Alexa tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam. Tanpa pilihan, ia harus menikah dengan Angkasa-pria yang nyaris asing baginya. Bukan karena permintaan keluarga, bukan pula karena cinta, tetapi karena sebuah alasan yang tak bisa dijelaskan.
Alexa terjebak dalam kehidupan yang tak pernah ia inginkan, tapi semakin ia mencoba memahami pria itu, semakin banyak hal yang tak masuk akal dalam pernikahan mereka.
Di balik sorot mata tajam Angkasa, ada sesuatu yang tersembunyi. Sebuah kebenaran yang perlahan mulai terungkap. Saat Alexa mulai menerima takdirnya, ia menyadari bahwa pernikahan ini bukan sekadar ikatan biasa-ada janji yang harus ditepati, ada masa lalu yang belum selesai.
Namun, ketika semuanya mulai masuk akal, datanglah pilihan: bertahan dalam pernikahan yang penuh teka-teki atau melepaskan segalanya dan menghadapi konsekuensinya.
Di bawah langit yang sama, akankah hati mereka menemukan jalan untuk saling memahami? Atau pernikahan ini hanya menjadi awal da
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vin97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Gelap di Balik Pekerjaan Baru
Setelah meninggalkan sekolah, Alexa tak lagi punya tujuan. Ia tak memiliki pekerjaan, dan harus mencari pekerjaan segera mungkin. Sang ibu tidak tau jika Alexa telah diberhentikan dari sekolah.
Alexa mencoba mencari pekerjaan yang sesuai dengannya, ia sadar bahwa pendidikannya menjadi patokan utama untuk bekerja.
Alexa juga sudah mencoba menghubungi teman-temannya.
"Maaf Alexa, saat ini belum ada"
"Wah.. Alexa, kayaknya syaratnya gak sesuai untuk kamu."
"Kita disini butuhnya minimal D1" ucap temannya dibalik telepon.
"Baiklah gina.. gak papa. Terima kasih ya" ucap Alexa.
Alexa tak pantang menyerah,ia tetap mencari pekerjaan.
Disisilain ia tak ingin berlama-lama membohongi sang ibu. Setiap hari ia tetap keluar dijam 7 pagi seakan ia pergi mengajar dan pulang jam 2.
Sudah seminggu hal itu dilakukan oleh Alexa.
"Hallo al.."
"Aku dengar kamu lagi cari pekerjaan ?" Tanya Fitri.
Alexa tampak senang, seakan mendapat secercah harapan.
"Iya fit.. kamu ada ?" Tanyanya.
"Em.. tapi aku gak yakin kamu mau" ucap Fitri dengan ragu.
"Memangnya pekerjaan apa Fit ? Selagi bukan pekerjaan yang aneh, aku mau aja kok" ucap Alexa.
"Aku tidak lagi di posisi untuk memilih pekerjaan" sambungnya.
"Jadi teman aku ada buka club malam"
"Tenang aja kok, posisi yang kosong itu bagian waiters."
"Yaa.. hanya aja tempatnya ya club" ucap Fitri menekankan lokasinya.
Alexa menjadi bimbang.
"Club ya fit ?" Alexa tampak ragu.
"Iya.. gimana ?" Tanya Fitri
"Sepertinya aku tidak bisa Fit. Ibuku tidak tau aku sudah berhenti menjadi guru, kalau aku keluar malam, ibuku akan curiga dan aku gak mau dia tau" ucap Alexa
"Iya . Aku tau Al, tapi yang seperti kamu bilang kan"
"Kamu lagi gak ada diposisi untuk memilih pekerjaan" ucap Fitri dibalik telepon itu.
--
Alexa kemudian meminta waktu untuk Fitri, untuk memikirkan harus atau tidak ia menerima tawaran itu.
Alexa tampak bergumul, ia tampak bingung. Bahkan dirinya tak bisa tidur nyenyak.
Sampai dimana ia memutuskan segalanya.
"Fit.. aku terima tawarannya" ucap Alexa dibalik telepon itu.
Setiap harinya Alexa akan melakukan hal seperti biasa, dan kemudian ketika jam malam telah tiba, ia akan keluar diam-diam berharap ibunya tidak akan tau bahwa ia keluar pada malam hari.
