NovelToon NovelToon
Masuk Ke Dunia Kultivasi Lebih Dahulu Dari Teman Sekelasku

Masuk Ke Dunia Kultivasi Lebih Dahulu Dari Teman Sekelasku

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Transmigrasi / Fantasi Isekai / Time Travel / Sistem / Iblis
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: EGGY ARIYA WINANDA

Lu Changzu dan teman temannya terlempar ke dimensi lain, Namun Tanpa Lu Changzu sadari ia masuk ke dunia tersebut lebih awal dari teman teman sekelasnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EGGY ARIYA WINANDA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kekaisaran Great Ming 2

Kota Shanjian. Gerbang selatan Dinasti Great Ming.

Tembok kota itu menjulang setinggi lima puluh meter, dibangun dari batu putih susu yang memantulkan cahaya matahari dengan intensitas menyilaukan. Di sepanjang dinding, ribuan cermin bagua dipasang, memancarkan sinar deteksi yang membentuk jaring tak kasat mata. Bagi kultivator iblis biasa, melangkah ke sini sama dengan berjalan ke dalam tungku kremasi.

Tapi bagi Lu Changzu, ini hanyalah panggung teater.

Dia berdiri di antrean masuk, mengenakan jubah cendekiawan berwarna putih bersih dengan tepian biru laut. Rambut hitamnya diikat rapi dengan tusuk konde kayu sederhana. Wajahnya memancarkan aura ketenangan, seolah-olah dia baru saja menghabiskan sepuluh tahun membaca puisi di puncak gunung bersalju.

"Berhenti!"

Tiga tombak emas menghalangi jalannya. Tiga orang kultivator ranah Grandmaster berdiri di depan gerbang. Aura mereka tajam, penuh kecurigaan. Mereka adalah Divisi Penyelidik Gerbang, anjing penjaga yang dilatih untuk mengendus dosa.

"Identitas," kata pemimpin penjaga itu, matanya memindai Lu Changzu dari ujung kaki hingga kepala. Cermin bagua di tangan penjaga itu berkedip-kedip, mencari jejak Qi Iblis.

Lu Changzu tersenyum. Bukan senyum miring khasnya, tapi senyum sopan yang sedikit gugup—akting yang sempurna.

"Salam, Tuan-tuan Pejabat," Lu Changzu membungkuk dalam, gestur tubuhnya menunjukkan rasa hormat yang sedikit berlebihan. "Nama saya Lu Bai. Saya hanyalah seorang sarjana pengelana dari wilayah perbatasan selatan. Saya datang ke Shanjian untuk mencari kedamaian dan inspirasi sastra, menjauh dari... kekacauan di barat."

"Barat?" Penjaga itu menyipitkan mata. "Maksudmu wilayah sekte iblis?"

"Benar sekali," Lu Changzu menghela napas, wajahnya menunjukkan trauma yang dibuat-buat. "Tempat itu neraka. Orang-orang saling membunuh demi batu. Saya... saya tidak cocok di sana. Saya mendengar bahwa Cahaya Suci Great Ming adalah satu-satunya tempat yang aman."

Penjaga itu mendengus, tapi cermin di tangannya tetap diam. Tidak ada reaksi. Teknik Universe Swallowing Breathing dalam mode Saint telah memurnikan aura Lu Changzu hingga tingkat partikel. Dia lebih suci dari pendeta kuil lokal.

"Buka tasmu," perintah penjaga kedua.

Lu Changzu dengan patuh membuka tas kain sederhananya. Tidak ada senjata. Hanya ada buku-buku puisi, beberapa potong roti kering, dan... sebuah kotak kayu yang memancarkan bau amis samar.

"Apa ini?" Penjaga itu waspada.

"Ah," Lu Changzu tampak malu. "Itu... dalam perjalanan ke sini, saya tidak sengaja bertemu beberapa orang jahat. Kultivator liar yang mencoba merampok buku-buku saya. Saya... terpaksa membela diri menggunakan sedikit teknik bela diri warisan keluarga."

Penjaga itu membuka kotak tersebut.

Mata mereka membelalak. Di dalamnya, tersusun rapi sepuluh telinga kiri yang dipotong dengan presisi bedah. Sisa aura pada potongan tubuh itu jelas: Kultivator Iblis Liar.

