NovelToon NovelToon
BAHAGIA?

BAHAGIA?

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Anak Yatim Piatu / Mengubah Takdir
Popularitas:663
Nilai: 5
Nama Author: Nemonia

berfokus pada kisah Satya, seorang anak dari mantan seorang narapidana dari novel berjudul "Dendamnya seorang pewaris" atau bisa di cek di profil saya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

"Hanya Satya keturunannya. Bisa jadi dia ingin memiliki anak lagi. Tapi... Shin, kau tidak mungkin melakukannya. Selain itu, kau tidak kasihan padanya? Aku tahu siapa dirimu, kau wanita yang setia juga ingin pria yang juga hanya setia padamu. Tapi kembali lagi, pria itu telah lama kehilangan waktu. Tak menutup kemungkinan, dia ingin mengganti waktunya selama di penjara setelah bebas nanti." Raska terus saja memberi bumbu agar Shintia semakin berkecil hati. la berhasil melakukannya pada Yoga, dan jika berhasil melakukannya juga pada Shintia, mereka akan berpisah atas keinginan masing-masing.

Shintia menoleh, menatap Raska dengan senyuman hingga matanya menyipit. "Ras, bisakah kau berhenti membicarakannya? Dan maaf, aku masih ada pekerjaan di dalam rumah," ucapnya sebagai isyarat mengusir Raska.

Raska terhenyak, ia kira dirinya berhasil membuat Shintia menyerah.

"Yah... baiklah. Mengenai yang tadi, aku minta maaf. Aku ... hanya mengkhawatirkan dirimu. Dan sebelum itu terlambat hanya ingin mengingatkanmu. Kalau begitu aku pergi. Mengenai reuni tadi, kau bisa menghubungiku jika berubah pikiran." Setelah mengatakan itu, Raska melangkah dan memasuki mobilnya. Dan saat mobilnya mulai meninggalkan kediaman Shintia, raut wajah Shintia tampak gusar. Apa yang Raska katakan semakin membuat pikirannya tidak tenang.

Di tempat Yoga terlihat ia yang tengah berhadapan dengan seorang pria. Sebelumnya penjaga mengatakan ada seseorang yang datang menjenguk. Dan ia pun begitu terkejut melihat bahwa orang itu adalah Tian.

Yoga tersenyum kecut dan menggeleng ringan. " Sudah sangat lama," gumamnya.

"Ya, kau benar. Kenapa kau sekarang menjadi pecundang?" balas Tian yang juga merekahkan senyuman.

"Karena aku memang pecundang."

"Tsk. Padahal kau bisa bebas sejak awal. Ke mana perginya warisan ayahmu yang kau rebut?" Selama ini Tian tinggal di luar negeri. la bahkan lupa kapan terakhir kali berhubungan dengan Yoga. Dan saat ia kembali, ia sudah mendapati Yoga berada di balik jeruji besi. Padahal ia kira, Yoga berhasil membalas dendamnya dan hidup tenang dengan harta yang dulu direbut pamannya.

Yoga hanya diam, cukup lama, sampai akhirnya ia menjawab. "Entahlah. Kurasa aku memang pantas mendapatkan ini. Setelah semua yang terjadi, aku merasa hidup ini tidak ada artinya, tidak berguna. Meski aku sudah membalas dendam kedua orang tuaku, rasanya di sini." Menunjuk tepat di tengah dadanya. "Kosong. Tidak ada rasa kepuasan sedikitpun."

Tian hanya diam. la seolah dapat mengerti bagaimana perasaan Yoga. Mungkin itulah yang membuatnya memilih di sana.

"Kau benar. Tapi kau melupakan sesuatu, Ga."

Dahi Yoga tampak berkerut. "Maksudmu?"

"Kau lupa bahwa kau berhak bahagia. Kau lupa bahwa kau wajib membahagiakan seseorang. Kau terlalu tenggelam pada perasaanmu, rasa bersalah serta kekosongan yang kau rasakan sampai-sampai kau melupakan wanita itu dan anakmu. Apa kau berpikir? Wanita itu sudah menderita karenamu, dan harus lebih menderita lagi sampai detik ini juga karena dirimu," tutur Tian agar Yoga sadar.

"Kau.., dari mana kau tahu?"

Tian menghela nafas seraya memejamkan mata sejenak. "Niko yang memberitahuku semuanya. Selama ini dia juga tidak pernah berhenti mengawasimu. Itu semua dia lakukan atas permintaan Reza."

Yoga terdiam terlebih mendengar nama Reza. Selama ini Reza tak berhenti membantunya. Bahkan dia telah tiada pun, jejak kebaikannya masih terus ada.

