WA 089520229628
Sebuah kisah tentang seorang istri yang dikhianati suami juga sahabat baiknya sendiri. Yuk mampir biar karya ini ramai kayak pasar global.
Karya ini merupakan karya Author di akun lain, yang gagal retensi. Dan kini Author alihkan di akun Hasna_Ramarta. Jadi, jika kalian pernah membaca dan merasa kisahnya sama, mungkin itu karya saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Mendapat Pekerjaan
Dua bulan kemudian,
Sauza sudah memiliki tempat tinggal sementara di sebuah kontrakan petak di pinggiran kota Jakarta, dengan harga yang terbilang mahal menurut kantongnya. Sementara ini, Sauza bertahan hidup dengan uang penjualan perhiasan yang dia gadaikan ke pegadaian. Daripada dijual ke toko emas, dia lebih memilih menjual ke pegadaian, sebab menjual ke toko emas akan rugi banyak karena potongannya lumayan besar.
Untuk dua bulan ke depan, uang hasil gadai emas cukup untuk bayar kontrakan dan makan sehari-hari. Tapi, Sauza tidak mungkin berdiam diri sampai menunggu uang itu habis. Sauza berpikir keras dan kembali akan mencari pekerjaan di rumah-rumah makan di kota besar itu, sebelum uang hasil menggadaikan emas itu habis.
Hari ini dia kembali akan mencari pekerjaan. Menurut berita yang didapatnya di koran pagi ini, di kawasan Jagakarsa ada lowongan kerja sebagai pelayan restoran ternama. Sayangnya jarak tempuh dari kontrakannya lumayan jauh, yakni 45 menit. Itupun ditempuh dengan menaiki angkot jika sedang lancar. Tapi jika sedang macet, maka dipastikan akan datang terlambat di tempat tujuan.
Namun, Sauza tetap pergi dan menjumpai restoran itu. Dengan berpakaian formal khas melamar pekerjaan, Sauza dengan semangat berangkat dengan menaiki angkot jurusan yang sama dengan alamat restoran tujuannya.
Suasana di kota Jakarta sudah mulai terasa panas, meskipun hari masih pagi. Sauza mengipas tubuhnya dengan tangannya untuk mengipasi tubuhnya yang terasa panas dan mulai berkeringat. Kemeja sedikit basah.
Empat puluh menit kemudian, angkot yang ditumpangi Sauza tiba. Sauza menoleh ke sebelah kiri, tepat di depannya sebuah plang besar terpampang sebuah nama restoran dengan tulisan yang besar.
Ini dia, **Selera Kita Restoran** yang menjadi tujuan utama Sauza. Sauza memasuki gerbang restoran yang sepertinya selalu terbuka sepanjang waktu, sebab restoran ini tidak pernah sepi dari pengunjung.
Sauza harus berjalan beberapa meter ke dalam, untuk menuju restoran, karena restoran itu halaman parkirnya luas dengan pengunjung yang banyak.
Tiba di depan meja kasir, Sauza menyapa ramah sang kasir. "Maaf Mbak, lowongan pekerjaan di restoran ini apakah masih kosong?" tanyanya berharap banyak pada salah satu Kasir di sana.
"Sebentar, Mbak duduk saja dulu di kursi tunggu. Saya sedang melayani pelanggan." Kasir itu justru menyuruh Sauza duduk menunggu. Padahal apa salahnya jika menjawab lowongan pekerjaan itu sudah terisi atau tidak.
Tapi Sauza mencoba menunggu dan sabar, siapa tahu kasir itu memang orang yang punya kompeten di restoran ini untuk menilai seorang pelamar untuk kerja di restoran ini.
Setengah jam kemudian, kasir itu tiba-tiba memanggil Sauza.
"Mbak," panggilnya seraya melambaikan tangan pada Sauza yang tadi sempat putus asa. Sauza sumringah lalu berdiri.
"Iya, Mbak."
"Kalau kamu bekerja di sini, kamu harus jujur dan jaga sikap. Jika sekali tidak jujur, maka akan mudah didepak oleh Bos," peringatnya seraya menatap Sauza tajam.
"Baik, Mbak. Saya paham." Sauza menyahut dan mengangguk.
"Baiklah. Kamu lewati ruangan pengunjung ini, naik tangga lalu lurus, belok kanan. Di sana ruangan Bos. Dan Bos sendiri yang akan langsung mewawancara kamu." Kasir itu memberi petunjuk jalan untuk Sauza. Sauza cukup paham.
