Syahira Nazira gadis berusia 21 tahun dijodohkan dengan anak pemilik pondok tempat dia menuntut ilmu agama tanpa sepengetahuan darinya.
Namun, dia tetap menjalankan perjodohan tersebut karena tidak mau durhaka dengan orang tuanya. Syahira yang berniat menikah dengan orang yang dia cintai harus menguburkan harapan itu dan mencoba menerima apa yang orang tuanya pilihkan untuknya.
Zaidan pria berusia 28 tahun, juga ikut berkorban untuk bisa melihat orang tuanya bahagia. Zaidan yang baru kembali dari Mesir harus mengorbankan perasaannya sendiri dan menerima permintaan kedua orangtuanya.
Menikah tanpa ada rasa cinta sama sekali bahkan tidak saling kenal satu sama lain. Bagaimana sikap keduanya setelah menikah?.
Ikuti terus!!!
Dukung terus karya remahan author.
berupa! Like, komen, vote, gift, and start. sebagai motivasi dan juga dukungan dari kalian semua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umul khaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8
Mendengar perkataan itu keluar dari mulut Syahira, Zaidan bahagia ia seolah mendapat lampu hijau dari sang istri hanya saja di waktu yang tidak tepat.
Zaidan bangun dari pangkuan Syahira dan duduk di tepi tempat tidur menghadap sang istri, menggenggam tangannya serta mencium kening Syahira lama.
"Berarti setelah kamu selesai halangan, boleh?" Tanya Zaidan memastikan.
Syahira mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Zaidan. Malu! Jelas, tapi Syahira tidak mau menjadi istri yang durhaka karena menolak ajakan suaminya.
Zaidan memeluk tubuh Syahira sebagai ungkapan rasa terima kasihnya kepada Syahira lantaran mau memberikan haknya sebagai seorang suami.
"Terima kasih sudah mau menerima Abi menjadi suami kamu, Abi senang kamu mau menjadi istri Abi yang seutuhnya" ucap Zaidan ketika masih memeluk Syahira.
"Seharusnya aku yang berterima kasih karena Abi mau menerima aku yang penuh dengan kekurangan ini, aku pikir Abi tidak mau menerima aku, Abi kan lulusan Mesir, tampan juga, pasti banyak yang mau jadi istri Abi di luar sana" balas Syahira merendahkan diri.
"Mau lulusan apa itu nggak penting buat Abi, yang penting dia perempuan yang menerima Abi apa adanya, menerima kekurangan Abi, mau diajak ke jalan yang benar. Abi juga masih belajar, sayang!" ucap Zaidan kembali menarik Syahira ke dalam pelukannya.
Saling menerima satu lain adalah hal yang penting dalam sebuah perjodohan, tidak saling menyalahkan atas takdir yang sudah Allah digariskan untuk kita. Selama dua hal itu berjalan dengan baik pasti semua akan mudah bagi pasangan yang menjalankan perjodohan atau lebih dikenal dengan ta'aruf dalam islam.
Kemudian, Zaidan melepaskan pelukannya dan menatap wajah Syahira penuh ketulusan di dalamnya, menunjukkan senyuman satu sama lain.
"Abi mau mandi dulu, sebentar lagi azan. Kamu nggak papa kan kalau Abi salatnya di mesjid?" Tanya Zaidan.
"Aku nggak papa, Bi. Aku bukan anak kecil" balas Syahira.
"Kamu juga belum mandi kan? Mau barengan sama Abi?" Goda Zaidan.
"Abi mah, nakal!" balas Syahira menahan malu. Mungkn saat ini wajahnya sudah seperti kepiting rebus karena menahan malu.
Cup!
Satu kecupan mendarat dari Zaidan untuk Syahira, bukan di kening ataupun di pipi melainkan di bibir mungil Syahira.
Syahira membulatkan matanya terkejut dengan apa yang dilakukan Zaidan padanya. Syahira tidak bisa lagi menyembunyikan perasaan malu, gugup dan juga kesalnya karena Zaidan yang baru saja mencuri ciu-man pertamanya.
"ABI!' Pekik Syahira.
"Kenapa? Mau lagi?" Goda Zaidan lagi. Syahira dengan cepat menutup mulutnya menggunakan tangannya sendiri dan menggelengkan kepalanya.
Zaidan semakin gemas dengan sang istri, seperti mendapat kesenangan baru. Zaidan mendekatkan wajahnya. Spontan Syahira mendorong tubuh Zaidan, tapi kekuatannya kalau jauh dari Zaidan alhasil Zaidan tetap pada posisinya bahkan semakin dekat dengan Syahira.
Syahira memejamkan mata dan juga menutup mulutnya melindungi dirinya dari serangan sang suami. Bukan ingin menolak hanya saja ia merasa malu dan juga gugup bukan main.
