kecil.
"Datang ke sini buat ikut pesta?" Mery menyeringai. "Apa kamu tahu? Pesta keluarga Sanjaya ini salah satu pesta paling terkemuka di kota ini. Mustahil orang dengan kasta serendah kamu bisa menghadirinya."
Ia melipat tangan di dada, memandang Alia dari atas ke bawah dengan pandangan meremehkan.
"Menurutku, kamu pasti menyelinap ke sini secara diam-diam."
Alia hanya menatap Mery dengan senyum dingin.
"Kalau aku menyelinap, kenapa bisa ada undangan atas namaku, ya?"
Ia mengeluarkan kartu undangan elegan berwarna putih keemasan dan menunjukkannya dengan santai.
Wajah Mery berubah seketika. Sekilas panik, namun ia cepat-cepat menyembunyikannya.
"Hari ini Leonardo juga akan hadir..." batin Mery penuh kecemasan.
"Aku nggak boleh biarkan mereka berdua bertemu. Apa yang terjadi kalau dia tahu yang sebenarnya? Tidak, aku harus lakukan sesuatu."
____
"Bagaimana aku bisa ke sini, itu bukan urusanmu."
"Aku nggak peduli. Kamu harus pergi dari sini!" bentak Mery sambil mencengkeram lengan Alia.
"Lepas! Aku nggak akan pergi dari sini! Dan juga, apa hakmu mengusirku?"
"Dengar ya, Al. Pesta seperti ini nggak bisa dihadiri oleh sembarang orang."
"Demi hubungan keluarga Milen, aku cuma mau kasih saran. Kalau kamu sampai diusir sama keluarga Sanjaya, nanti aku juga yang malu!"
Alia menarik lengannya, lalu menatap Mery dengan dingin.
"Nona Mery Milen, Anda tidak perlu khawatir. Tidak ada satu pun orang di sini yang tahu hubungan aku dengan keluarga Milen. Kalaupun aku diusir dari pesta hari ini, ataupun kalau aku mati, darahku tidak akan mengotori keluarga Milen."
"Dan juga… darimana kamu tahu kalau keluarga Sanjaya nggak mengundangku secara khusus?" lanjut Alia sambil mengangkat dagunya percaya diri.
Wajah Mery pucat.
"Apa-apaan dia itu? Setelah enam tahun tidak bertemu, dia berani melawan aku?" gumamnya dalam hati.
"Dan dia bilang… keluarga Sanjaya sengaja mengundangnya? Omong kosong!"
____
"Nona Mery, kenapa kamu di sini? Pestanya akan segera dimulai," tanya Kate ramah.
"Aku mau bersantai sejenak," jawab Mery dengan senyum yang dipaksakan.
Kate lalu menurunkan pandangannya ke arah pergelangan tangannya.
"Eh, Nona Kate… gelangmu itu, gelang dengan batu zamrud yang harganya mahal, kan?"
Mata Mery terlihat sangat tajam memperhatikan perhiasan itu.
Kate tersenyum bangga.
"Ini warisan keluargaku, dan juga bukti cinta dari kakekku untuk nenekku. Ini diturunkan secara turun-temurun. Kakek bahkan belum mengizinkanku memakainya… sampai ulang tahunku yang ke-19. Saat itulah gelang ini diberikan padaku."
"Ini sangat berharga," lanjut Kate sambil mengelus permata hijau di gelangnya.
Tiba-tiba, seorang pengawal datang dan membungkuk sopan.
"Nona, aula perjamuan membutuhkan bantuan Anda."
Kate menoleh ke arah Mery.
"Nona Mery, aku permisi dulu ya."
"Silakan," jawab Mery pelan
____
"Kalau sampai warisan keluarga itu hilang, pasti akan menjadi masalah besar. Lihat saja, Alia. Kalau kamu nggak mau pergi dari pesta ini, biar aku minta orang untuk usir kamu!"gumam Mery setelah kepergian Kate.
"Halo, Ayah," jawab Alia lembut.
"Alia, kamu datang ke pesta keluarga Sanjaya?" suara lelaki tua terdengar dari seberang.
"Iya, Ayah. Pak Bram itu teman dekat Ayah, kan? Saat dia tahu aku kembali ke negara ini, dia langsung mengirimkan undangan pesta."
"Tentu saja aku harus datang ke pestanya," tambah Alia sambil tersenyum tipis.
Suara di telepon terdengar lega.
"Anak ini… perhatianmu membuat Ayah jadi senang."
"Selamat menikmati pestanya."
"Ayah matikan teleponnya, ya."
"Iya, ayah cepatlah istirahat. Nanti aku telepon lagi," sahut Alia ke penelpon dari seberang, lalu sambungan terputus.
Sekelabat bayangan muncul dalam pikiran Alia tentang hubungannya dengan keluarga Milen.
Malam itu...
"Pergi! Pergi dari sini!"
"Ayah! Ayah!" Alia berteriak sambil memeluk ibunya yang tergeletak lemah.
"Jangan pernah menginjakkan kaki ke rumah ini lagi!" bentak pria paruh baya yang berdiri di depan pintu besar dengan wajah marah.
"Aku dan ibumu sudah resmi bercerai! Jadi kalian bukanlah urusanku lagi!"
"Ayah... Ayah, tolong aku! Ibu membutuhkan biaya operasi yang besar! Ibu juga pernah menjadi istrimu... tolong aku, Ayah!" pinta Alia dengan air mata mengalir deras.
Pria itu menunjuk seorang wanita paruh baya dan seorang gadis yang berdiri di sampingnya.
"Kau salah! Ini istriku, dan ini anakku! Kami adalah keluarga. Sedangkan kamu dan ibumu... hubungan kita sudah putus sejak aku menceraikan ibumu!"
Pria itu melangkah masuk ke dalam rumah.
"Ayo kita masuk. Biarkan orang ini di sini."
"Ayah! Ayah, tolong aku! Ayah!" teriak Alia, namun pintu rumah telah tertutup keras di depan wajahnya.
____
"Hubunganku dengan keluarga Milen hanya sekadar tentang balas dendam. Jadi, apa yang mereka lakukan terhadap aku dan ibuku di masa lalu... harus mereka bayar," batin Alia, menatap kerumunan pesta dari kejauhan.
Sementara itu, di sudut lain aula pesta...
"Apa kau sudah dapat barangnya?" tanya Mery pelan kepada seorang pelayan wanita.
"Sudah, Nona. Ini," jawab pelayan itu sambil menyerahkan sebuah kotak kecil berisi perhiasan mewah.
"Kerja bagus. Sekarang tugasmu adalah membawa Alia ke toilet. Kalau kamu berhasil... uang di dalam amplop ini akan menjadi milikmu," ucap Mery sambil menyelipkan amplop cokelat ke saku pelayan tersebut.
"Baik, Nona. Aku mengerti."
"Sana, cepat lakukan tugasmu!"
Seketika pelayan itu berjalan kembali ke aula pesta yang diselenggarakan keluarga sanjaya
Dari kejauhan, Alia melihat gelagat antara Mery dan pelayan itu yang mencurigakan.
"Mery... kau menyuruh pelayan itu membawa aku. Aku tahu betul caramu bermain. Tapi kali ini, biar aku lihat... kejahatan apa yang akan kau lakukan terhadapku," gumamnya dalam hati.
 
                     
                     
                    