NovelToon NovelToon
Fall In Love At The First Night

Fall In Love At The First Night

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / One Night Stand / Selingkuh / Cinta Terlarang / Romansa / Konflik etika
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Irish_kookie

Anaya White memaksa seorang pria asing untuk tidur dengannya hanya untuk memenangkan sebuah permainan. Sialnya, malam itu Anaya malah jatuh cinta kepada si pria asing.
Anaya pun mencari keberadaan pria itu hingga akhirnya suatu hari mereka bertemu kembali di sebuah pesta. Namun, siapa sangka, pria itu justru memberikan kejutan kepada Anaya. Kejutan apa itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irish_kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Batas dan Rasa

Pagi itu, Anaya datang ke kantor lebih awal dari biasanya.

Matanya sembab karena semalaman tak bisa tidur. Setiap kali mencoba memejamkan mata, bayangan semalam selalu datang, suara Josh yang berat, genggamannya yang kasar, dan ciuman itu.

Ciuman yang terlalu dalam, terlalu nyata, hingga masih terasa di bibirnya.

Dia tidak tahu harus marah, takut, atau justru menginginkannya lagi.

("Jane, datanglah ke kantorku siang ini. Ayo, kita makan siang bersama.") tulis Anaya dalam pesan singkatnya untuk Jane, sahabatnya.

Tak perlu menunggu lama, Jane sudah terlihat mengetik dan ponsel Anaya pun bergetar lemah. ("Oke. Apa yang harus aku bawa? Minuman keras? Makanan manis? Airin? Pria tampan?")

Anaya mendengus kecil sambil tersenyum. ("Aku sudah mendapatkan pria tampan, tapi pria tampan itu membingungkanku. SOS!")

("I'm on my way, My Dear.") balas Jane lagi.

Anaya menghela napas lega. Dia tak sanggup jika harus menanggung beban rasa ini seorang diri. Josh Grebel benar-benar membingungkan.

Dia bisa begitu dingin dan profesional di depan orang lain, tapi di saat bersamaan juga menjadi seseorang yang terlalu memiliki.

Anaya merasa itu menakutkan. Karena setiap kali Anaya mengingat tatapan mata pria itu semalam, bagian dari dirinya yang paling lemah justru berbisik, “Aku menyukainya.”

"Bodoh,” gumam Anaya pelan di depan cermin lift, menatap wajahnya sendiri yang masih tampak memerah di pipi.

“Dia sudah beristri. Kau ini benar-benar bodoh, Nay. Sadarlah!" ucap Anaya lagi kepada pantulan dirinya sendiri.

Pintu lift terbuka, dan aroma kopi pagi menyambutnya. Beberapa staff menyapanya ramah.

Anaya menganggukan kepala dan mengulas senyumnya tipis. "Selamat pagi."

Suara ketikan dan tawa kecil staf mulai memenuhi lantai itu, semuanya terasa normal, kecuali detak jantungnya yang berdetak terlalu cepat.

Dia baru menaruh tas di meja ketika suara berat yang familier terdengar dari belakang. “Selamat pagi, Nona White.”

Anaya menegakkan tubuhnya cepat. Josh berdiri di dekat pintu dengan kemeja biru tua, dasinya sedikit longgar, dan senyum tipis yang terlalu tenang seolah semalam tidak pernah terjadi apa-apa.

“P-pagi,” jawab Anaya, berusaha terdengar biasa.

Josh berjalan mendekat dengan langkah tenang. “Ada apa dengan wajahmu pagi ini, Nona? Kau menangis semalaman atau tidak bisa tidur karena memikirkanku?"

Anaya mendengus pelan, tapi wajahnya memerah. “Huh! Tidurku nyenyak, terima kasih atas perhatian Anda, Tuan Grebel."

Josh mengangkat alis, sedikit menunduk ke arahnya. “Benarkah? Kau yakin tidurmu nyenyak?"

"Lalu, ini apa?" Josh menunjuk bawah mata Anaya dengan jarinya.

Sentuhan kecil itu membuat badai angin di dada Anaya yang sudah bergemuruh.

Pipi Anaya pun memanas dan dia menyentak hati Josh dari wajahnya. "B-berhentilah menyentuhku, Josh!"

"Kau itu selalu seenaknya sendiri! Apa kau tau bagaimana rasanya menjadi aku?" tanya Anaya dengan kesal.

Josh terkekeh kecil, lalu menyandarkan punggungnya ke meja kerja Anaya. “Dengar baik-baik karena aku hanya akan mengucapkan ini satu kali. Aku tidak akan menyentuh seorang wanita jika aku tidak memiliki perasaan kepadanya."