"Kau membunuh sepuluh kultivator iblis sendirian?" Penjaga itu menatap Lu Changzu dengan pandangan baru. Bukan lagi sebagai sarjana lemah, tapi sebagai aset potensial.

"Hanya keberuntungan, Tuan. Mereka sedang mabuk," jawab Lu Changzu merendah.

Pemimpin penjaga itu mengangguk, rasa curiganya lenyap digantikan rasa hormat. Membunuh iblis adalah mata uang sosial tertinggi di Great Ming.

"Kau punya bakat, Nak. Masuklah. Dan jika kau ingin menukarkan 'sampah' itu dengan uang, pergi ke Administrasi Pemburu Iblis di sektor selatan kota. Jangan bawa bau amis itu jalan-jalan di pasar."

"Terima kasih banyak atas petunjuknya, Tuan! Semoga matahari selalu memberkati Anda!"

Lu Changzu melewati gerbang dengan langkah ringan. Begitu dia berada di balik bayang-bayang tembok kota, senyum gugup itu lenyap seketika, digantikan oleh seringai tipis yang dingin.

"Grandmaster Tahap 3, 4, dan 5," analisisnya dalam hati. "Formasi deteksi mereka mengandalkan fluktuasi Qi negatif. Sangat Menarik."

Dia berjalan menyusuri jalanan Kota Shanjian yang ramai. Bangunan-bangunan di sini rapi, bersih, dan teratur. Poster-poster propaganda menempel di setiap dinding: "Laporkan Tetanggamu Jika Terlihat Mencurigakan", "Iblis Adalah Penyakit", "Kesetiaan Pada Kaisar Adalah Jalan Keabadian".

"Fasisme teokratis," gumam Lu Changzu geli. "Sangat efisien untuk mengendalikan massa."

Matanya tertuju pada papan pengumuman besar di alun-alun. Di sana, terpampang wajah-wajah buronan kultivator iblis liar dengan nilai hadiah di bawahnya.

Mata Lu Changzu berbinar. Dia mengenali beberapa wajah itu. Itu adalah orang-orang yang dia bantai di perjalanan menuju kemari—para perampok ngarai.

"Oh? Kepala si mata satu itu bernilai 50.000 batu roh? Ternyata aku membawa celengan berjalan."

Dia bertanya pada seorang pedagang bakpao arah menuju sektor selatan, lalu berjalan santai menuju gedung administrasi.

Gedung Administrasi Pemburu Iblis baunya lebih buruk daripada kandang babi sekte. Itu adalah bau birokrasi korup.

Di balik meja loket yang tinggi, duduk seorang pria gemuk dengan perut yang menekan meja hingga berbunyi. Di pipi kirinya, sebuah tahi lalat besar dengan satu helai rambut panjang bergoyang setiap kali dia mengunyah camilan. Pakaiannya sutra ungu bersulam emas—jauh di atas gaji seorang pegawai administrasi rendahan.

"Nama?" tanya pria gemuk itu tanpa melihat, sibuk menghitung koin emas di lacinya.

"Lu Bai," jawab Lu Changzu.

BRAK.

Lu Changzu meletakkan karung besar di atas meja. Bau darah dan aura iblis yang pekat langsung memenuhi ruangan.

Si gemuk tersentak, camilannya jatuh. "Demi surga! Apa yang kau bawa?! Bangkai kuda?"

"Sampah masyarakat, Tuan," Lu Changzu tersenyum ramah.

Dia membuka karung itu. Di dalamnya bukan hanya sepuluh telinga, tapi kepala, tangan, dan tanda pengenal dari puluhan kultivator iblis liar yang dia bersihkan sepanjang perjalanan.

Mata sipit pria gemuk itu melebar hingga batas maksimal. Dia mengeluarkan alat pemindai aura.

BEEP. BEEP. BEEP.

"Dua puluh aura iblis terkonfirmasi... Tiga belas di antaranya cocok dengan daftar buronan kelas C dan B..." Si gemuk menelan ludah, keringat mengucur di lehernya yang berlipat. Dia menatap Lu Changzu dengan ketakutan. Pemuda ini terlihat seperti sarjana, tapi dia membawa tumpukan mayat seperti membawa belanjaan pasar.

Pria gemuk itu dengan cepat melakukan perhitungan di sempoanya.

