Yvonne yang menikmati malam festival mendapat masalah begitu terbangun dengan tubuh yang tidak terbalut pakaian. Belum sempat ia tahu laki - laki mana yang telah menidurinya, ia malah mengandung anak lelaki itu. Namun, setelah anak itu lahir, Yvonne beserta keluarga sangat terkejut karena bayi yang ia lahirkan mewarisi mata merah yang hanya dimiliki oleh keluarga kekaisaran. Akankah bayi yang Yvonne kandung jatuh ke tangan kaisar? Atau malah terbunuh karena hak sukesi yang bersaing ketat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annisa Nurhalizah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Theo Diculik
Yvonne merasa dirinya sudah berlari ke tempat yang aman. Ini adalah rumah Juyi, dayang pribadi sekaligus teman masa kecil Yvonne.
Yvonne mengetuk pintu rumah itu, hingga beberapa saat kemudian, seorang wanita yang seumuran dengannya dengan wajah yang terlihat sendu membukakan pintu sambil melihat kearah Yvonne.
"Juyi, apa kabar?"
"No--nona!" teriak Juyi yang langsung menghamburkan pelukan padanya.
Yvonne yang merasakan kerinduan mendalam memeluk Juyi kembali lalu meneteskan air mata.
"Nona, bagaimana ini? Anda tega sekali meninggalkan saya sendiri disini? Bagaimana bisa anda melakukan itu pada dayang yang sangat menyayangi anda?" tanya Juyi sambil tiada henti menitikan air mata.
"Haha, aku minta maaf padamu, Juyi, aku mengaku bersalah." Balas Yvonne mengelus punggung Juyi.
"Nona, pokoknya sekarang anda tidak boleh pergi dari saya sama sekali. Biarkan saya melayani nona seumur hidup nona!" seru Juyi menangis kembali tak kuasa menahan tangis.
"Haha, baiklah Juyi, sekarang tolong hentikan tangis itu. Apa kamu tidak malu menangis didepan anak kecil?" tanya Yvonne membuat Juyi terdiam.
"Anak kecil?"
Juyi mengedarkan pandangannya kearah bawah dan baru lihat ada seorang anak kecil yang bersembunyi dibalik badan Yvonne.
"Nona.. apakah dia anak anda?" tanya Juyi dengan ekspresi senang.
Yvonne tersenyum lalu mengangguk singkat.
"Ya ampun, kemarilah tuan muda, aku akan melayanimu mulai sekarang." Ucap Juyi mengulurkan tangannya.
Theo menatap lengan Juyi lalu melirik kearah ibunya. Yvonne tersenyum lalu mengangguk kecil menunjukkan perizinan pada Theo.
Theo membalas uluran lengan itu membuat Juyi tersenyum senang.'
"Selamat datang tuan muda!" seru Juyi.
"Ah, Juyi. Sepertinya kamu tidak perlu menggunakan bahasa formal. Orang bisa curiga jika kita terus berbicara seperti atasan dan bawahan." Pinta Yvonne.
"Ah, ya ampun, aku tidak memikirkan itu. Baiklah kalau begitu, selamat datang Yvonne dan Theo!"
Yvonne mengembangkan senyuman. Ia merasa bersyukur memiliki teman kecil yang sangat menyayanginya, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu membuat Juyi merasa bahagia.
.
Beberapa hari kemudian, Theo yang merasa sangat bosan memainkan mainan yang dibawa Juyi sewaktu Juyi pulang dari berbelanjanya.
Theo sangat bosan, padahal dulu ia selalu main keluar dengan Helina.
"Ah, aku rindu Helina.." gumam Theo yang terdengar oleh Yvonne dan Juyi.
"Siapa Helina?" tanya Juyi pada Yvonne.
"Teman dekatnya Theo."
Juyi mengangguk paham lalu menatap khawatir pada Theo.
"Apa kita harus mengajak Theo jalan - jalan sebentar?" tanya Juyi yang terdengar oleh Theo dan membuat anak itu bersemangat.
"Tidak!" tegas Yvonne membuat Theo bersedih kembali.
"Yvonne, kamu tidak bisa terus mengurung Theo seperti tahanan. Anak - anak butuh sosialisasi untuk masa pertumbuhannya." Ujar Juyi membuat Yvonne sedikit luluh.
Yvonne melirik kearah anaknya yang memelas untuk pergi bermain keluar. Yvonne pun menghela nafas.
"Bagaimana ini, aku belum menyelesaikan tugasku." Keluh Yvonne.
"Biarkan aku menemaninya! Aku akan pergi ke pasar depan untuk membeli daging, dan setelah itu kembali lagi. Kamu setuju Theo?" tanya Juyi.
"Iya!" balas Theo semangat.
"Theo, ingat perkataan ibu! Jangan lepas lengan bibi Juyi sama sekali dan jangan merepotkan bibi Juyi, mengerti!" seru Yvonne.
"Iya, mengerti ibu!" seru Theo.
