Mereka mengatakan dia terlahir sial, meski kaya. Dia secara tidak langsung menyebabkan kematian kakak perempuannya dan tunangannya. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang berani menikahinya. Mempersiapkan kematiannya yang semakin dekat, ia menjadi istrinya untuk biaya pengobatan salah satu anggota keluarga. Mula-mula dia pikir dia harus mengurusnya setelah menikah. Namun tanpa diduga, dia membanjirinya dengan cinta dan pemujaan yang luar biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Mata Luca menunjukkan ketegasan yang dingin. "Aku akan melepaskannya, karena menghormati Freya, juga karena nenek yang sedang kalian coba selamatkan sekarang. Lain kali kalau berani berbicara kasar padaku lagi, aku tidak akan sebaik ini."
John mencengkeram kuat lengan Priscilla, yang meringis kesakitan. Setelah mendengar Luca, ia menggertakkan giginya dengan sikap menantang. Ia hampir saja membalas, ketika Nina, yang berada di sebelahnya, menghentikannya.
Karena Nina beberapa tahun lebih tua, ia memiliki pandangan hidup yang lebih luas.
Dengan sekali pandang, ia langsung menyadari bahwa baik pakaian maupun kain sutra yang menutupi mata Luca sangat mahal.
Selain itu, auranya memancarkan kemewahan. Sejak awal, Nina sudah sadar bahwa pria itu berasal dari keluarga terpandang dan berkuasa. Kata-kata Luca membuktikan bahwa dugaannya benar.
Ia menahan Priscilla dan menegurnya dengan halus melalui anggukan kepala.
"Tiba-tiba aku teringat bahwa aku dan adikku ada urusan yang harus diselesaikan. Kami pergi dulu!" Setelah berkata demikian, ia menarik Priscilla bersamanya dan cepat-cepat pergi, tanpa menunggu jawaban dari Leo.
"Tuan Moretti, kami benar-benar membuat tontonan yang memalukan." Setelah kedua wanita itu pergi, Leo mulai tertawa karena malu. "Mereka keluargaku, dan aku tak punya satu pun alasan untuk membela mereka. Jadi, aku serahkan semuanya pada Freya..."
"Freya dan aku baik-baik saja." Suara dingin Luca kembali terdengar. "Freya, aku ingin bicara secara pribadi dengan Paman Leo."
Freya memandang Leo. "Di mana Bibi Diana?"
"Dia mengantar Jude dan Bane ke sekolah."
Wanita lembut itu menghela napas dalam-dalam. "Kalau begitu, kau pasti belum makan, kan?"
"Belikan sarapan untuk kami," kata Luca dengan nada lembut.
Freya mengangguk, berbalik, dan pergi.
Ketika sosoknya menghilang di ujung lorong, Leo menghela napas pelan. Ia menatap Luca. "Tuan Moretti, tentang apa Anda ingin bicara dengan saya?"
"Apakah saudari-saudari Anda memang selalu seperti itu?"
"Ya."
"Freya tumbuh di lingkungan seperti itu?"
"Ya."
Luca berbalik dan mendorong kursi rodanya menuju jendela, merasakan angin dingin dari luar. "Sungguh tidak mudah baginya tumbuh dalam lingkungan seperti itu, tapi terkadang dia benar-benar bodoh."
"Freya bukan bodoh. Dia hanya polos, jujur, dan lugas dalam menghadapi orang dan berbagai hal."
Leo menghela napas. "Tuan Moretti, Anda adalah orang yang akan bersama dengannya seumur hidup... Saya harap Anda mau meluangkan waktu untuk mengenalnya lebih baik. Sebenarnya, dia gadis yang sangat baik."
Luca tertawa. "Apa aku pernah bilang aku akan bersamanya seumur hidup?"
"Tapi... Freya sudah mempersiapkan diri untuk hidup bersamamu seumur hidupnya."
Luca menatap ke bawah. Di depan rumah sakit, tampak seorang gadis muda mengenakan celana jeans dan kaus putih berjalan cepat menuju toko roti di seberang jalan.
Angin pagi menerbangkan rambut hitamnya. Di bawah cahaya pagi, ia tampak bersinar khas anak muda.
Ia menatapnya diam-diam, hingga gadis itu masuk ke dalam toko roti.
"Apakah pantas dia menikah denganku? Seorang pria buta yang secara tidak langsung menyebabkan kematian hampir seluruh anggota keluarganya?"
Leo menatapnya cukup lama. "Saya tidak percaya pada rumor yang beredar. Saya hanya percaya pada apa yang saya lihat. Mungkin cara berpikir Anda agak aneh dan latar belakang keluarga Anda juga tak biasa, tapi saya tahu Anda pria yang jujur, dan tak akan menyakiti wanita yang tulus padamu."