"Terimakasih Mbak," ucapnya seraya bergegas meninggalkan meja kasir lalu berjalan sesuai arahan kasir tadi.
Sauza mulai menaiki tangga, lalu lurus dan belok kanan. Di depan sana ada satu ruangan tertutup. Kemungkinan itu adalah ruangan pemilik restoran ini. Sauza segera mendekat dan berdiri di depan pintu itu.
Pintu itu sepertinya otomatis, sebab hanya dengan sedikit sentuhan kulit, pintu itu tiba-tiba terbuka lebar. Sauza sangat kaget, tadinya dia akan berbasa-basi dan mengucap salam.
"Silahkan masuk."
Seorang lelaki dengan tubuh membelakangi meja mempersilahkan Sauza masuk. Dengan langkah ragu, Sauza masuk dan mendekat.
"Selamat pagi, Pak," sapanya ramah. Lelaki dewasa yang usianya diperkirakan mau setengah abad itu perlahan memutar kursinya dan menghadap ke arah Sauza.
"Pagi. Kamu yang mau melamar pekerjaan itu?" tanyanya langsung.
"Betul, Pak." Sauza menjawab sembari menundukkan kepalanya segan, sebab lelaki paruh baya itu menatap Sauza dari atas hingga bawah tanpa berkedip sedikitpun.
Lelaki paruh baya yang usianya diperkirakan sekitar 50 tahun itu, masih terlihat tampan dan gagah, tidak terlihat setua itu. Senyumnya sangat menawan dan ramah.
"Baiklah. Saya sendiri yang akan mewawancara kamu. Jawab yang jujur dan cepat." Sauza mengangguk setuju.
"Status?" Lelaki yang bernama **Kendra Kafeela** itu bertanya di luar konteks. Tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.
"Status apa maksudnya, Pak?" Sauza memberanikan diri bertanya karena dia kurang paham.
"Status pernikahan kamu?" ulangnya. Sauza tidak langsung menjawab, dia bingung menjawab.
"Apakah kamu keberatan dengan pertanyaan itu?" Sauza menggeleng. "Lalu?" Lelaki itu melanjutkan pertanyaan dengan nada ingin tahu.
"Status perkawinan saya masih istri orang, Pak. Tapi, kemungkinan besar dalam waktu dekat ini saya dan suami saya akan bercerai. Karena suami saya ketahuan selingkuh dengan sahabat saya," jawab Sauza lancar. Entah kenapa dia begitu lancar memberi jawaban dan tanpa segan. Mungkin karena pemilik restoran itu mendesaknya sehingga tidak ada pilihan lain untuk Sauza.
"Oh, ya? Kamu serius? Perempuan secantik dan semuda kamu dengan tega dikhianati suami? Dan gilanya lagi suaminya berselingkuh dengan sahabat kamu sendiri?" kagetnya seakan tidak percaya.
"Ya, begitulah, Pak. Karena saya belum hamil, suami saya menganggap saya mandul dan akhirnya tergoda dengan sahabat saya." Sauza meneteskan air mata saat mengakhiri ceritanya.
Pria di depannya tidak tega melihat Sauza menangis.
"Baiklah, saya terima kamu bekerja di sini, dengan syarat kamu harus tinggal di mess ini," tekan lelaki itu.
"Serius Pak, saya diterima?" Sauza tidak percaya, matanya sampai terbelalak.
"Iya. Silahkan ikut saya, saya akan tunjukkan ruangan kamu sebagai Bendahara restoran ini," ucapnya berdiri lalu mengajak Sauza ke sebuah ruangan.
Sauza semakin terhenyak, saat lelaki paruh baya itu berdiri dan mengajaknya ke sebuah ruangan yang disebutnya ruang Bendahara.
"*Ruang Bendahara, itu artinya aku akan jadi Bendahara di restoran ini? Yang benar, apakah aku tidak sedang bermimpi? Aku pikir hanya jadi Pelayan biasa di restoran ini, tapi kenapa jadi Bendahara*?" batinnya bertanya-tanya. Walau demikian, Sauza tetap mengikuti pria yang kini akan menjadi Bosnya itu menuju ruang Bendahara.
kenapa bisa seperti itu???
lebih baik berobat pak Kendra...
🤣🤣🤣🤣
Mira kau tak berkaca siapa dirimu, berapa lama jadi simpanan Bima, sebelum hamil kau dengan siapa?
Ukur baju orang lain jangan dengan ukuran tubuhmu, ya! Kau ingin memanasi Sauza, kan. Kutunggu, dengan setia.