Namaku Mentari Intania Putri. Seorang anak yang tumbuh di sebuah kampung kecil yang bernama Kampung Karet. Kehidupanku tidak seindah anak-anak lain. Hidup yang sederhana dengan didikan keras oleh kedua orang tuaku. Hidup dengan banyak orang di rumah.
Dengan backround pendidikanku yang hanya tamatan SMA aku mulai bekerja di usiaku yang baru menginjak 17 tahun. Mulai hidup mandiri di usia yang sangat muda.
Seperti wanita lain di luar sana aku juga memiliki kisah cinta yang menarik. Yang menyedihkan dan menegangkan. Aku juga merasakan yang namanya cinta pertama, aku juga merasakan yang namanya patah hati. Aku juga merasakan dicintai dan mencintai.
Hingga akhirnya takdir membawaku pada pernikahan di usia muda, aku menikah di usiaku yang belum genap 20 tahun. Aku yang hidup dengan bayang-bayang masa lalu. Aku yang berusaha menjadi wanita yang sempurna untuk suamiku. Aku juga menjadi seorang ibu, ibu muda yang harus berjuang dengan untuk membuat hidupnya sempurna dimata semua orang.
Takdir yang terus mempermainkanku dari masa kecil hingga dewasa. Aku tidak tahu dimana letak kesalahanku, aku bahkan tidak menyadari hal buruk apa yang telah aku lakukan sampai aku merasa takdirku adalah hukuman, akankah aku mendapatkan kebahagiaan yang aku dambakan. Inilah ceritaku ......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Mentari merasakan cinta monyet
Jantungmu akan berdebar tidak beraturan, ketika orang yang kamu suka menatapmu, mendekatimu, dan mengajakmu bicara.
Untuk anak 12 tahun namanya Cinta Monyet
-Takdir Mentari-
...****************...
Dengan adanya kakek dan nenek, sekarang rumah jadi ramai. Tidak seperti sebelumnya yang hanya ada Mentari dan Senja di rumah. Sekarang Tari juga bisa ikut bermain dengan teman-temannya. Walaupun hanya 30 menit setidaknya cukup untuk menghibur jiwanya.
Anak-anak kampung karet kadang berkumpul di rumah Mentari, halaman rumah Mentari cukup luas untuk bermain bola kasti, atau kadang main kelereng.
Mentari hanya berani bermain jika tugasnya sudah selesai. Pak Dana memberikan jadwal piket ke anak-anaknya. Pak Dana membagi pekerjaan rumah sesuai usia. Senja mendapat pekerjaan lebih ringan karena dia paling kecil seperti ngangkat jemuran, ataupun menyapu halaman dan membersihkan kamar, sementara Raka mendapat tugas mencari rumput untuk sapi, mencari makanan kambing dan mencari air untuk di dapur. Mentari mendapat tugas mencari air ke sumur, mencuci piring, mencuci pakaian, membuat canang sari, dan memastikan semua pekerjaan selesai sebelum bapak dan ibu mereka datang.
Tidak hanya jenis pekerjaannya, Pak Dana juga membuatkan jadwal kegiatan sehari-hari, jam berapa harus bangun, mandi, belajar, sembahyang, menonton tv, dan juga jam tidur sudah ditentukan. Mentari tidak boleh tidur lebih dari jam 9 malam, tanpa alasan apapun. Jika di atas jam 9 Mentari masih menonton TV Ibu Murni tidak segan-segan mematikan TV walaupun Mentari sedang menikmati filmnya. "Bu, 5 menit lagi, kalau udah iklan Tari tidur"
Tidak ada jawaban, dan "Klik" TV langsung mati, dan Bu Murni langsung menuju kamar. Membiarkan Mentari bengong dan menuju kamar dengan rasa kecewa. Bagi keluarga Mentari disiplin itu penting, dan tidak boleh membantah orang tua. Jika ada yang melawan ya siap siap saja mendapat ceramah dan omelan menyayat hati.
Raka yang paling sering membantah, dia memang nakal. Suka bermain di rumah temannya sampai malam. Tapi jika masalah pekerjaan Raka sangat rajin. Hanya saja masalah bergaul dia tidak mau terlalu dikekang.
...****************...