"Total hadiah resmi... 3,5 juta batu spiritual kelas rendah," gumam si gemuk. Matanya melirik kiri kanan, memastikan tidak ada atasan yang melihat.

Dia berdehem keras. "Ehem! Tapi... karena kau bukan pemburu berlisensi resmi, ada pajak administrasi, biaya pembersihan aura, dan... uh... biaya pemrosesan darurat."

Dia menyodorkan sebuah kantong kain berat ke arah Lu Changzu.

"Dua juta batu spiritual. Ambil atau tinggalkan."

Potongan 1,5 juta. Korupsi sebesar 40% di siang bolong.

Lu Changzu menatap kantong itu, lalu menatap si gemuk.

Di dalam benaknya, dia sudah membayangkan tujuh cara berbeda untuk membunuh si gemuk ini dan mengambil seluruh brankasnya tanpa ketahuan. Jarum Semesta bisa membuatnya mati karena serangan jantung yang terlihat alami.

Tapi Lu Changzu menahan diri.

"Logika Strategis: Membunuh pejabat di hari pertama kedatangan \= Perhatian yang tidak perlu. Dua juta adalah modal awal yang cukup."

Lu Changzu mengambil kantong itu dengan senyum lebar.

"Anda sangat murah hati, Tuan. Terima kasih telah memprosesnya dengan cepat. Pajak memang kewajiban warga negara yang baik."

Si gemuk menghela napas lega, menyeka keringatnya. "Anak pintar. Pergilah."

Lu Changzu keluar dengan kantong uang di tangan. "Dua juta," gumamnya. "Cukup untuk membeli pil, tapi tidak cukup untuk membeli harga diriku. Kau berutang 1,5 juta padaku, Gendut. Aku akan menagihnya beserta bunganya nanti."

Dia menuju Paviliun Pil "Teratai Suci", toko obat terbesar di kota.

Namun, kekecewaan menunggunya.

"Pil Pengumpul Roh Tingkat Master? Habis."

"Pil Pemurni Tulang Naga? Perlu izin militer."

"Pil Peniup Jiwa? Itu barang terlarang."

Lu Changzu berjalan keluar dengan tangan kosong. Tubuh Thousand Domain Physique-nya terlalu rakus. Pil tingkat rendah dan menengah bagi tubuhnya sama seperti memakan debu. Dia butuh sumber daya tingkat tinggi, atau... esensi murni dari kultivator kuat.

Matahari mulai terbenam. Perutnya berbunyi.

Dia masuk ke sebuah rumah makan ramai di pinggir jalan. Suara denting gelas dan obrolan keras memenuhi udara. Dia memesan arak dan ayam panggang, duduk di sudut, dan mulai mengamati.

Matanya yang memiliki cincin ganda—kini disamarkan menjadi cokelat biasa—memindai setiap pengunjung.

Tiba-tiba, hidungnya berkedut.

Di meja pojok yang gelap, duduk seorang pria berpakaian serba hitam. Dia makan dengan perlahan, mengenakan kain penutup wajah setengah. Auranya ditekan habis-habisan, hampir menyatu dengan bayangan.

Tapi bagi Lu Changzu yang menguasai Heavenly Demon Breath, bau itu tidak bisa disembunyikan.

Bau darah yang busuk. Bau energi negatif yang diredam paksa.

"Kultivator iblis," analisis Lu Changzu. "Dan bukan jenis liar. Auranya terstruktur. Mata-mata?"

Lu Changzu meletakkan gelas araknya. Senyum di wajahnya berubah. Dari senyum sarjana menjadi senyum predator.

"Bosan menunggu pil. Mari kita cari camilan."

Tanpa peringatan, tanpa teriakan, Lu Changzu bergerak.

WUSH.

Tubuhnya yang seringan bulu tapi sekeras baja meluncur di antara meja-meja. Dia tidak menggunakan senjata. Dia menggunakan jarinya sebagai pedang.

Pria bertopeng itu bereaksi. Instingnya tajam.

"Siapa?!"

Pria itu menghunus pedang pendek dari balik jubahnya dan menebas ke belakang tanpa menoleh.

TRANG!

Jari Lu Changzu bertemu dengan bilah pedang itu.

Mata Lu Changzu membelalak.

Bukan karena dia ditangkis. Tapi karena dia merasakan rasa sakit.