Nada suaranya santai, tapi matanya masih menyimpan sesuatu yang membuat perut Anaya terasa berputar tak nyaman.

Wajah Anaya yang memerah semakin merah. Ruang kerja itu terasa panas dan gerah.

Sontak saja, Anaya mengibas-ngibaskan tangan ke arah wajahnya. "Carikan remote ac! Panas sekali di sini!"

Josh tersenyum, dia semakin mendekat ke arah Anaya. "Begitu? Kau kepanasan? Mau kudinginkan?"

Anaya menekan salivanya. Dia dapat merasakan parfum wood dan cigarettes yang menguar dari tubuh Josh.

Kedua matanya tak bisa dia alihkan sedetik pun dari pria berusia 35 tahun itu.

Beruntunglah, suasana canggung itu dipecahkan oleh suara interkom di meja kerjanya.

"Nona White, ada seseorang yang mencari Anda. Beliau mengatakan belum membuat appointment dengan Anda. Apa saya bisa mempersilakan beliau masuk?" Suara Leona terdengar jelas dari seberang pintu ruangan Anaya.

Dahi Anaya mengerenyit. "Tamu? Apakah aku punya jadwal rapat? Siang ini aku ingin bertemu dengan Jane karena kau bilang jadwalku kosong dari pagi sampai siang nanti."

Josh mengambil iPad dan mengecek jadwal Anaya. "Ya, jadwalmu memang kosong. Suruh saja dia masuk."

Anaya mengangguk dan menekan interkom. Dia memberikan instruksi pada Leona untuk mempersilakan tamunya untuk masuk.

Tak beberapa lama, suara ketukan sepatu hak tinggi terdengar memasuki ruangan.

"Selamat pagi, Nona White," sapa tamu itu.

Suara itu!

Dengan sigap Anaya berdiri dan menjauh dari Josh. "S-selamat pagi, Nyonya Grebel."

Josh segera berdiri dan menegakkan tubuhnya. Tatapannya berubah dingin dalam sekejap. “Aku akan menyiapkan ruang rapat.”

Anaya hanya bisa mengangguk kaku. "Baiklah dan tolong pastikan Leona sudah menyiapkan materi rapat. Dan, Jo-, maksud saya, Tuan Grebel, tolong atur pertemuan saya dengan Nona Jane Shawn di luar siang ini. Terima kasih."

"Baik, Nona. Akan saya berikan list restoran dan hotel yang akan Anda pakai nanti." Josh menundukkan kepalanya pada Celline dan bergegas keluar dari ruang kerja mereka.

Ruang kerja dipenuhi aroma kopi segar dan bunga putih di vas kaca. Saat pintu terbuka, sosok wanita anggun dengan setelan krem melangkah masuk dengan tenang.

Celline terlihat persis seperti yang dibicarakan orang-orang, elegan, lembut, tapi matanya memantulkan wibawa yang tak bisa diremehkan.

“Nona White,” sapa Celline ramah, menyalami tangannya. “Akhirnya kita bisa bertemu langsung. Saya sering mendengar nama Anda dari suami saya.”

Anaya berusaha tersenyum. “Senang bertemu dengan Anda juga, Nyonya Grebel. Silakan duduk.”

Percakapan dimulai dengan topik bisnis dan rencana kerja sama dua perusahaan, laporan keuntungan, target pasar. Semuanya berjalan lancar, tapi Anaya sulit fokus. Setiap kali nama “Josh” disebut, tubuhnya terasa kaku.

"Jadi Josh sekarang bekerja langsung di bawah Anda, ya?” tanya Celline tiba-tiba sambil tersenyum ringan.

“Saya penasaran, seperti apa dia di kantor. Dia biasanya sangat serius di rumah.”

Pertanyaan itu terdengar ringan, tapi jantung Anaya berdegup keras. “E-eh, ya, dia sangat profesional, dan efisien,” jawabnya, menelan ludah.

Celline menatapnya beberapa detik lebih lama dari yang seharusnya, sebelum akhirnya tersenyum lagi.

“Saya lega mendengarnya. Belakangan dia memang terlihat sangat sibuk. Tapi, saya percaya, kalau dia di bawah tangan yang tepat, semuanya akan baik-baik saja.”

Ada sesuatu dalam nada suaranya halus, tapi menusuk.

Anaya hanya bisa mengangguk, sementara jemarinya meremas pena dengan gelisah.

Meeting berakhir dengan suasana hangat dan formal. Celline menutup map dokumen, lalu berdiri.

