NovelToon NovelToon
Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Status: tamat
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami / Tamat
Popularitas:49.6k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Suaminya tidur dengan mantan istrinya, di ranjang mereka. Dan Rania membalas dengan perbuatan yang sama bersama seorang pria bernama Askara, yang membuat gairah, harga diri, dan kepercayaan dirinya kembali. Saat tangan Askara menyentuh kulitnya, Rania tahu ini bukan tentang cinta.
Ini tentang rasa. Tentang luka yang minta dibayar dengan kenikmatan. Dan balas dendam yang Rania rencanakan membuatnya terseret ke dalam permainan yang lebih gelap dari yang pernah ia bayangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terbuai Sentuhan, Terlukai Kenyataan...

Rania mematikan mesin mobil operasionalnya. Sunyi

Ia bersandar di kursi, memejamkan mata. Napasnya masih belum teratur. Dada naik turun. Sisa hangat bibir Askara masih terasa di lehernya.

“Astaga…” bisiknya pelan, jemari menutupi wajah. “Apa yang tadi aku lakukan…”

Bayangan tubuh Askara menekan tubuhnya di kursi belakang tadi, ciumannya yang rakus, tangan hangat yang sudah berani masuk ke balik blusnya, semuanya berputar lagi di kepala.

Sedikit lagi. Sedikit lagi, kalau saja parkiran proyek itu sepi.

Rania membuka mata. Pandangannya langsung jatuh ke jendela kamarnya.

Jendela itu seperti menertawakannya.

Karena di sana, dulu, ia pernah berdiri kaku. Melihat Niko dan Wulan bercinta tanpa rasa bersalah.

Pahit itu datang lagi, menohok perutnya. Tapi anehnya, rasa pahit itu bercampur dengan sesuatu yang baru. Panas. Mendebarkan.

Tangan Rania tanpa sadar menyentuh bibirnya sendiri. Lalu turun menyentuh leher, mengingat lagi bagaimana Askara tadi menciumnya sampai ia hampir lupa diri. “Kenapa tadi harus ada orang lewat…” gumamnya lirih. “Kalau saja… kalau saja aku berani… kita sudah… ah, gila, Ran…”

Ia menunduk, meremas celana kerja di pahanya.

Tadi, di kursi mobil Askara itu, ia bahkan sudah membuka sedikit kancing blus. Askara sudah separuh menindihnya, napas panasnya memenuhi ruang sempit itu.

Tangannya sudah di mana-mana. Dan ia tidak menghentikan. Malah menarik Askara makin dekat.

Rania menghela napas berat, lalu bergumam, suaranya pecah, seolah mengaku pada dirinya sendiri. “Aku menikmatinya. Astaga… aku suka saat dia bilang sayang. Aku suka saat dia menyentuhku. Aku ingin… aku ingin lebih, Askara.”

Ia menutup wajah dengan kedua tangan. Bahunya bergetar. Tapi ini bukan tangis. Lebih mirip frustrasi, karena tubuhnya sendiri menuntut kelanjutan yang tadi terhenti.

Sejenak ia menatap rumah itu lagi. Rumah yang dingin. Penuh rahasia.

Dan untuk pertama kali, ia benar-benar sadar. Apa yang tadi ia lakukan bersama Askara… membuatnya merasa hidup lagi.

Rania mengusap wajah, berusaha menenangkan degup jantungnya yang masih tak mau jinak. Ia mengintip bayangan dirinya di spion tengah. Rambut kusut, bibir bengkak, pipi memerah.

“Ran… gila… kalau Niko lihat kamu begini, habis sudah,” gumamnya sambil merapikan rambut dengan jari.

Ia meraih tisu di laci mobil. Menghapus sisa lipstik yang belepotan di ujung bibir. Merapikan lagi kancing blus yang tadi Askara pasangkan dengan terburu. Menarik celananya, agar jatuh rapi.. Parfum kecil di tas disemprotkan sekadarnya ke leher, menutupi aroma keringat dan jejak laki-laki lain yang masih menempel di kulit.

Setelah itu ia duduk tegak, menarik napas panjang beberapa kali. Menelan ludah, mencoba menghapus sisa gemetar di tangannya.