Darah menetes dari jari telunjuknya.

Kulitnya, yang sudah ditempa menjadi Logam Petir Darah dan mampu menahan serangan artefak tingkat tinggi, TERGORES.

"Menarik," bisik Lu Changzu, matanya berkilat. Dia tidak mundur, dia justru semakin mendekat. "Benda apa itu? Itu bukan logam biasa."

Pria bertopeng itu panik. "Kau... kau bisa melihatku?! Mati!"

Pria itu meledakkan auranya. Ranah Master Tahap 2 Akhir.

Aura hitam meledak di tengah restoran. Pengunjung berteriak panik dan berlarian. Meja-meja hancur.

"MATI!" Pria itu menusukkan pedang pendeknya—yang berwarna abu-abu kusam seperti batu nisan—ke arah jantung Lu Changzu.

Lu Changzu tidak menghindar. Dia mengaktifkan Mode Saint.

Cahaya putih menyilaukan meledak dari tubuh Lu Changzu.

"Iblis jahanam! Berani kau mengacau di kota suci!" teriak Lu Changzu dengan suara lantang dan heroik, memainkan perannya.

Sementara mulutnya berteriak keadilan, tangannya bergerak dengan kecepatan iblis.

Pedang abu-abu itu menembus cahaya putih, mengarah ke dadanya. Senjata itu mengabaikan pertahanan Qi pelindung Lu Changzu seolah tidak ada.

"Jarum Semesta: Tahap 2."

Lu Changzu tidak menggunakan jarum fisik. Dia menembakkan jarum mental murni dari matanya.

ZING!

Serangan jiwa itu menghantam otak pria bertopeng itu dari jarak nol.

"AGHHH!"

Pria itu menjerit, matanya memutih, darah keluar dari hidungnya. Gerakannya terhenti sesaat karena kelumpuhan otak.

Di detik itu, tangan Lu Changzu bergerak seperti ular, mencengkeram pergelangan tangan pria itu.

KRAK.

Tulang tangan pria itu diremukkan. Pedang abu-abu itu jatuh.

Lu Changzu menangkapnya di udara sebelum menyentuh tanah.

Berat. Pedang sependek itu beratnya hampir setengah ton.

"Barang bagus," batin Lu Changzu.

Tiba-tiba, pintu restoran didobrak.

"DI MANA IBLIS ITU?!"

Lima penjaga kota dengan zirah emas menyerbu masuk. Aura mereka menekan. Semuanya Ranah Master Tahap 5 Akhir.

Lu Changzu langsung mengubah posturnya. Dia menendang pria bertopeng yang lumpuh itu ke arah para penjaga.

"Tuan Penjaga! Orang ini tiba-tiba mengamuk! Dia kultivator iblis!" teriak Lu Changzu dengan wajah pucat yang dibuat-buat, memeluk tasnya (di mana dia baru saja menyembunyikan pedang curian itu).

Para penjaga melihat aura hitam yang bocor dari pria bertopeng yang sedang kejang-kejang itu.

"Tangkap dia! Iblis penyusup!"

Para penjaga mengeroyok pria malang itu.

Di tengah kekacauan itu, Lu Changzu, sang "korban tak bersalah", mundur perlahan ke pintu belakang, lalu menghilang ke dalam kerumunan malam, membawa serta senyum dan senjata barunya.

Malam itu, di sebuah kamar penginapan kelas atas yang dia sewa , Lu Changzu duduk memeriksa hasil jarahannya.

Bukan hanya pedang. Dia juga sempat mencopet cincin penyimpanan pria itu.

Di dalamnya, dia menemukan sesuatu yang jauh lebih berharga daripada emas.

Gulungan laporan intelijen militer Great Ming.

Lu Changzu membacanya di bawah cahaya lilin. Semakin dia membaca, semakin senyumnya menghilang.

"Tiga Jenderal Besar Penjaga Perbatasan... Semuanya telah mencapai Ranah Emperor Tahap 3 Awal bulan lalu," gumam Lu Changzu. "Kenaikan serentak? Itu tidak alami. Apa mungkin campur tangan sosok yang lebih tinggi."

Tapi baris terakhir laporan itu yang membuatnya terdiam.

[Yang Mulia Kaisar Ming Haobo. Status: Berhasil Menerobos. Ranah Saat Ini: Emperor Tahap 9 Akhir.]

