NovelToon NovelToon
Hello, MR.Actor

Hello, MR.Actor

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Duda / Cinta pada Pandangan Pertama / Pengasuh
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Be___Mei

Sebuah insiden kecil membuat Yara, sang guru TK kehilangan pekerjaan, karena laporan Barra, sang aktor ternama yang menyekolahkan putrinya di taman kanak-kanak tempat Yara mengajar.

Setelah membuat gadis sederhana itu kehilangan pekerjaan, Barra dibuat pusing dengan permintaan Arum, sang putri yang mengidamkan Yara menjadi ibunya.

Arum yang pandai mengusik ketenangan Barra, berhasil membuat Yara dan Barra saling jatuh cinta. Namun, sebuah kontrak kerja mengharuskan Barra menyembunyikan status pernikahannya dengan Yara kelak, hal ini menyulut emosi Nyonya Sekar, sang nenek yang baru-baru ini menemukan keberadan Yara dan Latif sang paman.

Bagaimana cara Barra dalam menyakinkan Nyonya Sekar? Jika memang Yara dan Barra menikah, akankah Yara lolos dari incaran para pemburu berita?

Ikuti asam dan manis kisah mereka dalam novel ini. Jangan lupa tunjukkan cinta kalian dengan memberikan like, komen juga saran yang membangun, ya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Be___Mei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hello, Mr. Actor Part 4

...-Ini sangat menyakitkan, tapi aku harus melihat hari esok-...

...***...

Yara mondar-mandir di ruang tamu, berharap Latif akan pulang lagi hari ini. Ia melongok ke luar, berharap paman sialan itu muncul di depan gang, tapi batang hidungnya pun tak kelihatan. Akh! Sudahlah. Mentari mulai naik pada pukul 7, ia harus segera berangkat mengajar.

Mengenakan jaket cukup tebal ketika mengendarai motor maticnya, hampir di sepanjang jalan Yara mengeluh keras-keras, hatinya masih kesal meski uang yang hilang diganti oleh Valery. Ups! Bukan diganti, tapi dipinjamkan. Tahu 'kan, sesuatu yang dipinjam tetap harus dikembalikan, hal ini jelas tak membuat hati kecil Yara lega.

"Awas aja kalau ketemu di jalan!" gerutu Yara.

Dunia sepertinya gemar menonton kegaduhan dua bersaudara ini. Ketika motor yang melaju santai itu berhenti di lampu merah, Latif si cecunguk tengah menikmati kopi pagi di warung persimpangan.

"Berandal itu!" maki Yara dalam hati. Ia melihat sekitar, mencari celah di antara kendaraan lain untuk singgah.

"Eh, Neng Yara. Sudah ngopi belum?" Latif, dengan santainya menyapa sang keponakan sembari mengangkat gelas kopinya.

Aura mengundang serangan brutal sang keponakan terlihat jelas, dan Latif tersenyum licik ketika sebuah mobil membunyikan klakson di belakang motor Yara, posisinya yang terjepit tak bisa keluar dari lingkaran kendaraan lainnya.

"Latif!"

Suara gadis kecil ini terdengar lantang di antara deru kendaraan. Pria tak tahu malu itu lekas menenggak habis kopinya ketika melihat lampu telah hijau, ia segera kabur dari tempat itu.

"Aish!" Yara memukul bagian depan motor yang menampilkan empar bensinnya, "Idiot menyebalkan!"

Brak!

Yara menurunkan kaca helm dan membuang muka. Demi meredakan emosi, dia memejamkan mata.

Tit!

Lagi-lagi mobil di belakang membunyikan klakson, membuat hati Yara yang panas semakin memanas. Ia menoleh ke belakang sembari membuka kaca helm. "Sabar!"

Gavin, supir yang mendapatkan bentakan dari Yara mengulum bibir, ia melirik pada Barra yang sejak tadi mendesaknya untuk bergegas melajukan mobil.

"Nggak usah diladenin. Cepat jalan, waktu kita mepet!"

"Ayah mau cepat-cepat nganterin Arum ke sekolah? Ini kan hari pertama Arum masuk sekolah."

"Maaf sayang, Ayah ada rapat yang nggak bisa diwakilkan. Hari ini Arum ditemenim Om Gavin dulu, ya. Besok Ayah janji bakal nungguin kamu sampai pulang sekolah.

Mata indah Arum berkedip-kedip menatap Barra. "Ayah ... Arum takut."

Menarik tubuh sang putri dan memangkunya "Takut kenapa, sayang?"

"Semua orang pertama kali masuk sekolah dianterin orang tuanya, masa Arum dianterin Om Gavin? Memangnya Arum anak Om Gavin?"

"Enggak dong," sambar Barra.