Yvonne lalu meneteskan herba pada Theo membuat warna mata anak itu berubah kembali menjadi ungu.
"Yvonne, bukankah jika seperti itu para warga bisa menemukan pangeran yang sedang dicari yang mulia kaisar?" tanya Juyi.
"Bola mata ini sangat pasaran, jika ia keluar dengan bola mata merah justru mereka akan lebih yakin dengan kenyataan Theo." Jelas Yvonne, Juyi hanya mengangguk pasrah lalu menarik lengan Theo.
"Kalau begitu aku pergi dulu."
Juyi keluar dari rumah dengan Theo, Yvonne melirik kepergian mereka dengan sangat khawatir, namun ia harus melepaskan perasaan itu demi perasaan Theo yang baik kembali.
.
Juyi berjalan dengan sangat hati - hati menuju penjual daging. Suasana di pasar saat ini sangat padat membuat dirinya sedikit kelelahan karena menjaga Theo agar tudungnya tidak lepas.
"Theo, bisakah kamu menahan agar tudungmu tidak lepas?" pinta Juyi, Theo mengangguk menurut lalu menahan tudungnya dengan tangan mungilnya.
Juyi sangat bersyukur karena Theo anak baik yang gampang menurut. Ia kemudia bertransaksi dengan pedagang daging, sedangkan Theo melirik kearah sekitar.
Theo memperhatikan banyak sekali manusia yang tidak ia kenal, ia merasa para warga disana sangat berbeda dengan tempat tinggalnya dulu. Disini terlihat lebih menyeramkan membuat Theo mengeratkan pegangan pada Juyi.
Theo membelakkan mata begitu pandangannya terhenti pada seseorang. Ia melihat anak seumurannya dengan penampilan yang mirip seperti teman yang ia rindukan.
"Helina!"
Theo berlari melepaskan lengan Juyi membuat Juyi panik dan berbalik mencari Theo.
"Theo!"
Juyi berlari menghampiri Theo namun hal itu tidak mudah karena penduduk yang sedang padat. Theo dapat mudah menghindari orang - orang itu karena tubuhnya yang kecil, sedangkan Juyi kesulitan karena berdesakan dengan orang - orang dipasar.
"Theo!" teriak Juyi namun Theo mengabaikan panggilan tersebut dan terus berlari menghampiri anak yang mirip seperti sahabatnya.
"Helina!"
Anak yang Theo panggil itu melirik. Dia bukan Helina, itu membuat Theo cemberut kecewa.
"Hey! Aku bukan Helina! Sembarangan sekali kamu memanggil - manggil namaku!" seru anak itu membuat Theo sedikit tersentak.
"Nona muda, sebaiknya anda menjauh dari rakyat jelata, jika tidak anda akan tertular penyakit." Ucap pelayan disebelahnya membuat anak perempuan itu refleks menjauhi Theo.
"Ah, kamu benar. Menjauhlah rakyat jelata! Aku ini calon putri mahkota setelah pangeran sudah ditemukan nanti! Jadi jaga batasanmu!"
Theo mengerutkan alisnya lalu menjauh beberapa langkah dari anak itu. Anak itu pergi berlalu meninggalkan Theo yang sedang bersedih.
Theo mengangkat lengannya dengan maksud menggenggam Juyi kembali, namun begitu Theo berbalik badan, wanita itu sudah tidak ada lagi disampingnya.
"Bibi.."
.
"Yvonne! Yvonne tolong bantu aku! Theo! Theo!" teriak Juyi begitu masuk ke rumahnya membuat Yvonne segera bangkit lalu berlari mendekati Juyi.
"Juyi ada apa!?"
"Yvonne, Theo! Theo berlari menjauhiku. Aku kehilangan Theo sejak itu, aku tidak tahu alasan dia kabur, Yvonne! Aku minta maaf."
Yvonne membelakkan matanya. Ia belum pernah mendapati Theo yang berlari sesuka hati apalagi ditempat asing seperti ini. Dengan segera, Yvonne berlari keluar untuk mencari keberadaan Theo.
Yvonne dan Juyi berlari kearah Juyi pergi tadi. Mereka mengedarkan pandangan pada beberapa anak kecil yang berada disekitar sana.
"Yvonne, semua anak kecil digenggam oleh orang dewasa, tidak ada yang menunjukkan bahwa mereka itu Theo." Jelas Juyi, Yvonne mengusap wajahnya kasar.
"Theo.. dimana kamu." Gumam Yvonne sambil menundukkan wajahnya.
Theo yang menangis sambil dibawa oleh orang dewasa yang tidak ia kenal ke tempat asing.
"Nak, tenanglah sebentar, kamu adalah anak yang sangat tampan, kamu akan membuatku kaya raya dalam sekejap!" seru pria yang membawa Theo.
Theo terus terisak namun sebisa mungkin ia meredamkan suaranya.
"Nah, anak baik. Aku akan mengantarmu pada ibumu jika kamu tidak menyusahkanku."