"Sekarang sudah saatnya. Berhentilah menyiksa dirimu, bahagia lah dan bahagiakan wanita itu dan anakmu."

"Ada yang membuatku penasaran. Kenapa kau baru menemuiku hari ini setelah sekian lama?" Ini lah yang ingin Yoga tanyakan sejak awal.

"Karena aku baru bertemu dengannya. Jika aku bertemu dengannya sejak awal, mungkin aku sudah di sini bahkan sebelum kau memilih dipenjara."

"Kau yakin tidak mau menerima tawaranku?"

Saat ini Yoga masih duduk berhadapan dengan Tian dibatasi kaca transparan. Sejak awal Tian di sana, pria itu sudah memberi tawaran kebebasan untuknya. Jika Yoga mau, dia bisa melakukannya sejak awal. Tapi ia tidak. Seperti yang dikatakannya sebelumnya, ia memiliki tujuan dan cara berpikir sendiri mengenai masalah yang dihadapinya.

"Kurasa lima belas tahun sudah cukup untukmu berpikir dan menemukan jawaban. Sudah cukup untuk menghukum diri sendiri. Daripada melakukan hal dia-sia seperti itu, kenapa tak mencoba memperbaikinya dari awal? Membuat lembaran baru dengan menghapus tinta hitam dari masa lalu?" Tian tak berhenti membujuk Yoga. la tak akan berhenti sampai Yoga memilih bebas. Bagaimanapun dulu Yoga telah membantunya meski bisa dibilang apa yang didapatnya dari Yoga adalah

sebagai bayaran.

"Akhir-akhir ini ada seseorang yang ingin membunuhku. Dan aku justru mencurigaimu melihat kau tak berhenti membujukku," ucap Yoga tiba-tiba. Bukannya menjawab tawaran Tian, ia justru berprasangka buruk padanya.

Tian menatap Yoga penuh curiga. "Apa maksudmu?"

Yoga memejamkan mata sejenak kemudian menjawab, "Aku tak pernah tahu mungkin kau memiliki dendam padaku."

"Rasanya aku ingin sekali memukulmu!" geram Tian dengan tangan terkepal seperti meremas sesuatu.

Mendengar itu, Yoga hanya menyunggingkan senyum kemudian mengatakan, "Baiklah. Aku akan memikirkannya terlebih dahulu."

"Dasar pria bodoh! Apa lagi yang kau pikirkan?! Rasanya aku menyesal telah menemuimu sekarang!"

Setelah terjadi perdebatan itu, kunjungan Tuan selesai karena waktu telah habis. Sebenarnya ia masih ingin di sana lebih lama tapi Yoga menyuruhnya segera pergi. Setelahnya Yoga kembali ke dalam sel dan segera disambut siulan oleh dua temannya.

"Cie yang habis ketemu," ucap Bams dengan melempar lirikan menggoda.

"Harusnya kau minta bilik cinta pada polisi, Ga," sahut Fajri yang seketika membuat Yoga dan Bams menoleh padanya. "Apa, kenapa kalian menatapku seperti itu?"

"Mereka belum menikah, mana boleh minta bilik cinta? Kau kira tempat ini hotel?" seloroh Bams dengan memberi jitakan kecil di kepala Fajri. Kadang otak Fajri memang harus dicuci.

"Sssh!" Fajri mendesis dan memegangi kepala yang menjadi korban Bams. "Tsk, di luar sana, baru kenal pun sudah main ranjang."

"Sebaiknya kau diam, jika tak ingin kepalan tanganku membungkam mulutmu!" ancam Bams. Pembicaraan seperti ini mengingatkannya pada kasus pemerkosaan adiknya dan ia membenci itu.

Seketika Fajri menutup mulut rapat-rapat. la lupa pembicaraan seperti ini di depan Bams, sangatlah riskan.

"Yang menjengukku tadi bukan dia," ucap Yoga tiba-tiba berniat mencairkan suasana.

"He? Jadi siapa? Anakmu? Atau, apa selama ini kau punya keluarga tersembunyi?" tanya Fajri bertubi-tubi. la sengaja, berharap suasana hati Bams kembali seperti semula.

"Teman lama," jawab Yoga singkat.

"Ternyata kau punya teman juga, ya."

Yoga terdiam sejenak teringat masa lalu. la sendiri tak menyangka Tian akan mengunjunginya. Tiba-tiba perhatian Yoga teralihkan. la menatap Bams dan Fajri bergantian dalam diam seperti ada yang tengah dipikirkan. Melihat itu Bams dan Fajri pun menatapnya penuh tanya.

"Kenapa melihat kami seperti itu? Teman lamamu butuh tumbal dan kau ingin menjadikan kami tumbalnya?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!