Gadis kecil ini berangkat menuju sekolah, pakaian putih dengan rok biru menghiasi tubuhnya yang kurus. Sudah 3 bulan dia berada di kelas 1D. Semua berjalan sangat baik, di kelas Mentari cukup pintar sehingga dia yakin bisa masuk ke kelas unggulan. Pembagian raport kali ini seperti biasa tidak ada yang ke sekolah, dia meminta bantuan orang tua temannya yang berasal dari kampung karet. Tidak masalah, Mentari sudah terbiasa. Dan setelah diumumkan Mentari berhasil masuk ke kelas unggulan.
Mentari sangat senang, seperti dugaannya Saka ada disana. Mentari memandang Saka mereka tersenyum saling pandang. Karena mereka sekelas waktu di SD tentu saja sangat senang bisa satu kelas lagi.
...****************...
Di rumah Tari menceritakan kepada kakek dan neneknya. Kalau dia masuk kelas unggulan, dia juga memperlihatkan raport kepada Bapaknya untuk ditanda tangani. Pak Dana tanpa komentar menandatangani raport Mentari. Sementara Tari hanya mendapat ucapan selamat dari Neneknya.
"Selamat ya cucuku yang paling pintar, dan ini hadiah untukmu" Nenek mengambilkan uang di buntilan sabuknya (kain panjang yang dililit di pinggang untuk mengikat kamen/kain yang dipakai sebagai pengganti rok/celana).
Mentari sangat senang menerima hadiah dari Neneknya.
...****************...
Mentari kecil tumbuh dengan menikmati hari-harinya, bermain dan belajar bersama Senja. Mentari juga selalu bersemangat ke sekolah, tentu saja karena ada Saka. Entah perasaan apa yang dialami gadis kecil ini, yang dia tau hanya satu dia suka melihat Saka. Walaupun Saka sibuk bermain dengan teman-teman ceweknya yang lain. Mentari tidak peduli, Saka seolah seperti idola baginya. Sama seperti artis cilik yang dia tonton di TV.
Pernah waktu itu suasana kelas sepi, Tari seperti biasa hanya duduk di kelasnya pada waktu jam istirahat. Dia memang tidak terlalu suka bermain dan berbaur dengan temannya yang lain, dia hanya tau belajar dan menyendiri. Dia selalu merasa minder jika diajak ngobrol dengan teman-temannya. Mentari hanya tau dunia kampung karet, apa yang perlu diceritakan ke mereka, hanya cerita tentang betapa susahnya melemparkan sabut kelapa ke atas truk dengan ongkos 200 rupiah selama hampir sejam, atau mencari pakis yang mendapat seribu rupiah dan kaki dipenuhi luka luka bekas goresan ilalang. Atau mengangkut kelapa kelapa yang hanya diberi ongkos 25 rupiah per biji dengan jarak lumayan jauh?
Tentu saja Mentari tidak ingin menceritakan itu semua, dan dia merasa lebih nyaman sendiri di kelas selama jam istirahat. Saka mendekatinya, untuk pertama kalinya Mentari merasa jantungnya berdebar, semakin Saka mendekat, detaknya semakin tak menentu, "Tari, kamu mau kencan sama aku?" Saka ngomong to the point ke Tari.
Tari terdiam dan tak bisa menjawab apa-apa. Apa itu kencan? Kencan untuk anak usia 12 tahun seperti dia? Apa yang akan dikatakan oleh bapak kalau dia tau Tari pacaran di usia ini. "Maaf" Tari hanya mengatakan sepatah itu saja dan langsung pergi meninggalkan Saka.
Sejak saat itu hubungan Tari dan Saka menjadi renggang. Saka tidak seperti anak polos yang Tari kenal waktu di SD. Saka sudah mulai pacaran dengan cewek cewek, bahkan gonta ganti pacar. Kadang Tari melihat Saka pacaran di kelas. Tapi walaupun Saka bersikap seperti itu entah kenapa Tari tetap mengaguminya, Saka tetap anak yang pintar. Tari tetap diam diam memperhatikan Saka, karena hanya dengan melihatnya Tari sudah cukup senang karena Saka adalah penyemangatnya di sekolah.
Cinta Monyet Mentari
2001