--
Alexa kemudian memasuki club malam itu, ia bisa melihat orang-orang disana yang sedang menikmati malam mereka. Sesaat ia menyadari bagaimana saudaranya Nabila sangat menyukai tempat ini.
Meski ia lalui dengan sulit, pada akhirnya ia melakukan hampir satu Minggu.
"Alexa ? Kamu anak baru kan ?" Tanya waiters lain
"Iya.."
"Tolong bawa ke meja 3 ya" ucapnya memberikan nampan berisi pesanan itu
"Baik" Alexa kemudian membawa nampan itu kemeja 3.
Semua tampak berjalan dengan baik sampai dimana seorang pria dimeja lain, tepat disamping meja 3 itu memanggilnya.
"Hei cewek ! Kemari" teriak pelanggan dari meja yang berbeda.
Mendengar hal itu,Alexa berbalik dan menuju ke meja itu. Tanpa berburuk sangka, Alexa bertanya kebutuhan pelanggan itu.
"Ada yang diperlukan tuan ?" Tanya Alexa dengan sopan.
"Aku tambah 3 botol lagi" ucapnya.
"Baik tuan" Alexa bergerak menuju meja bar.
"Meja Dua minta tambah 3 botol lagi" ucap Alexa.
Namun bukan langsung menyiapkan, orang tersebut memperhatikan kearah meja.
"Dia sudah tambah 4 kali, aku khawatir kalau ditambah lagi dia akan berbuat masalah" ucapnya.
"Tapi dia pelanggan. Kita tidak bisa menolaknya bukan ?" Tanya Alexa.
Meski terlihat ragu, orang tersebut menyiapkan minuman itu dan ia letakkan ke nampan Alexa.
Alexa berjalan perlahan membawa nampan berisi minuman ke meja dua, tempat para pria tampak sedang menikmati malam mereka dengan riang. Dengan langkah hati-hati, ia meletakkan nampan itu di meja dan tersenyum, menyapa mereka dengan sopan.
"Silakan dinikmati," ucap Alexa dengan lembut, menjaga jarak namun tetap menunjukkan keramahan.
Namun, sebelum ia sempat berbalik pergi, suara salah seorang pria dari meja itu terdengar menginterupsi.
"Tunggu, kau mau kemana?" Pria itu bertanya, tatapannya tajam, seakan menahan Alexa dari pergi begitu saja.
Alexa menoleh, melihat pria yang berbicara padanya. Meskipun ekspresinya tenang, ia bisa merasakan ketegangan yang mulai tumbuh. "Apa perlu sesuatu lagi?" tanyanya dengan suara yang masih terdengar sopan, berusaha menjaga sikap profesionalnya.
Pria yang duduk di meja itu tersenyum nakal. "Tentu saja, kau harus duduk disini. Menemani kami," ucapnya, dengan nada yang mengandung unsur paksaan.
Rekannya yang duduk di kursi sebelahnya mulai tertawa. Mereka saling melemparkan tatapan penuh godaan. Alexa merasa tidak nyaman, namun ia mencoba tetap tenang.
"Maaf, tuan. Pekerjaan saya hanya mengantar minuman, tidak lebih dari itu," jawab Alexa dengan nada rendah hati dan senyuman yang masih terjaga di wajahnya.
Namun, saat Alexa berusaha untuk pergi, tangan salah satu pria itu dengan cepat menarik lengannya. Alexa terguncang dan terjatuh, tubuhnya terdorong ke arah sofa yang berada di dekat meja.
"Tolong! Lepaskan saya! Saya tidak mau!" Alexa berteriak, berusaha menarik dirinya dari cengkeraman pria itu. Tetapi, pria tersebut terus menahannya, membuat Alexa merasa semakin terpojok dan cemas.
Dengan rasa khawatir yang mendalam, Alexa menoleh pada rekan-rekannya yang berada di dekatnya. Namun, tak seorang pun tampak berani membantu. Mereka hanya duduk, menatap tanpa melakukan apa pun.