Lu Changzu meletakkan kertas itu. Emperor Tahap 9 Akhir.

Di dunia ini, itu adalah puncak. Satu langkah lagi menuju kenaikan ke alam yang lebih tinggi. Di depan kekuatan seperti itu, Sekte Demon Refining hanyalah semut. Chen Xuan hanyalah debu.

"Catatan tambahan: Terobosan dibantu oleh 'Utusan Langit' dari Alam Atas."

Lu Changzu menyentuh gelang Ouroboros di tangannya.

"Alam Atas... Entitas Tingkat 2."

Kaisar Ming Haobo, pria yang bersumpah memusnahkan setiap kultivator iblis karena kematian ibunya, kini didukung oleh dewa.

"Dan aliansi pendukungnya..." Lu Changzu membaca daftar di bawahnya.

Sekte Es Abadi.

Sekte Lembah Merah.

Sekte Beast Ming.

Sekte Spiritual Barat.

Sekte Laut Biru.

Lima sekte besar. Ditambah Kekaisaran. Melawan sekte-sekte iblis yang terpecah belah dan egois.

"Ini bukan perang," Lu Changzu menyandarkan kepalanya, tertawa kering. "Ini adalah eksekusi massal yang dijadwalkan."

Dia mengambil pena giok.

Dia menulis semua informasi itu ke dalam sebuah slip giok. Dia tidak melebih-lebihkan, dia tidak mengurangi. Kebenaran itu sendiri sudah cukup untuk membuat siapa pun gila.

Dia pergi ke jendela, memanggil seekor burung hantu malam—beast pengantar surat militer yang dia beli di pasar gelap.

"Bawa ini ke Chen Xuan. Jangan berhenti sampai kau muntah darah."

Burung hantu itu melesat ke langit malam, membawa kabar kehancuran.

Sekte Demon Refining. Tiga hari kemudian.

Puncak utama sekte bergetar hebat.

BOOOOM!

Gunung batu di belakang aula utama meledak. Puing-puing berterbangan hingga radius sepuluh kilometer.

Dari dalam debu, sesosok raksasa melayang keluar. Ketua Sekte Demon Refining, Chu Baole.

Rambutnya merah menyala, tubuhnya dikelilingi oleh aura iblis yang begitu padat hingga membentuk wajah-wajah hantu yang menangis. Tekanannya membuat seluruh murid sekte jatuh berlutut, tidak mampu mengangkat kepala.

"EMPEROR TAHAP 4 AWAL!" teriak seorang murid dengan histeris. "KETUA SEKTE BERHASIL!"

Sorak-sorai membahana. Sekte merasa tak terkalahkan. Raja mereka telah bangkit.

Chen Xuan, dengan jubah Tetua Penegak Hukumnya, melayang naik mendekati Ketua Sekte.

"Selamat, Kakak Senior Chu," sapa Chen Xuan, sedikit membungkuk. "Aura Kakak mengguncang langit."

Chu Baole tertawa, suaranya seperti guntur. "Hahaha! Adik Chen! Lihatlah! Dengan kekuatan ini, siapa yang berani meremehkan kita? Sekte Giok Abadi? Bah! Aku bisa meratakan mereka sendirian!"

Dia menepuk bahu Chen Xuan. "Jika kau berusaha sedikit lebih keras dan berhenti bermain dengan eksperimen anehmu, kau juga bisa menyusulku ke Ranah Emperor, Adik."

Chen Xuan hanya tersenyum masam. "Saya memiliki jalan saya sendiri, Kakak."

Tepat saat euforia itu memuncak, seekor burung hantu yang kelelahan jatuh di bahu Chen Xuan.

Chen Xuan mengambil slip giok dari kaki burung itu. Dia membacanya.

Wajah Chen Xuan berubah.

Dari senyum hormat, menjadi kening berkerut, lalu menjadi pucat pasi yang mengerikan.

"Adik Chen? Ada apa? Surat cinta dari mana itu?" goda Chu Baole.

Chen Xuan tidak menjawab. Dia melemparkan slip giok itu kepada Ketua Sekte.

Chu Baole menangkapnya dengan angkuh. "Apa yang bisa membuatmu begitu takut sa..."

Kesadarannya membaca isi surat itu.