“Tidak boleh kelihatan,” bisiknya lirih. “Tenang. Masuk rumah seperti biasa. Tidak ada apa-apa.”

Ia sempat memejamkan mata sekali lagi sebelum membuka pintu. Namun saat kakinya menginjak tanah, sisa rasa dari tangan Askara yang tadi menyusuri pahanya kembali menyalak dari dalam tubuh.

“Kenapa harus berhenti, Askara…” suaranya nyaris tak terdengar.

Lalu ia memaksa bibirnya tersenyum tipis, mengunci mobil, dan melangkah menuju pintu rumah.

Langkah Rania berhenti di ambang pintu. Rumahnya ramai. Wajahnya langsung berubah ketika melihat Ibra terbaring di sofa, wajah anak itu memerah, matanya terpejam.

“Lho... Ibra kenapa?” suaranya meninggi. Ia buru-buru mendekat, menaruh tas di lantai.

Ayu, ibu mertuanya, berdiri menyambut. “Demam tinggi sejak sore. Tadi Wulan sudah bawa ke dokter, terus Ibra minta pulang ke sini.”

Rania berjongkok di samping sofa, menyentuh pipi Ibra. Panas. Napasnya sesak.

“Kenapa tidak ada yang memberi tahuku?”

“Kita semua panik, nggak kepikiran buat menghubungi kamu” jawab Ayu cepat. “Sudah... yang penting kan sekarang Ibra sudah di sini.”

Rania menoleh ke Wulan yang duduk di sisi sofa, kompres di tangan. Tatapannya menusuk. “Aku saja yang merawat Ibra malam ini,” ucapnya datar.

Wulan tidak menjawab. Ia hanya menunduk.

Ayu menarik napas panjang. “Rania, dengarkan dulu. Karena Ibra sakit, Wulan sementara tinggal di sini untuk merawatnya. Bagaimana pun dia kan ibunya. Apalagi kamu kan bekerja. Tidak mungkin kamu bisa menjaga Ibra erus.”

Rania mendongak. “Aku bisa, Ma. Aku bisa jaga Ibra. Aku minta izin kerja. Wulan tidak perlu tinggal di sinii.”

Niko ikut angkat suara, nadanya meremehkan. “Rania, jangan bikin repot. Ibra butuh ibu kandungnya. Lagipula kamu kerja. Masak dan beresin rumah saja tidak sempat... bagaimana kamu bisa merawat Ibra?”

Rania menatapnya tajam. “Aku tidak repot, Niko. Aku bisa mengatur waktu, demi Ibra. Lagipula... Mana mungkin aku mengizinkan mantan istri kamu untuk tinggal bersama kita. Apa ada jaminan kalau kalian tidak melewati batas?"

“Rania...” Niko mendengus, suaranya naik satu oktaf. Wulan menunduk. Entah sedih entah kesal. Yang pasti Ibu mertua Rania segera menghampiri, mengelus punggungnya, seolah Wulan adalah korban perasaan.

"Kamu tidak perlu khawatir, Rania... Wulan itu wanita baik - baik, tidak mungkin dia sampai macam - macam dengan Niko... Wulan disini semata - mata untuk Ibra," ucap Bu Ayu

Rania tersenyum miris. Dalam hati ia membulatkan tekad untuk membuka semuanya, sebelum berkata, "Mama sungguh percaya mereka tak akan melewati batas? Apa Mama tahu....

"Rania...!!!!" potong Niko, teriakannya sampai mengagetkan Ibra yang sedang terlelap. Wulan merangsek ke pelukan Ibu Ayu, pura - pura menangis. "Jangan keterlaluan kamu, apa....."

Sebelum Niko bicara lebih jauh, suara berat memotong.

“Berhenti!” bentak Pak Martin dari kursi tamu. “Kamu tidak bisa seenaknya izin untuk tidak bekerja di saat penting seperti ini. Pokoknya kamu harus ada di proyek, Rania!”

“Pa, itu bisa diatur,” jawab Rania berusaha menahan emosi. “ Saya bisa minta izin pada Pak Askara... beliau pasti akan mengerti."

