Anne Ciara atau Anci, harus merelakan semua kebahagiaannya karena harus bertunangan dengan cowok yang menjadi sumber luka dalam hidupnya. Tak ada pilihan selain menerima.
Namun suatu hari, seseorang mengulurkan tangannya untuk membantu Anci lepas dari Jerrel Sentosa, tunangannya.
Apakah Anci akan menyambut uluran tangan itu, atau Anci memilih tetep bersama tunangannya?
" Jadi cewek gue.. Lo bakalan terbebas dari Jerrel. " Sankara Pradipta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little ky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SSFA 15
" GILA!! LO.. EMMPPHHH.. "
Anci sumpal mulut Intan dengan roti segede gaban. Sahabatnya satu ini langsung berteriak kencang karena Anci bercerita tentang hubungannya dengan San.
Sudah Anci bilang jangan keras-keras soalnya ini rahasia. Malah teriak sekencang itu, mana lagi di kantin fakultas mereka lagi.
" Lo!! Mulut lo lama-lama gue lempar bom ya. " Anci tunjuk Intan yang cuma bisa nyengir.
" Kebiasaan lo, Tan.. Lihat noh, semuanya jadi lihat ke sini kan. " Cynthia pun tak kalah kesal.
" Hehehe.. Ya sorry, girls.. Gue shock, menjurus ke hampir jantungan. " Intan membela diri sembari nyengir.
" Halah, pretttt.. " Intan lempar Cynthia kulit kacang asin bekas dia makan.
" Hei.. Jijik tahu nggak. JOROK BENER ANAK PAK IMRON. " Sentai Cynthia.
" Kagak usah bawa-bawa bapak gue ya, Cyn.. "
" STOOOPPPPPPPPP!!! " Anci raup wajah kedua sahabatnya.
" Kalian sama aja.. Nyebelin banget tahu nggak. " Anci gegas pergi dari sana.
Lama-lama di sana bisa hilang kewarasannya yang tinggal tidak seberapa itu. Dua sahabatnya memang selalu sukses bikin Anci meledak-ledak. Hilang sudah image barbie nya kalau sudah campur sama Intan dan Cynthia.
" Dih ngambek.. " cibir Intan.
" Lo sih.. Udah dibilang rahasia malah kek toa mulut lo. " Intan kembali nyengir.
" Shock gue, Cyn. Masak lo kagak sih. "
" Lagian kolerasinya dimana coba, mereka deket aja kagak pernah. Baru kenal tempo hari, eee udah jadian aja. Kan mengejutkan lah. " kepala Cynthia naik turun, mengangguk setuju.
" Kalo gue sih setuju aja mereka jadian. Kasian juga kalau masih sama si tukang selingkuh itu. Makan ati tahu nggak.. "
" Siapa yang jadian? "
" Eh Balonku meletus.. " Intan latah saat tahu-tahu Jerrel nimbrung obrolan mereka.
" Siapa yang jadian? Trus siapa yang selingkuh? Kenapa makan ati? Siapa?? " cerca Jerrel menatap tajam Intan dan Cynthia.
GLEK..
' Gawat nih, cowok sableng ini nggak boleh tahu. Untung aja gue sama Intan kagak sebut nama. ' batin Cynthia ketar ketir.
" Safira, kak.. Tetangga gue. Kan lo juga kagak kenal. " Intan ngeles.
" Safira? Ck nggak penting banget.. "
" Mana Anci? " tanya Jerrel. Masih dengan sifatnya yang sok iye itu.
" Anci? " Cynthia lirik Intan. Keduanya kode-kodean.
" Iya Anci.. Bukannya lo berdua tadi jemput Anci. "
' Yah kutu kupret.. Pake jual nama kita-kita lagi. Pajek jadian aja belom. ' Intan menggerutu.
" Tadi juga Anci disini kak. Tapi balik duluan, keknya ke kamar mandi dia kebelet. " Cynthia jawab saja pertanyaan Jerrel, asal. Daripada ntar salah jawab malah jadi masalah.
Jerrel langsung saja pergi begitu saja. Tidak dia hiraukan kedua sahabat tunangannya yang diam-diam menghela nafas lega itu. Jerrel benar-benar harus ketemu Anci. Ini aja mamanya sudah menerornya begitu dia sampai di parkiran kampus.
****
Setelah mencari ke sana kemari, mondar mandir keliling area fakultas desain, akhirnya Jerrel menemukan Anci di taman dekat kelasnya. Anci duduk di sana sembari menelepon seseorang yang katanya mamanya.
Jerrel abaikan itu, dan bergegas mengajak Anci ke parkiran dimana mobilnya berada. Anci terpaksa ikut karena tidak enak dilihat banyak mahasiswa di sana.
Di dalam mobil Anci dibuat terkejut saat Jerrel memberinya buket mawar merah beserta sebuah kotak bekal yang isinya nasi goreng Jawa. Anci tahu ini pasti dari mama Bella, karena setahunya Jerrel itu miskin inisiatif. Tapi yang lebih bikin Anci terkejut adalah...