Luca tersenyum. "Saya punya informasi bahwa Anda adalah petani jujur di desa selama ini. Satu-satunya hal yang mencolok adalah Anda pernah menjadi tentara sukarela selama tiga tahun, lebih dari dua puluh tahun lalu. Meski hanya bekerja di dapur... kata-kata Anda barusan membuat saya mulai ragu dengan identitas Anda."
Luca tidak memiliki prasangka terhadap warga desa. Sebagian besar pelayan yang pernah bekerja di rumahnya berasal dari pedesaan. Namun mereka semua jujur dan sederhana, dan sering menggunakan bahasa sehari-hari yang hanya dimengerti oleh mereka sendiri.
Leo sempat terdiam. Lalu tertawa canggung.
"Itu karena saya sering menonton drama."
"Semoga memang begitu," pria di kursi roda itu tersenyum. Lalu ia berbalik untuk menganalisis ekspresi Leo melalui kain hitam di matanya. "Saya tidak akan terkejut jika ternyata anda bukan orang biasa."
"Karena orang biasa tidak akan pernah berpikir untuk menikahkan keponakan yang ia besarkan selama dua puluh tahun dengan orang asing, hanya demi menyelamatkan ibunya."
Leo sedikit pucat. "Saya tidak punya pilihan. Sayang sekali... nasib Freya tidak begitu baik."
Ia menatap Luca, seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi ia menahan diri.
Lalu ia menghela napas. "Tuan Moretti, Freya benar-benar gadis yang sangat baik. Saya harap Anda memperlakukannya dengan baik."
"Meski Anda tidak mencintainya... Tolong jangan sakiti dia terlalu dalam, jika suatu saat nanti Anda tak menginginkannya lagi."
Nada suara Leo terdengar sangat rendah hati.
Sementara itu, Freya sedang memegang bungkusan sarapan sambil naik tangga dengan napas tersengal. Peluh membasahi pelipisnya. Tepat saat ia sampai di depan pintu tangga, ia mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Leo.
Tangannya yang hendak membuka pintu tiba-tiba membeku. Kakinya terasa seperti tertancap di lantai.
Pintu ringan itu kini terasa begitu berat, dan ia tidak sanggup membukanya.
"Itu bukan hal yang bisa kau kendalikan."
Suara berat Luca masih terdengar tanpa kehangatan. "Kau sebaiknya berdoa agar ibumu, yang sedang kau coba selamatkan dengan pernikahan dan masa muda Freya, tidak meninggal terlalu cepat. Jika tidak, itu akan sangat memalukan baginya."
Kedua tangan Leo terkepal erat.
Di depan pintu, Freya memeluk erat bungkusan sarapannya.
"Ah! Kok bisa ada orang di sini?!"
Tiba-tiba, terdengar teriakan dari belakangnya.
Freya tersentak. Saat menoleh, ia melihat seorang pria dan wanita yang entah sejak kapan sudah berada di anak tangga di bawah.
Si pria mendorong tubuh wanita itu ke dinding. Pakaian mereka terbuka sebagian, dan kulit paha mereka terlihat jelas.
Teriakan itu berasal dari si wanita.
Ketika Freya akhirnya sadar kembali, kedua orang itu sedang menatapnya dengan ekspresi terkejut.
Pemandangan itu benar-benar tak layak dilihat, jadi Freya segera berbalik. Ia membuka pintu, berniat keluar secepatnya, tapi karena panik, ia tidak memperhatikan arah langkahnya.
Lalu...
Dengan suara keras, gadis yang membawa dua paket sarapan lengkap itu terjatuh langsung ke lantai marmer, dalam posisi aneh dan wajah menempel ke lantai.
Leo dan Luca langsung menoleh bersamaan.
Mereka melihat gadis itu bangkit pelan dengan wajah berlumuran debu. Beberapa helai rambut menempel di sudut bibirnya.
Dengan wajah polos, Freya mengangkat sarapannya dan memeriksanya. Lalu ia menatap kedua pria dari kejauhan dengan wajah canggung. "Untung sarapannya masih utuh."
Leo menghela napas panjang dan segera menghampirinya. Ia mengambil bungkusan dari tangan Freya, lalu membantu menarik rambut dari mulut gadis itu. Sekalian, ia menepuk-nepuk tubuh Freya untuk membersihkan debunya. "Kenapa kamu bisa ceroboh dan sembrono seperti ini? Kalau ada lift, kenapa naik tangga?"
Freya tersenyum malu. "Aku takut nenek keluar saat aku sedang di luar. Juga kupikir kalian pasti sudah sangat lapar. Di bawah tadi lift-nya penuh banget. Aku nggak sempat masuk, jadi aku naik tangga aja. Cuma lantai lima belas, kok. Nggak terlalu melelahkan."