Pak Martin menggebrak meja. “Memangnya siapa kamu sembarangan bicara dengan Askara dan minta izinnya? Apa kamu mau perusahaan kita dianggap tidak profesional?" Wajah Pak Martin merah padam, jarinya tegak menunjuk - nunjuk Rania.

"Nama perusahaan kita sedang jelek di mata mereka, jadi kamu harus perbaiki reputasi itu. Jangan karena urusan rumah, kamu jadi seenaknya!”

Rania mendengus pelan. “Reputasi?... Pa, bukan saya yang membuat reputasi perusahaan hancur... tapi... "

“Kamu jangan melawan!” suara Pak Martin semakin meninggi. “Kamu pikir mobil operasional itu datang dari langit? Itu tanda mereka sudah mulai percaya sama kamu. Jangan hancurkan kepercayaan itu!” ucap Pak Martin menunjuk mobil operasional di depan.

Rania mengepalkan tangan. “Kalau soal mobil, saya bisa kembalikan. Saya cuma tidak mau ada wanita lain seatap dengan keluarga saya."

Wulan akhirnya bicara, suaranya lembut, tangannya sibuk menyeka air mata yang tak seberapa. “Rania, aku cuma mau jagain Ibra. Tidak ada maksud lain. Aku tidak mau rebut Niko dari kamu.”

Rania menoleh cepat, tajam menatap Wulan, “Sungguh? kamu berani bersumpah?" tantang Rania.

“Rania, cukup!” tegur Niko. “Jangan bikin malu.”

Rania menatap suaminya tajam. “Malu? yang harusnya malu itu kamu, Nik.”

Suasana hening.

Pak Martin akhirnya menutup semua dengan suaranya yang bulat.

“Pokoknya... mulai malam ini Wulan tinggal di sini. Titik. Ibra butuh ibunya. Kamu kerja, tidak ada alasan lain."

Udara di ruang tamu mengeras.

Rania menghela napas pelan, lalu mendekap kepala Ibra yang panas. Mencium keningnya dengan lembut, sebelum ia beranjak meninggalkan ruangan. Tanpa pamit, tanpa basa basi. Lelah. Muak.

Bruuukkkk...

Pintu kamar tamu ditutup Rania keras, tanpa sopan santun.

"Rania... kamu...." Niko mengepalkan tangan, hendak menyusul Rania, ketika tangannya di tahan Wulan.

"Sudah Nik... Sudah... kasihan Rania," ujar Wulan dengan derai air mata

Ibu Ayu kembali merengkuh Wulan, "Sudah... jangan menangis... kamu memang baik, sayang. Si Rania saja yang keterlaluan... sudah,"

Malam itu rumah akhirnya mereda. Ibra dipindahkan ke kamar utama. Di sana sudah ada Wulan dan Niko, katanya supaya orang tua kandungnya bisa leluasa menjaga Ibra.

Rania tidak protes lagi. Percuma. Ia berdiam di kamar tamu di ujung lorong, menutup pintu rapat-rapat.

Kamar itu dingin, sepi, dan sedikit berdebu. Ia duduk di tepi ranjang, melepaskan kemeja kerjanya yang sudah kusut, lalu meraih ponsel di tas.

Layar ponselnya retak, baterai tinggal sedikit.

Ia membuka layar tanpa tujuan. Grup proyek, email, semua tidak menarik.

Di luar sana ia bisa mendengar samar suara Niko dan Wulan, seperti orang bercakap. Suara mereka membuat perutnya mual.

Bukan cemburu. Bukan. Ini soal harga dirinya.

Rania berbaring miring, memeluk guling. Matanya pedih tapi tak bisa menangis.

Lalu layar ponselnya menyala. Sebuah pesan masuk. Dari Askara,

"Sudah di rumah?"

Jari Rania berhenti di udara. Dadanya bergetar pelan. Ia menatap tulisan itu lama sekali.

"Sudah"

"Kamu baik - baik saja?" balas Askara.

"Entahlah." balas Rania

"Aku ada, jika kamu butuh,"

Rania menggigit bibirnya. Ia bisa merasakan ketulusan itu menembus layar.

