Evan Bramasta, cowok berbadan tinggi, kulit putih dan hidung bangir. Berusia 30 tahun yang berprofesi sebagai guru olahraga di sebuah Sekolah Menengah Atas dan sudah mempunyai seorang istri atas perjodohan dari orang tuanya. Istrinya bernama Sabina Elliana yang bekerja di sekolah yang sama dengan suaminya.
Beberapa bulan belakangan ini, Evan selalu memperhatikan seorang murid perempuan yang selalu membuatnya sakit di bagian bawah. Ia menginginkan gadis itu menjadi miliknya dengan cara apapun.
Namanya Ziyara Liffyani, gadis yatim piatu berparas cantik di usianya yang baru 17 tahun. Dia harus bekerja paruh waktu di toko buku untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Ziyara juga diam-diam sangat menyukai guru olahraganya itu. Apa pun akan Ziyara lakukan untuk menggapai cita-citanya dan mendapatkan keinginannya, termasuk menjadi istri simpanan guru olahraga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
I Love You
“Sakit, Pak.”
“Sakitnya sebentar aja ... nanti di ganti sama rasa nikmat ... Mas gerakin, ya?”
“Pelan-pelan.”
Evan mengangguk dan dengan pelan ia menarik keluar tombaknya lalu memasukkan kembali sampai Ziyara memejam keenakkan.
“Aaahh.”
“Masih sakit?” tanya Evan.
“Mmhh ... sedikit.”
“Mas cepetin, ya?”
Evan langsung menggeber cepat rahim Ziyara dan memasukkan dada besar Ziyara ke dalam mulutnya.
“Aaahh, aahh, Aakkkhh.”
“Jangan terlalu cepat, Paak ... aahh, ahh, aahh.”
“Panggil, Mas, Sayang.”
“Aahh, enggak mau ... Buk Sabina juga manggil Bapak, Mas ... akhhh.”
“Jadi mau manggil apah, hm? Jangan Bapak, berasa lagi main sama anak sendiri, Yang.”
“Aahh, mmmhh ... enggak tauh ... pokonya enggak mau manggil Mas ... eehhh, oohh.”
“Sshhh ... panggil Daddy aja ya, Babby.”
“Mmmhh ... iyaah.”
“Aahh, aahh, ahh, kenapa makin cepet ... aahh, itu aku ngilu, Paaak.”
“Call me Daddy, Babby!”
“Aahh, Iyah ,Daddy ... jangan terlalu cepet."
“Kenapa? Makin cepet makin enak.”
“Itu Babby ngilu Dad.”
“Itu apa? Kalau lagi Daddy genjot kayak gini, Babby harus ngomong kotor.”
“Hmm ... me-Q Babby, Dad ... aahh.”
“Nikmati aja sayang ... ahh ... ahh,aahh.”
“Pingin pipis, Dad ... aahh, aahh, akkkhhh.”
“Ahh.”
Evan merasakan betapa kuatnya rahim Ziyara berkedut dan memeras tombaknya di dalam sana, tanpa menunggu Ziyara selesai dengan pelepasannya, Evan menggeber lagi rahim Ziyara.
“Aaahh ... Daddy!”
“Aahh, aahh ... aahh, Daddy mau keluar, Sayang! Me-Q perauan emang enak ... aaahh. Daddy keluar ... Daddy keluar Babby ... Aaaaaaaaakkkkhhhh.”
Evan menyemprotkan jutaan kecebong albino ke dalam rahim Ziyara, menghentakkan pinggulnya agar semua benihnya masuk.
“Akhh.”
“Kenapa di dalam? Kalau aku hamil gimana?”
“Emang Daddy mau buat kamu hamil, Sayang.”
“Aku masih sekolah, masih punya cita-cita.”
“Iya Daddy tahu, biar Daddy yang atur semuanya nanti.”
Evan memeluk tubuh Ziyara dan mengecup kepala kekasihnya.
Tiba-tiba terdengar suara deringan HP yang ternyata milik Evan.
“Tolong ambilin, Yang.”
Ziyara mengambil HP Evan dan melihat ada nama Sabina di sana, dengan raut wajah masam ia pun memberikan HP itu pada Evan. Evan menerima HP yang di berikan Ziyara dan mengecup tangan kekasihnya.
“Angkat, tuh.”
“Kenapa cemberut gitu mukanya, hm?.”
“Gak apa-apa, angkat sana.”
Evan menjawab telepon dari istrinya dengan tetap memandang wajah kekasihnya yang sangat masam.
“Hallo, Mas? Kamu di mana? Kok enggak ada di sekolah?” tanya Sabina beruntun.
“Aku pulang, enggak enak badan.”
“Kamu di rumah? Aku pulang sekarang, ya?”
“Enggak ... aku di apartemen ... enggak usah aku cuma enggak enak badan aja ... bentar lagi juga sembuh.”
Evan berbicara di telepon dengan tangannya yang meraba raba paha sang kekasih, ingin mencium bibir Ziyara tapi ia selalu menghindar. Evan hanya tersenyum paham karena kekasihnya itu sedang cemburu.
Evan mengapit tangan Ziyara untuk di bawanya menuju ke tombak yang sudah tidur, ia merasakan dinginnya tangan Ziyara yang memegang tombaknya. Tanpa suara dan hanya menggerakkan mulut saja, Evan menyuruh Ziyara mengelus tombaknya.
“Elus!”
Ziyara mengelus perlahan tombak kekasihnya, memainkan ujung tombak itu dengan jempolnya. Evan yang merasakan ngilu pun tak sengaja mengeluarkan suara desahannya.