Perasaan ketakutan mulai menguasai Alexa. Dia ingin berteriak, namun suara itu terperangkap di tenggorokannya. Semua perasaan itu mulai menggerogoti keberaniannya.
Tiba-tiba, seorang pria muda muncul dari arah pintu dan berjalan dengan langkah mantap menuju meja dua. Alexa menoleh dan melihat sosok pria tersebut yang tampaknya berusaha menghalau situasi ini.
"Wanita itu sudah memintamu berhenti. Bukankah kau harusnya berhenti?" Pria itu berkata, suaranya tegas dan penuh keyakinan.
Semua mata di meja dua sekarang tertuju pada pria muda itu. Alexa merasa sedikit terkejut, namun hatinya sedikit lebih tenang. Adakah harapan?
Pria di meja dua itu menatapnya dengan tatapan tajam. "Siapa kau?" ujarnya dengan nada sombong, merasa tersinggung karena dihentikan.
"Anda sudah mabuk, Tuan. Tidak sebaiknya anda memaksa wanita yang tidak mau," pria muda itu menjawab dengan sabar, tapi dengan kekuatan dalam suaranya yang membuat semuanya hening.
Namun, pria itu yang semula tertawa, kini bangkit dari kursinya dengan gerakan cepat. Wajahnya berubah serius, penuh amarah. "Kau mau jadi pahlawan? Ha?" Tanyanya dengan nada menantang.
Pria muda itu tetap tenang, wajahnya tidak berubah sedikit pun. "Tidak! Aku hanya ingin membantu wanita ini," jawabnya, kali ini menatap Alexa dan mengulurkan tangannya.
Alexa memandangnya sejenak, bingung, tetapi ada sesuatu dalam tatapan pria itu yang membuatnya merasa aman. Tanpa berpikir panjang, ia meraih tangan pria itu, menarik dirinya keluar dari cengkeraman pria yang sebelumnya menahannya.
Ketika pria mabuk itu melihatnya, kemarahannya memuncak. "Hei!! Sialan kau!" teriaknya, lalu mengarahkan kepalan tangannya ke arah pria muda itu.
Namun, sebelum pukulan itu sempat mengenai sasaran, dua penjaga datang dengan cepat. Mereka memegangi pria mabuk itu dengan kuat dan menahannya. "Tuan! Sebaiknya anda pergi! Anda sudah sangat mabuk, sebelum anda mengganggu kenyamanan yang lain," kata salah satu penjaga dengan nada tegas.
Pria itu mengumpat kesal. Wajahnya penuh amarah, namun ia sadar tidak bisa melawan lebih jauh. Dengan geram, ia berbalik dan meninggalkan meja dua.
Alexa berdiri di samping pria muda itu, merasa sedikit lega meskipun jantungnya masih berdebar kencang. Ia menatap pria muda yang telah menyelamatkannya dengan penuh rasa terima kasih.
"Terima kasih..." ucap Alexa pelan, merasa malu dan canggung. Namun pria muda itu hanya tersenyum ringan.
"Tak masalah. Aku hanya melakukan hal yang seharusnya dilakukan," jawabnya, lalu menatap Alexa dengan penuh pengertian. "Apakah kau baik-baik saja?"
Alexa mengangguk, meskipun hatinya masih berdebar. "Ya, aku... aku rasa aku baik-baik saja."
Meski begitu Alexa masih cemas, matanya bergerak kekiri dan kekanan.
"Sepertinya ini bukan kerjaan yang kamu inginkan ?" Tanyanya seolah menyadari Alexa tampak tak nyaman.
"Ah ? Ya.." ucapnya ragu apakah harus ia katakan hal ini pada orang yang baru ia temui.
Pria itu tersenyum lalu mengeluarkan kartu namanya pada saku celananya.
"Kamu bisa menghubungiku, kebetulan aku bekerja disatu perusahaan"
"Kamu bisa mengirimkan CVmu" ucapnya sembari memberikan kartu nama miliknya.
Awalnya Alexa tampak senang, karena ia mungkin bisa berhenti dari pekerjaan yang menakutkan ini.
Namun.. tangannya berhenti ketika ia melihat nama perusahaan yang ada di kartu nama itu.
Dewantara Group..
To be continued..