"Terus ... nanti kalau orang-orang nanyain Mama, gimana? Arum harus jawab apa?" ujar Arum lagi menjatuhkan pandangan ke pangkuannya.

Barra mengatur napas, ia menutup mata sejenak demi mengontrol emosi. Jujur saja hatinya rasanya sesak mendengar kecemasan Arum. "Kemarin Arum sudah ketemu guru-guru di sekolah baru itu, 'kan? Mereka semua baik-baik, 'kan?"

Arum mengangguk.

"Nanti Ayah anter sampai kelas. Tapi maaf, hari ini Ayah harus langsung ke kantor agensi. Tapi Arum tenang aja, ada Om Gavin yang nemenin kamu hari ini," ujar Barra lagi, mengharap pengertian dari bocah sekecil Arum.

"Iya, tenang aja. Nanti Om bakal nungguin kamu sampai pulang. Jadi kamu jangan sedih, ya." Gavin angkat tangan sembari menatap Arum sekilas melalui kaca spion.

Gadis ini hanya diam, kentara sekali dia sedang merajuk.

"Sayang ..."

"Coba kalau Ayah ngasih Arum mama, pasti mama yang bakal nungguin Arum di sekolah."

Lekas Barra menyela. "Arum ingat nggak, guru-guru di sekolah 'kan manggilnya 'bunda', anggap aja mereka kayak mama kamu pas lagi di sekolah."

"Bukan 'bunda' itu yang Arum mau! Ayah jangan pura-pura nggak ngerti, deh!" Gadis ini terpekik. Ya, guru-guru di sekolah Arum menerapkan panggilan bunda untuk dirinya kepada para muridnya, dengan tujuan mengeratkan tali kasih sayang di antara mereka.

Barra menekan pelipis, permintaan ini muncul lagi dan lagi. "Kamu itu minta mama kayak minta beliin es krim di minimarket, Ayah sudah tua, Arum. Mana ada perempuan baik-baik yang mau sama Ayah." Selalu begitu. Arum rasanya mau muntah mendengar alasan tipis ayahnya.

"Ayah bohong. Tante Enzi suka sama Ayah."

"Lho, emang kamu mau tante Enzi jadi mama kamu. Bukannya kemarin nggak mau?" tanya Gavin.

"Ish! Ngomong sama Ayah sama Om Gavin tu susah, Arum harus banyak-banyak menjelaskan!"

Celoteh Arum mengundang tawa di wajah Gavin.

Barra menatap sang putri lekat-lekat. "Arum ... kamu lancar banget bicaranya, kamu baru 5 tahunan. Ayolah sayang, Ayah nggak bermaksud jahat sama kamu. Nanti Ayah bakal menikah, kok. Tapi nggak sekarang. Berhenti memaksa Ayah untuk menikah, oke?!"

"Kenapa, Ayah?" Sebenarnya pertanyaan ini sudah sering Arum lontarkan setiap kali dia mendesak sang ayah untuk memberinya mama.

"Ya ... nggak kenapa-kenapa. Ayah cuma belum ketemu yang cocok jadi mama kamu."

Jawaban model apa itu! Arum merasa diremehkan karena masih kecil.

Kembali pada tempat duduknya dan meminta dipasangkan belt lagi, gadis kecil ini memilih untuk diam seribu bahasa setelahnya. Sorot matanya terpaku pada jalanan, seperti orang dewasa yang sedang kecewa, dia bersandar di jendela mobil sambil menopang dagu.

Baik Barra ataupun Gavin, mereka tahu jawaban Barra membuat keruh suasana hati Arum.

Sesampainya di sekolah, Barra dan Gavin turun mengantarkan Arum sampai ke kelas.

Gadis kecil ini mengambil tangan Barra untuk disalim, selanjutnya dia mengambil tangan Gavin untuk disalim juga.

Sang ayah jongkok di depan Arum. "Ayah pergi dulu, ya. Kalau bisa pulangnya Ayah jemput."

Arum menggelengkan kepala." Nggak perlu, Ayah."

"Arum ..." Barra langsung memeluk sang putri. "Maafin Ayah, sayang."

"Sudahlah, Ayah cepatlah pergi bekerja."

Diantara banyaknya manusia di tempat itu, Barra merasakan sepi yang kerap menyapanya, sepi karena telah lama hidup menduda, sepi karena telah lama membiarkan Arum tanpa mama. Mengambil banyak pekerjaan adalah salah satu alasannya untuk melepaskan sepi, namun, bagaimana dengan Arum? Barra tahu betul Arum menderita, tapi, ia tak ingin gegabah memberikan mama baru padanya.

"Selamat pagi, apa anda orang tua Arum?" Seorang wanita berseragam tenaga pengajar di sekolah itu menyapa Barra.