Tiga detik kemudian.

Aura Emperor Tahap 4 yang agung dan menakutkan itu... berkedip. Seperti lilin yang ditiup angin badai.

Tangan Chu Baole gemetar.

"Emperor... Tahap 9... Akhir...?" suaranya bukan lagi guntur. Itu cicitan tikus. "Dibantu... Alam Atas?"

Keheningan total melanda langit di atas sekte.

"Kumpulkan semua Tetua Inti," perintah Chu Baole tiba-tiba. Tidak ada lagi arogansi.

"Serang Great Ming?" tanya seorang Tetua yang baru datang, penuh semangat.

"SERANG KEPALAMU!" bentak Chu Baole, keringat dingin membasahi jubah kebesarannya. "KITA KEMAS BARANG! KITA PINDAH! AKTIFKAN FORMASI TELEPORTASI DARURAT!"

"Tapi Ketua sekte... gunung leluhur kita..."

"Persetan dengan gunung! Jika Ming Haobo pergi ke arah sini, kita semua mati! Sekte iblis itu realistis! Hidup adalah prioritas utama!"

Berita itu tidak berhenti di situ.

Melalui jaringan mata-mata, kabar tentang kekuatan Kaisar Great Ming dan aliansi 5 Sekte Besar menyebar ke tetangga mereka.

Sekte Demon Army, yang dipimpin oleh Jenderal Mu Dubo yang garang, seketika menutup gerbang benteng mereka rapat-rapat dan menarik semua pasukan dari perbatasan. Mu Dubo bahkan dikabarkan "sakit mendadak" dan masuk pengasingan.

Sekte Lotus Crimson? Mereka langsung mengirim utusan damai membawa hadiah selir-selir cantik ke istana Great Ming, mencoba menjilat sebelum pedang jatuh.

Dunia kultivasi iblis tidak bersatu melawan ancaman. Mereka panik. Mereka kencing di celana.

Kembali ke Kota Shanjian, Penginapan.

Lu Changzu duduk di balkon, menatap bulan yang tertutup awan. Dia bisa merasakan gejolak di kejauhan melalui koneksi spiritualnya dengan slip giok itu.

Dia tahu apa yang terjadi. Dia tahu kepanikan yang melanda kaumnya.

"Menyedihkan," gumam Lu Changzu sambil memutar-mutar pedang abu-abu berat di tangannya. "Tapi bisa diprediksi. Kumpulan penjahat tidak akan pernah menjadi tentara yang setia."

Dia melihat ke arah istana Kekaisaran Great Ming di utara yang jauh.

"Ming Haobo... Emperor Tahap 9. Dan Entitas Tingkat 2 di belakang layar."

Bagi orang lain, ini adalah tanda untuk lari.

Tapi Lu Changzu tersenyum. Senyum itu semakin lebar, semakin gelap, dan semakin penuh dengan kegilaan jenius.

"Semakin tinggi menaranya, semakin indah saat runtuhnya," bisiknya.

Dia mengeluarkan secarik kertas dan kuas tinta. Dia mulai menggambar diagram. Bukan diagram perang, tapi diagram kekacauan.

"Kekuatan absolut tidak bisa dilawan dengan kekuatan," gumamnya, mencoret posisi 5 Sekte Besar. "Tapi aliansi yang dibangun di atas kepentingan... sangat mudah diracuni dari dalam."

"Langkah pertama: Aku butuh identitas baru yang bisa berdiri di samping para jenderal dan sekte di great ming."

Dia menatap pedang abu-abu di tangannya. Pedang ini mampu melukai tubuhnya yang sekeras berlian. Ini bukan senjata sembarangan.

"Terima kasih atas pedangnya, Tuan Mata-mata. Dengan ini, aku akan mendaftar ke Akademi Militer Great Ming."

Lu Changzu berdiri, jubah putih cendekiawannya berkibar.

"Dunia ingin melihat perang antara Iblis dan Manusia? Tidak. Aku akan memberi mereka sesuatu yang lebih baik."

"Aku akan memberi mereka perang saudara."

Malam semakin larut, dan di bawah bayang-bayang tembok musuh, sang arsitek kehancuran baru saja meletakkan batu pertamanya.

Bersambung...

1
EGGY ARIYA WINANDA
🔥🔥🔥🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!