“Ahh.”
“Kenapa, Mas?" tanya Sabina yang masih berada di panggilan suaminya.
“Hm? Gak apa-apa kok, ya udah aku istirahat dulu ya,” gernyit Evan, langsung mematikan panggilan teleponnya dengan Sabina.
“Sssshhhh ... nakal kamu yaa ... Aahh.” Tiba-tiba Evan berteriak karena Ziyara menguyel tombaknya dengan kencang. “Babbyyy ... kenapa kenceng banget remesnya ... ssshhh.”
“Kesel,” jawab Ziyara.
“Kesel kenapa, Sayang?" tanya Evan dengan tangan memainkan kismis Ziyara.
“Lama banget telponannya.”
“Iya-iya maaf ... sekarang mau apa, hm?”
Ziyara menggelengkan kepalanya dan masih dengan tangan yang mengurut tombak Evan.
“Mau apa, Babby?”
“Ini,” jawab Ziyara dengan tangan menunjuk tombak Evan.
“Mau diapain punya Daddy?”
“Masukin ke me-Q Babby,” jawab Ziyara malu-malu.
“Daddy basahin dulu, ya supaya enggak sakit nanti kalau punya Daddy masuk lagi ... sini, berdiri depan Daddy.”
Ziyara berdiri di wajah Evan dan langsung menggesekkan rahimnya di hidung Bangir sang kekasih, Evan memegang brutu kekasihnya dan langsung melahap rahim Ziyara dengan rakus. Di santapnya rahim tanpa bulu itu, lidahnya mengobrak-abrik isi rahim Ziyara.
“Aahh... aahh, akkkhh.”
“Oukkhhh ... enak, Dad ... geli.”
“Aaahh, me-Q Babby di apain Dad ... Ohhh.”
“Babby mau pipis Dad ... Aaahh, aaahh, aaakkkkkkhhhh.”
“Akkkhhhhhh!”
Ziyara menjerit ketika Evan menggigit rahimnya.
“Sakit, Dad,” rengek Ziyara.
“Gemes, Babby. Mau masukin sekarang?” tanya Evan.
Ziyara mengangguk dan duduk di paha Evan, ia memegang tombak Evan yang sudah keras dan perlahan memasukkan ke dalam rahimnya.
JLEEEEEEBBBHHH
“Aaahh.”
“Sssshhh ... ngilu banget, Dad!”
“Pelan-pelan dulu Babby geraknya,” ucap Evan.
Dengan gerakkan perlahan, Ziyara menaik turunkan pinggulnya. Kedua tangannya memegang bahu Evan.
“Ehmm ... mau cium, Dad.”
Evan langsung menyambar bibir kekasihnya, mereka saling melumat satu sama lain, menarik dan melahap bibir serta lidah. Gerakan yang perlahan tadi kini berubah menjadi cepat.
“Aahh, aahh, aahh!”
“Aahh, enak banget Babby ... Daddy suka!”
“Mmhhh ... punya Daddy kenapa panjang banget?"
“Supaya Babby puas, Sayang ... ahh!”
“Aahh, aahh, aahh!”
Ziyara yang mendengar suara HP Evan berbunyi lagi pun menjadi tak terkendali, ia mengira yang menelpon Evan adalah Sabina.
Ia mencium Evan dengan beringas, mulutnya beralih ke leher kekasihnya, mengecup, menyantap leher itu seperti lintah, sehingga meninggalkan bekas bewarna merah keunguan.
“Aaahh ... Babby ... terus, Sayang.”
Ziyara semakin menjadi, ia memutar brutunya dan memakan habis tombak kekasihnya. Ia menyodorkan dadanya ke mulut Evan dan langsung disambut oleh Evan.
“Aahh, hisap yang kenceng, Dad!”
Ziyara semakin dalam menekan kepala Evan ke dadanya, seakan tak boleh memberi Evan untuk melepaskan hisapannya.
“Ohh ... iya, Dad ... kayak gitu ... gigit lagi! Aahh, aahh, aahh!”
Ziyara mengangkat kepala Evan dan kembali menyerbu bibir tebal itu, lalu ia menyodorkan lehernya untuk dicucup oleh Evan.
“Cupangin, Dad, merahin semuanya!”
Evan menuruti permintaan kekasih kecilnya ini, mencium dan memberi tanda pada leher putih Ziyara sembari tangan menguyel dan memelintir kismisnya yang sudah membengkak.
“Aaahh, jangan berhenti, Dad!”
Evan yang merasakan rahim Ziyara berkedut dengan kencang, langsung mendorongkan pinggulnya ke atas dengan kuat.
“Aaahh, aaakkkhh ... akhhh.”
“Babby mau keluar, Dad!”
“Daddy juga mau keluar, Sayang.”
“Keluar di dalam lagi, Dad!”
“Aahh, aahh, Daddy keluar ... Daddy keluar sayang ... aaahh.”
“Aaaakkkhhhh!!”
Ziyara terbaring lemas di atas tubuh Evan dengan tubuh yang masih menggelinjang. Evan mendekap tubuh Ziyara erat-erat dan mengecup bahu Ziyara.
“Mmhhh ... perut Babby anget, Dad!”
“Gak lama lagi di situ akan ada anak kita sayang,” ucap Evan.
“I love you, Dad!”
“Apa?” Evan langsung menegakkan tubuh Ziyara.
“I love you.”
“I love you too” jawab Evan sambil memeluk kembali tubuh Ziyara.