(Area orang dewasa🌶️)
Hidup Viola Amaral berubah drastis ketika sebuah kontrak mengikatnya pada kehidupan seorang jenderal berpengaruh. Bukan pernikahan impian, melainkan perjanjian rahasia yang mengasingkannya dari dunia luar. Di tengah kesepian dan tuntutan peran yang harus ia mainkan, benih-benih perasaan tak terduga mulai tumbuh. Namun, bisakah ia mempercayai hati seorang pria yang terbiasa dengan kekuasaan dan rahasia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
...Senja merayap tanpa terasa, mengantarkan Viola pada perpisahan dengan panti asuhan. Sebuah taksi membawanya meninggalkan tempat penuh kenangan itu menuju kemegahan mansion. Perjalanan singkat mengantarkan Viola tepat di depan gerbang besi yang menjulang....
"Ini ongkosnya, Pak," ujar Viola seraya menyodorkan beberapa lembar uang kertas.
"Terima kasih, Nak," jawab supir taksi dengan ramah, menerima uluran Viola.
...Setelah membayar, Viola turun dari taksi dan berdiri sejenak di depan pagar tinggi mansion. Satpam yang sigap melihat kedatangannya segera menghampiri dan membukakan gerbang. Dengan langkah tenang, Viola memasuki pekarangan rumah megah itu....
...Belum jauh ia melangkah, seorang pelayan tampak berlari tergesa-gesa ke arahnya, raut wajahnya dipenuhi kepanikan....
"Nyonya!" serunya dengan nada cemas, mempercepat langkah mendekati Viola.
Viola mengerutkan kening, menatap pelayan yang terengah-engah di hadapannya. "Ada apa, Bi?" tanyanya dengan nada khawatir.
"Hah... hah... hah... syukurlah Nyonya lekas tiba," jawab pelayan itu dengan napas tersengal. "Mari, kita harus segera ke dapur. Tuan sudah pulang dan beliau ingin menyantap masakan Nyonya sendiri," desaknya terburu-buru.
...Mengerti akan permintaan pelayan itu, Viola mengangguk dan segera berlari kecil bersama pelayan itu memasuki mansion, menuju dapur. Sementara Viola mulai menyiapkan masakan, pelayan yang lain berjaga di dekat pintu dapur, sesekali melirik ke arah pintu kamar Revan....
"Nyonya, sudah selesai?" bisik pelayan itu dengan suara pelan.
"Sebentar lagi," balas Viola berbisik, tangannya cekatan mengaduk masakan yang tengah mendidih di atas kompor. Aroma gurih mulai memenuhi dapur.
...Sementara itu, di dalam kamar, Revan baru saja selesai mandi. Ia melangkah menuju walk-in closet, membuka pintunya lebar, dan mengambil setelan santai berwarna gelap. Dengan gerakan santai, ia mengenakannya....
"Ke mana wanita itu?" gumam Revan seorang diri, matanya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul enam sore, hampir memasuki pukul tujuh malam. Ada sedikit nada tidak sabar dalam gumamannya.
...Selesai berpakaian, Revan beranjak menuju pintu kamar dan membukanya. Seketika, aroma menggugah selera menyeruak, menyambutnya dengan janji kelezatan. Langkahnya tergesa menuju tangga, tak sabar untuk segera turun....
...Di lantai bawah, pelayan yang sedari tadi mengawasi, melihat Revan menuruni tangga. Dengan jantung berdebar, ia berlari menghambur ke dapur....
"Nyonya! Gawat! Tuan sudah keluar dari kamar!" bisiknya panik.
"Syukurlah sudah rampung," sahut Viola lega, segera menanggalkan celemeknya.
"Sajikan di meja makan," perintah Viola cepat. "Aku akan keluar lewat pintu belakang dapur." Tanpa menunggu jawaban, Viola meraih tasnya dan bergegas menuju pintu belakang, menyelinap keluar menuju taman belakang mansion.
"Bi!" seru Revan lantang, mendudukkan diri di kursi kepala meja makan dengan gestur tak sabar.
"Sebentar, Tuan!" jawab kepala pelayan dengan nada sedikit tergesa. Matanya meneliti deretan hidangan yang Viola masak, tertata rapi di atas troli makanan.
...Dengan sigap, kepala pelayan mendorong troli keluar dari dapur menuju ruang makan. Aroma masakan yang menggoda semakin kuat saat hidangan-hidangan itu tersaji di hadapan Revan yang sudah menunggu dengan tatapan lapar....
"Maafkan kelancaran ini, Tuan. Kami baru saja menyiapkannya kembali," ucap kepala pelayan dengan sopan sembari menyendokkan nasi dan lauk ke piring Revan.
"Lain kali, pastikan semua siap tepat waktu," titah Revan dengan nada tegas namun tanpa meninggikan suara, memberikan peringatan.
"Baik, Tuan. Saya mengerti," jawab kepala pelayan patuh.
...Setelah memastikan semua hidangan tertata sempurna di meja, kepala pelayan membungkuk sedikit dan pamit undur diri, meninggalkan Revan untuk menikmati santap malamnya dalam kesunyian....
...Di balik pintu mansion, tersembunyi dalam remang cahaya senja, Viola berdiri terpaku di depan kaca jendela transparan yang terbuka sedikit. Matanya tak lepas dari sosok Revan yang duduk seorang diri di ruang makan, menikmati hidangan buatannya dengan begitu lahap....
"Syukurlah... kamu menyukainya," bisik Viola lirih, senyum tipis mengembang di bibirnya. Sebuah kebahagiaan sederhana namun mendalam menyelimuti hatinya melihat suaminya menikmati masakannya.
...Selama lima bulan terakhir, sebuah rahasia manis terjalin. Diam-diam, Viola merawat Revan melalui sentuhan lembut masakannya. Perlahan, berat badan Revan bertambah, tubuhnya kembali berisi. Wajahnya yang dulu tampak kering dan lesu kini memancarkan ketampanan dan kesegaran....
...Beberapa menit berlalu, Revan menyeka mulutnya dengan serbet, tanda ia telah selesai makan. Ia bangkit dari kursi dan melangkah menuju ruang kerjanya, menghilang di balik pintu kayu yang kokoh. Begitu bayangan Revan lenyap, Viola dengan gerakan cepat dan hati-hati menyelinap masuk kembali ke dalam mansion dan bergegas menaiki anak tangga menuju kamar mereka....
"Fiiuuhh... nyaris saja," bisik Viola seraya mengembuskan napas lega. Jantungnya masih berdebar tak karuan. Ia meletakkan tas di atas meja rias, lalu mendudukkan diri di sofa empuk, mencoba menenangkan diri.
...Setelah beberapa saat beristirahat, Viola bangkit. Dengan gerakan perlahan, ia menanggalkan pakaiannya dan melilitkan handuk di tubuhnya sebelum melangkah menuju kamar mandi. Di bawah guyuran air hangat, ia membasuh peluh dan ketegangan yang mengiringi misinya di dapur....
...Keluar dari kamar mandi dengan rambut basah yang tergerai bebas, Viola berjalan santai menuju kopernya yang tergeletak di sudut ruangan, tanpa menaruh curiga sedikit pun pada keheningan kamar....
"Kapan kamu pulang?" Suara dingin dan menusuk Revan tiba-tiba memecah keheningan yang menyesakkan.
"Kya!" pekik Viola terkejut, tubuhnya menegang seketika. Refleks karena kaget, tangannya bergerak hingga tanpa sengaja handuk yang melilit tubuhnya melorot jatuh ke lantai.
(Bersambung)