Zaidan merasa masih cukup waktu menuju shalat dhuhur, semakin ingin menggoda Syahira. Zaidan berusaha menarik tangan Syahira yang menutupi mulutnya sendiri. Syahira semakin gugup reflek menggelengkan kepalanya.
"Aabii ngggakk maanndii" ucap Syahira tidak jelas karena masih menutupi mulutnya dengan tangan.
"Kamu lagi bicara apa sayang? Abi nggak ngerti, kalau mau bicara itu lepas dulu tangannya" ucap Zaidan tapi Syahira menggelengkan kepalanya cepat.
Cuup!
Satu kecupan mendarat di kening Syahira dari Zaida, setelah itu Zaidan langsung beranjak dari tempat tidur masuk ke kamar mandi.
Ceklek!
Mendengar pintu tertutp Syahira baru membuka matanya. Pertama, ia membuak satu matanya untuk memastikan kalau Zaidan sudah benar-benar tidak ada lagi di depannya. Setelah memastikannya barulah Syahira membuka kedua matanya dan menarik napas panjang dengan kedua tangan berada di dadanya sendiri merasa lega.
"Hampir saja jantungku copot dari tempatnya" gumam Syahira.
Namun, ia merasa lega karena apa yang membautnya kepikiran sebelumnya hilang sudah, yang ia takutkan tidak menjadi kenyataan.
"Terima kasih ya Allah, semoga engkau selalu memberi kebahagiaan dalam pernikahan hamba dan abi" gumam Syahira bersyukur dengan apa yang Allah takdirkan untuknya.
" Sayang! Boleh Abi minta tolong ambilkan handuk sebentar, Abi lupa!" Pekik Zaidan dari arah kamar mandi.
Syahira beranjak dari duduknya, mencari handuk untuk ia serahkan pada suaminya. Ia sedikit kesulitan menemukan handuk karena ini pertama kali buatnya, jadi ia tidak tau dimana letak handuknya.
"Aku nggak tau anduknya adda di mana, Bi" balas Syhira belum juga menemukan handuk.
"Ada di lemari bagian paling bawah" Teriak Zaidan lagi.
Akhirnya apa yang Syahira cari ketemu, lalu dia menyerahkannya untuk sang suami. Selagi Zaidan masih ada di kamar mandi, Syahira menyiapkan pakaian yang akan suaminya kenakan. Tidak sulit menemukannya karena tadi saat ia mencari handuk ia melihat di mana letak baju Zaidan berada, kemudian ia letakkan di atas tempat tidur. Sementara dirinya sendiri berjalan menuju balkon kamar sambil menunggu Zaidan selesai.
Syahira bisa sedikit santai karena dia lagi berhalangan, jadi ia tiddak harus buru-buru melaksanakan shalat.
Begitu Zaidan keluar dari kamar mandi ia tidak menemukan istrinya, hanya melihat pakainnya sudah ada di atas tempat tidur. Zaidan tersenyum lalu mengambil pakaian yang sudah disiapkan oleg sang istri kemudia ia mengenakannya.
"Emang tidak salah Aabah memilih istri untukku, Syahira begitu sempurna. Baik, lembut, perhatian aku harus berterima kasih sama abah nanti" Zaidan terus memuji istrinya seraya memakai pakaian yang sudah istrinya siapakan seraya mencari dimana keberadaan sang istri.
Melihat pintu menuju balkan terbuka membuat ia semakin mengembangkan senyumnya, ia yakin kalau sang istri lagi berda di balkon kamar.
"Sayang! Abi ke mesjid dulu, kalau kamu bosan di kamar kamu bisa turun di bawah ada ummi" ucap Zaidan menggunkan peci di kepalanya menambah kadar ketampanan yang ia miliki.
Syahira yang tengah melihat pemandangan dari balkon kamar Zaidan membalikkan tubuhnya dan berjalan masuk ke dalam kamar. Meskipun ia tidak asing lagi dengan pemandangan yang ada di depan matanya tapi ini hal baru baginya karena bisa melihat pemandangan pondok yang selama ini ia jadikan sebagai tempatnya menuntut ilmu dari rumah kiyai.
"Ia, Bi. Tapi, aku mau mandi dulu, gerah banget. Oh iya! Baju aku dimana?" Tanya Syahira baru teringat dengan bajunya.
"Baju kamu ada di lemari di samping baju Abi. Abi pergi dulu, Assalamualaikum" ucap Zaidan.
Syahira mengerti apa yang harus ia lakukan menjulurkan tangannya ke depan Zaidan. Zaidan juga menciu kening Syahira sedikit lama dari yang biasa ia lakukan, Syahira hanya memejamkan mata menikmati apa yang sang suami lakukan.
"Waalaikumsalam" balas Syahira setelah Zaidan melepaskan ciu-man di keningnya.