"Terima kasih untuk waktunya, Nona White. Saya harap kerja sama kita berjalan baik. Oh, dan kalau butuh sesuatu dari suami saya ... Maksud saya, Josh ...,”

Ia menatap langsung ke mata Anaya, senyumnya nyaris tak berubah.

“Jangan sungkan menghubungi saya," lanjut Celline lagi sambil tersenyum penuh arti.

Anaya terdiam. Rasanya seolah seluruh napas tersedot keluar dari paru-parunya. "Tentu, Nyonya Grebel. Terima kasih,” jawabnya dengan suara nyaris tak terdengar.

Setelah Celline keluar, Anaya menunduk lama di kursinya.

Tangannya gemetar. Rasa bersalah mulai menyesak di dada.

Bagaimana bisa dia kehilangan kendali seperti itu terhadap pria yang bahkan bukan miliknya?

Suara langkah sepatu terdengar dari arah pintu.

Josh masuk, membawa map laporan. “Semua sudah beres?” tanyanya ringan. “Kau dan Celline terlihat akrab.”

Anaya menatapnya tajam. “Jangan mulai, Josh. Aku tidak mau membicarakan tentang semalam, apalagi tentang istrimu.”

Josh hanya menatap balik tanpa ekspresi. “Kau terlihat terguncang. Aku khawatir.”

“Berhenti untuk berpura-pura peduli!” seru Anaya lirih. “Kau punya istri. Kau punya keluarga dan apa yang kau lakukan padaku semalam, itu salah, Josh. Sangat salah.”

Josh mendekat beberapa langkah, tapi berhenti di depan meja. "Aku tahu itu salah,” bisiknya pelan. “Tapi aku juga tidak bisa menahannya.”

"Aku tidak senang kau berdekatan dengan Jack Scout atau siapapun itu! Aku juga tidak paham kenapa. Kamu benar-benar sudah mengubah hidupku, Nay. Andai saja aku bisa bercerita padamu tentang hidupku, tapi sudahlah!" lanjut Josh.

Anaya dapat merasakan perasaan terperangkap dan kesepian dari nada suara Josh. Namun, dia juga tidak ingin terjebak dalam cinta yang salah seperti ini.

Gadis itu berdiri, suaranya bergetar. “Ya sudah, mulai hari ini, kau harus menjaga jarak dariku. Kita tetap profesional. Tidak lebih.”

Josh menatapnya dalam diam selama beberapa detik, lalu mengangguk pelan. “Oke kalau itu yang kau inginkan, Nona White.”

Suasana siang itu membuat Anaya melupakan janji temunya dengan Jane. Hingga Jane menghubunginya.

("Ada apa denganmu, Nay? Apa kau baik-baik saja? Kau mau aku ke tempatmu?") tanya Jane.

Anaya menggeleng. ("Aku sedang ingin sendiri hari ini, Jane. Energiku habis,")

Berkali-kali Jane meyakinkan apakah Anaya baik-baik saja dan apakah gadis itu membutuhkan dirinya saat ini, jawaban Anaya tetap sama.

Sore menjelang malam dan langit mulai berubah oranye.

Anaya baru saja keluar dari ruang rapat saat melihat seseorang di lobby, Celline berdiri sambil menunggu, dengan seorang anak perempuan remaja yang menggandeng tangannya.

Tak lama, Josh berlari mendahului Anaya tanpa menyapanya.

Wajah Josh berubah lembut dan wajah itu belum pernah Anaya lihat sebelumnya.

Josh menunduk, mencium dahi anaknya, lalu menggenggam tangan Celline dengan lembut dan penuh kasih.

Pemandangan itu menusuk jantung Anaya lebih dari apa pun.

Dia pun mendengus. "Kau buaya bermulut manis, Josh! Aku yang bodoh karena percaya kepadamu! Cih!"

Anaya memalingkan wajah, menatap pantulan dirinya di kaca lobby. "Sadarlah, Anaya! Kau tidak boleh jatuh lebih dalam dari ini,” bisiknya pelan.

Saat dia melangkah pergi, suara Josh terdengar di belakang.

"Nona White.” panggil Josh sambil setengah berlari.

Anaya berhenti dan memaksakan senyumnya.

"Sampai besok,” ucap Josh dengan nada lembut, seperti tak ada apa-apa di antara mereka.

Anaya menoleh setengah, lalu tersenyum getir. "Ya. Sampai besok, Tuan Grebel.”

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Anaya berharap tidak akan pernah ada hari esok untuknya.

***

1
Sophia
next
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!