NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Sugar Daddy

Bukan Sekedar Sugar Daddy

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Selingkuh / Cinta Terlarang / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Romansa
Popularitas:755.7k
Nilai: 4.8
Nama Author: Tri Haryani

Dia adalah pria yang sangat tampan, namun hidupnya tak bahagia meski memiliki istri berparas cantik karena sejatinya dia adalah pria miskin yang dianggap menumpang hidup pada keluarga sang istri.

Edwin berjuang keras dan membuktikan bila dirinya bisa menjadi orang kaya hingga diusia pernikahan ke-8 tahun dia berhasil menjadi pengusaha kaya, tapi sayangnya semua itu tak merubah apapun yang terjadi.

Edwin bertemu dengan seorang gadis yang ingin menjual kesuciannya demi membiayai pengobatan sang ibu. Karena kasihan Edwin pun menolongnya.

"Bagaimana saya membalas kebaikan anda, Pak?" Andini.

"Jadilah simpananku." Edwin.

Akankah menjadikan Andini simpanan mampu membuat Edwin berpaling dari sang istri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB. 8 Pria yang Sangat Baik

"Ayo, Pak, saya antar sarapan nasi uduk di warung makan," ajak Andini setelah tadi membuang sampah dan mencuci tangan.

"Apa kita bisa kembali tepat waktu saat dokter memeriksa ibu kamu?" tanya Edwin memastikan. Edwin tak mau karena Andini mengantarnya sarapan, mereka jadi melewatkan penjelasan dokter saat memeriksa Ibu Della.

"Tenang, Pak, kita akan kembali tepat waktu. Lagi pula warung nasi uduknya ada di seberang rumah sakit ini kok, jadi kita tidak akan lama," kata Andini meyakinkan.

Edwin berpikir sebentar kemudian menganggukkan kepala. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Andini.

"Kak, aku keluar dulu ya nemenin Pak Edwin cari sarapan," kata Andini pamit pada Bima yang sedang duduk di tepi ranjang Ibu Della.

"Iya, An, hati-hati."

Andini menggangguk kemudian berjalan lebih dulu keluar dari ruangan Ibu Della barulah Edwin mengikutinya dari belakang. Setelah di luar Edwin mensejajarkan langkah kaki mereka yang sama-sama berjalan di koridor rumah sakit.

Tak jarang Andini menyapa perawatan dan dokter yang dijumpainya meskipun mereka tidak begitu mengenal dirinya.

"Hati-hati, Pak, tengok kiri dan kanan dulu kalau mau nyebrang," kata Andini saat mereka sudah dipinggir jalan.

Andini bahkan menggandeng tangan Edwin yang sudah akan menyebrang, menengok kiri dan kanan setelah tidak ada kendaraan lewat barulah dia menyebrang sembari menggandeng tangan Edwin.

Edwin mengikuti Andini yang menariknya untuk menyebrang. Pandangannya tidak lepas menatap tangannya yang digandeng Andini. Entah sadar atau tidak Andini memperlakukannya seperti anak kecil yang tidak tahu cara menyeberang jalan. Kedua sudut bibir Edwin terangkat ia pun tersenyum.

Tak pernah sekalipun Mona memperlakukannya seperti ini membuat hati Edwin jadi menghangat.

Andini membawa Edwin menyeberang jalan menuju warung nasi uduk yang letaknya tepat di depan rumah sakit.

Tiba disana Andini meminta Edwin untuk duduk lebih dulu barulah ia memesankan satu porsi nasi uduk dan satu gelas teh hangat untuk Edwin.

Andini sendiri yang membawakan nasi uduk dan teh hangat itu pada Edwin lalu meletakkannya di hadapan pria itu.

"Kamu tidak makan lagi?" tanya Edwin.

"Tidak, Pak, saya sudah kenyang. Silakan dimakan, saya akan menemani di sini sampai anda selesai makan."

Edwin mengangguk lalu mulai memakan sarapannya. Mulai dari suapan pertama hingga suapan ke-5 Andini terus menatap Edwin melihat bagaimana ekspresi orang kaya makan nasi uduk.

"Kenapa?" tanya Edwin yang sadar sejak tadi Andini terus menatapnya.

"Ternyata anda beneran mau makan nasi uduk ya."

Edwin terkekeh.

"Nasi uduk ini enak. Saya suka," kata Edwin lalu kembali menyuapkan lagi nasi uduk kedalam mulutnya.

Andini mengangguk.

"Saya dan kak Bima hampir setiap pagi sarapan nasi uduk dari warung ini."

"Oh ya?"

"Heem. Selain harganya terjangkau makanannya juga enak."

Edwin mengacungkan jempol setuju dengan perkataan Andini. Nasi uduk yang ia makan enak dan harganya juga terjangkau.

"Jadi selama ibu kamu sakit kamu dan kakakmu tinggal di rumah sakit?" tanya Edwin setelah selesai dengan sarapannya.

"Tidak juga. Saya di rumah sakit hanya waktu malam saja karena siang harus bekerja itu juga kadang kak Bima minta aku untuk tidur dikontrakan."

"Kontrakan?" Edwin cukup tertarik dengan kehidupan Andini sehingga ia bertanya lagi karena ingin mendengar ceritanya.

"Iya kontrakan, Pak, kami tinggal dikontrakan. Rumah kami sudah dijual kak Bima setahun yang lalu untuk biaya pengobatan ibu."

"Oh Astaga. Jadi kamu tidak punya rumah?"

"Iya, Pak."

"Lalu sekarang kamu bekerja dimana?"

"Kerja direstoran, Pak, biasa kalau lulusan SMA cuma jadi pelayan."

"Tidak kuliah?"