" Gue minta maaf udah tampar lo kemarin. Gue juga minta maaf sering main sama cewek lain padahal gue udah tunangan sama lo.. Masih sakit? " Jerrel elus pipi Anci yang refleks mundur sampai mentok di pintu mobil.
" Lo takut sama gue? " tersinggung sedikit, tapi Jerrel coba pahami pasti Anci takut.
" Sakit kak tamparan kaka kemarin. Ini aja masih sedikit bengkak. Kaka selalu kasar sama aku setiap kali marah dan kita berantem. Kenapa baru sekarang minta maafnya? " sindir Anci yang yakin semua ini perintah mama Bella.
" Sorry.. Gue kelepasan kemarin, lagi ada masalah sama kakek. " Anci mengangguk saja. Biar cepat selesai.
" Udah kan? Kelas aku mau mulai nih kak. " Anci bersiap keluar dari mobil tapi langsung Jerrel cegah.
" Makan dulu bekelnya. Buatan mama itu. Lagian masih sempet kok, ada lima belas menit lagi. " pinta Jerrel. Suaranya terdengar lembut tapi Anci sudah kadung benci.
Anci pun menikmati bekal yang mama Bella buat. Enak dan Anci suka sekali sama yang namanya nasi goreng Jawa. Kebetulan juga sarapannya pagi tadi sedikit karena San keburu menjemputnya. Jadilah Anci makan dengan sangat lahap, disaksikan Jerrel.
Tanpa Anci tahu, sejak dirinya digandeng Jerrel masuk ke mobil. Seseorang melihatnya dari balik semak. Tatapan tajam menusuk ke arah mobil Jerrel, dihitungnya tiap detik sejak Anci masuk ke dalam mobil itu.
Hatinya panas, rasa tidak suka saat kepemilikannya diganggu orang lain terlebih itu Jerrel menimbulkan amarah yang siap meledak kapan pun. Tangannya dia kepalkan erat demi meredam emosinya saat dia sadar ini bukan waktu yang tepat.
" Anci.. Beraninya lo berduaan sama cowok breng*** itu. " San murka.
*****
Aldo lirik bosnya sekaligus sahabatnya sejak kecil itu. Aldo tahu hanya dari melihat saja kalau San sedang marah. Aldo jadi takut-takut saat ingin menyampaikan sesuatu yang San perintahkan padanya untuk cari tahu.
Sudah setengah jam mereka berdua di sini, area rahasia yang jadi markas San sejak menginjak kuliah di Savoir. Sudah banyak sekali puntung rokok bertebaran di bawah kaki San. Karena kalau sedang marah, San memang menjelma jadi kereta api zaman dulu yang mengepul terus asapnya.
Tentu saja didepan San ada susu putih hangat, karena teman San merokok ya minum susu putih. Aldo saja sampai heran, karena dalam kondisi apapun termasuk marah seperti ini, San tidak akan lupa tentang rokok dan susu.
" Lo kalau mau ngomong langsung ngomong aja!! Nggak usah lirik-lirik, gue congkel mata lo. " Aldo meringis ngeri.
" Ini soal yang tempo hari lo suruh gue selidiki, bos. " Aldo sodorkan sebuah flashdisk.
" Dari informan yang gue bayar buat selidiki, tuh cowok ketahuan malam-malam ke rumah sakit sama cewek. Pas gue cari tahu ke rumah sakit itu, mereka periksa ke obgyn. Cuma ya itu... " Aldo menghentikan laporannya sejenak.
" Apa? " San menengok. Tatapannya tetap tajam.
" Rekam medisnya nggak bisa gue dapetin karena alasan privasi pasien, bos. " lanjut Aldo sedikit menunduk.
Bukan Aldo payah, tapi ini diluar kuasanya. Apalagi San mengatakan ini rahasia di antara mereka yang itu artinya ayah Aldo tidak boleh tahu. Karena jika ayah Aldo, Yudhistira tahu pastinya papi San juga akan tahu.
San tidak ingin papinya merusak rencananya karena kalau sudah soal keluarga Pradipta, Gemma akan kehilangan akal sehatnya dan memilih menggunakan nalurinya. San benci itu, menurutnya papinya hanya dibodoh-bodohi oleh keluarganya saja.
" rumah sakit mana? " tanya San. Asap rokoknya mengepul terbang tinggi.
" Rumah sakit XXX.. " jawab Aldo.
" Itu jadi urusan gue.. Seterusnya lo tetep harus awasi orang-orang itu. Gue harus bisa dapat semua bekal untuk menghancurkan mereka saat rapat pemegang saham nanti. " Aldo mengangguk patuh.
Hanya Aldo yang tahu, seberapa besar San menyimpan rasa benci pada keluarga Pradipta. Bahkan San memakai nama belakang Pradipta itu terpaksa, karena masih menghormati Gemma, papinya.
Kalau boleh milih, San lebih bangga memakai nama belakang keluarga maminya. klan Black, salah satu klan yang memiliki pengaruh besar di negara asalnya. Termasuk keluarga bangsawan, dan memiliki kekayaan jauh diatas keluarga Pradipta dan bodohnya Gemma, lebih memilih mengurus perusahaan Pradipta demi saham 5% daripada mewarisi semua kekayaan klan Black.