"Iya ... Ibu Ayara," sahut Barra setelah melihat name tag yang tersemat di atas dada sebelah kanannya.

"Mohon izin mengajak Arum ke kelas ya, Pak."

"Oh silakan, Bu," ujar Barra mempersilakan.

Yara membawa name tag yang terbuat dari kertas karton dengan bentuk Ayam. "Selamat pagi Arum. Perkenalkan, saya Bunda Yara, wali kelas kamu. Ini name tag-nya Bunda bawakan. Karena waktu belajar sudah mau dimulai, boleh nggak Arum ikut Bunda masuk ke kelas?" Yara bicara sambil memasangkan name tag lucu itu di dada Arum.

Dengan binar bak bintang di langit malam, Arum tersenyum menatap Yara. Dia yakin gurunya ini wanita yang dia lihat di minimarket kemarin.

Ya, dia calon mama aku!

Tersenyum manis dan mengangguk. "Boleh kok, Bunda." Setelah menyebut kata 'bunda' Arum menoleh pada Barra. Senyumnya manis sekali, membuat Barra semakin terharu.

Oh, Arum. Senang banget ya bisa manggil bunda ke seseorang.

"Bunda Yara ..."

"Iya, Arum?" sahut Yara.

Bocah itu menatap Yara lekat-lekat, kemudian tersenyum menatap Barra lagi.

Pelan sekali sang ayah menggelengkan kepada. Oh ya Allah, jangan sampai Arum meminta guru ini menjadi mamanya sekarang juga!

"Bunda Yara cantik."

Yara tertawa. "Oh, ya? Terima kasih, Arum juga cantik."

"Masya Allah," lirih Gavin yang langsung mendapat tatapan tajam dari Barra.

Sempat terlupa dengan waktu yang terus berjalan, usai menitipkan Arum kepada Yara, Barra pamit undur diri. Gavin yang awalnya hendak menjaga Arum di sekolah mendapat penolakan dari bocah itu. Apalah daya, karena yakin dia akan baik-baik saja bersama guru dan teman-temannya, maka Gavin pun ikut bersama Barra ke kantor agensi.

...To be continued ......

...Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa like, komen dan saran yang membangun, ya. ...

1
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Mau loncat aku! tapi langsung inget, abis makan bakso!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Excellent!
Kamu seorang laki-laki ... maka bertempurlah sehancur-hancurnya!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Kalo cinta dimulai dari menghina, ke depannya kamu yang akan paling gak bisa tahan.
Drezzlle
udah di depan mata, tinggal comot bawa pulang
Drezzlle
ya ampun, kamu kok bisa sampai ceroboh Yara
Drezzlle
betul, kamu harus tegas
Drezzlle
tapi kamu masih di kelilingi dengan teman yang baik Yara
Drezzlle
nggak butuh maaf, bayar hutang
ZasNov
Asyiiikk.. Dateng lagi malaikat penolong yg lain.. 🥰
ZasNov
Kak, ada typo nama nih..
Be___Mei: Huhuhu, pemeran yang sebenernya nggak mau ditinggalkan 🤣 Gibran ngotot menapakan diri di part ini
total 1 replies
ZasNov
Ah inget tingkah Jena.. 🤭
Be___Mei: kwkwkwk perempuan angst yang sadis itu yaaaa
total 1 replies
ZasNov
Gercep nih Gavin, lgsg nyari tau siapa Jefrey..
Yakin tuh ga panas Barra 😄
Be___Mei: Nggak sih, gosong dikit doang 🤣🤣
total 1 replies
ZasNov
Modus deh, ngomong gt. biar ga dikira lg pedekate 😄
ZasNov
Akhirnya, bisa keren jg kamu Latif.. 😆
Gitu dong, lindungin Yara..
Be___Mei: Kwkwkw abis kuliah subuh, otaknya rada bener dikit
total 1 replies
ZasNov
Nah, dewa penolong datang.. Ga apa2 deh, itung2 Latif nebus seuprit kesalahan (dari ribuan dosa) dia sama Yara.. 😄
Mega
Lakok isa baru sadar to, Neng Yara. kikikikikikik
Be___Mei: 🤣🤣😉 iso dong
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Piala bergilir apa pria bergilir?
Be___Mei: Piala mak
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Rada ngebleng nih.
Masa iya Yara bener mamanya Arum
Be___Mei: Biar ringkes aja pulangnya si emaknya Arum 😭 🙏🤭
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆: Masa?

kenapa harus angin duduk, Mak?
total 3 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Cihh pendendam banget
Be___Mei: Biasa mak, penyakit orang ganteng 🤣🤣
total 1 replies
Mega
Ya Allah ISO AE akal e
Mega: Aku punya pestisida di rumah 😏 boleh nih dicampur ke kopinya.
Be___Mei: Beban banget kan manusia itu
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!