"Saya sempat kuliah tapi hanya sampai semester 2 karena tak sanggup dengan biayanya jadilah saya berhenti."

"Sayang sekali, padahal bila dilanjutkan kuliahnya kamu pasti bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik."

"Saya juga inginnya seperti itu, Pak, tapi masalahnya terkendala biaya."

"Kalau begitu jadi simpanan saya saja nanti saya biayain kuliah kamu," kata Edwin seketika membuat Andini terbatuk.

Uhuk.. Uhuk..

Karena tak ada lagi air minum di sana, Andini jadi meminum teh hangat milik Edwin yang baru diminum setengah oleh pemiliknya.

"Yah, Pak, air teh anda habis."

"Tidak apa-apa saya sudah juga minumnya."

"Saya pesankan lagi ya."

"Tidak usah, An, sebaiknya kita kembali saja ke rumah sakit."

"Oh ya sudah kalau begitu. Anda tunggu sebentar biar saya yang bayar."

"Tidak udah, saya akan bayar sendiri."

"Tidak, Pak, Saya ingin mentraktir anda."

"Tapi saya tidak mau ditraktir."

"Kenapa? Ah, pasti ini karena anda mengira hutang budi saya lunas dengan nasi uduk, iya kan?"

Edwin tergelak bisa-bisanya Andini berpikir seperti itu padahal dirinya sama sekali tak mengingatnya.

"Anda tenang saja, Pak, saya akan tetap berhutang budi meski sudah mentraktir anda nasi uduk," sambung Andini.

"Saya bahkan tidak mengingatnya," kata Edwin.

"Ah, benarkah? Kalau begitu mari kita kembali ke rumah sakit."

Edwin mengangguk setuju, membiarkan Andini bangkit lebih dulu karena hendak membayar ke kasir. Setelah melihat Andini selesai barulah ia menghampirinya.

Sama seperti menyebrang tadi, Andini kembali menggandeng tangan Edwin saat mereka hendak menyebrang kembali dan melepasnya setelah tiba didepan rumah sakit.

Lagi-lagi Edwin tersenyum diperlakukan seperti itu oleh gadis muda bernama Andini itu. Ada desiran aneh ditubuhnya saat Andini menyentuh tangannya, membuatnya menginginkan Andini untuk terus menggandengnya.

Tidak lama setelah Edwin dan Andini tiba di ruangan Ibu Della, dokter yang memeriksa kondisi ibu Della datang.

"Kondisi Ibu Della masih sama, tidak ada perkembangan. Kami pihak rumah sakit tidak bisa melakukan operasi bila kondisi pasien masih koma," terang dokter Seira yang baru saja selesai memeriksa Ibu Della.

"Berarti operasi bisa dilakukan bila ibu kami sadar, Dok?" tanya Andini memastikan.

"Betul Andini, Ibu Della harus sadar dulu baru kami bisa mengoperasinya dan untuk membuat Ibu Della sadar kami akan melakukan metode akupuntur."

"Lakukan yang terbaik untuk ibu Della, urusan biaya saya yang akan menanggungnya."

Andini dan Bima sontak saja menoleh pada Edwin yang baru saja berkata demikian. Edwin tak main-main membantu pengobatan ibu Della, bahkan setelah menghabiskan uang 400 juta pria itu masih saja bersedia menanggung biaya lainnya.

"Baik, Pak. Kami akan menjadwalkan metode akupuntur untuk ibu Della agar beliau cepat sadar."

Edwin mengangguk. Setelahnya dokter Seira itu pergi dari ruang rawat ibu Della.

Andini menatap Edwin dengan tatapan yang tak dapat dijelaskan. Andai saja Edwin belum menikah, Andini ingin dijadikan istri oleh pria itu.

Memiliki suami sebaik Edwin adalah impian setiap wanita termasuk dirinya. Andini yakin diluaran sana tidak akan pernah menemukan pria sebaik Edwin.

Bila seperti ini rasanya Andini ingin jadi pelakor saja.

1
Swinarni Ryadi
laki2 yg sdh diberikan banyak kenikmatan tp ternyata msh egois, serakah
Anita Nita
lebih naik nikah sirih aja dari pada seperti itu thoor
Anita Nita
edwin nikah sirih aja sama andini...
Swinarni Ryadi
contoh orang tua yang tidak baik, hrsnya klu anak bahagia orang tua ikut bahagia, dan mengajar kan untuk berbakti pd suami dl br orang tua klu sdh bersuami
Dwiyar Ryan
Luar biasa
Reni Fitria Mai
Saya juga setuju dengan perkataan arif, Edwin hanya mencari kenyamanan kepada Andini karena tidak mendapatkan pada Mona, Dia mendapatkan Cinta sejati pada mona, sedangkan kenyamanan pada Andini
Rafly Rafly
Lumayan
Hendra Hermawan
Buruk
Hendra Hermawan
Biasa
Swinarni Ryadi
banyak banget duitnya pak Edwin ya
Swinarni Ryadi
ada ya orang tua yg jahat
Hendra Yustikarini
Luar biasa
Hendra Yustikarini
Kecewa
r i t a
Luar biasa
Greenenly
A+
Greenenly
bagus itu biar Edwin dan istrinya bercerai
Greenenly
kapan dia akan sadar dan mengerti..?
Greenenly
ingin dimengerti tapi tak mau mengerti
Greenenly
klo liat dr bab sebelumnya.. Louis tak akan sperti itu jika mona tdk membangkang... dasar mona nya aja yg egois mungkin karena didikan ortu dan karena ank tunggal
Greenenly
Menjengkelkan sekali.. kek taik kau.. sama aja ngk ada tegas2nya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!