"Kalau aku bilang aku capek sekali, apa kamu mau dengar?"

"Aku dengar. Semua. Sampai kamu kehabisan kata-kata."

Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya menetes. Ia tidak menjawab, tapi pesan baru masuk lagi.

"Tidurlah."

Rania menarik napas panjang, membalas dengan satu kata saja.

"Baik."

Ia menatap layar ponsel beberapa detik lagi sebelum meletakkannya di dada. Senyumnya tipis, getir, tapi ada hangat yang pelan-pelan menyusup ke sela-sela hancurnya hati.

Di luar kamar, suara langkah kaki terdengar samar. Rania memejamkan mata. Ia tidak ingin tahu.

(Bersambung).....

1
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
makasih banyak 🙏🙏❤️👍❤️❤️
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
Verry good 👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾: sama2 kak...karya yg bagus sekali...ada yg baru dari Kaka juga... masih baca di awal🙏🙏
total 2 replies
Heny
Penasaran sm cewrk yg ditabrak Naren
Lily and Rose: Kakak… makasih ya selalu ngikutin kisah Rania dan Askara 🥰🥰🥰
total 1 replies
chiara azmi fauziah
mantap thor gak kebayang thor kirain mereka tidak bersatu tp akhirnya ada kejutan dr penulis kita ini semangat ya thor buat karya karyanya😍
Lily and Rose: Makasih Kak udah setia baca novel Rania sama Askara 🥰🥰🥰
total 1 replies
Cookies
cerita naren donk thor
Lily and Rose: Siaaaap Kakak, next author bikin novel khusus tentang Narendra 🥰🥰
total 1 replies
Novita Sr
sakit banget jadii dokter byan
Sara Famay
lanjut tor 🥰
yeni kusmiyati
Alhamdulillah semoga bahagia,aku padamu thor
Jumiah
naren akan mendapat kan jodoh x yg sali mencintai ,sma sma baik seperti rania...
cantik dan pintar x jua
Lily and Rose: Siap Kak /Kiss/
total 1 replies
Jumiah
jangan 2 jenny sdh biasa meobral dri ..
jd barang diskonan ...
Heny
Lanjut thor
Lily and Rose: Siap, Kak... semoga Kakak suka episode selanjutnya yaaaa /Heart/
total 1 replies
Heny
Coba ada yg denger biar Askara tau paman nya pura-pura baik
nurulmz
akhirnya Rania sama askara bersatu.. terimakasih narenn jodoh emang ga kemana.
Lily and Rose: Bener, kalau jodoh gak ada yang tahu ya Kak... padahal dalam hitungan menit Rania harusnya jadi istri Byan, eh di tikung Askara duluan /Grin/
total 1 replies
Popo Hanipo
nareeenn aku padamu ,,kakak author tolong siapkan jodoh buat naren ya tanpa dia rania dan askara gk bakal bersatu,,sekalian pak tua kalo belum punya istri carikan jgn lupa yg crewet wkkkkk
Lily and Rose: Hahaha... keren kan Naren?... jodoh emang gak kemana yaaa /Grin/
total 1 replies
chiara azmi fauziah
duh thor hampir deg2 kan kirain gak Ada lanjutanya sedih raniah bersatu bahagia selalu
Lily and Rose: Hehehe... ada lanjutannya dong Kak, kasihan kalau Rania dan Askara gak jadi bersatu setelah penderitaan mereka selama ini /Grin/
total 1 replies
chiara azmi fauziah
pamany jahat dong ternyata hanya pura2 peduli mungkin ada udang di balik bakwan wkwkwk
Tini Uje
duuhhh...gmna ya nasip sijeni jeni itu klo tau cintanya brtepuk sebelah kaki 😅kasiaann kasiaann kasiaaann
Lily and Rose: Jenni jadinya gigit jari kayaknya Kak... hehehe
total 1 replies
Sara Famay
mantap tor lanjut 🥰🥰🥰🥰
Lily and Rose: Siaaaap Kak /Heart/
total 1 replies
Heny
Lanjut thor
yeni kusmiyati
yahhh..kecewa Thor kalau nggak sama askara
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!