“Menikahlah denganku, Kang!”
“Apa untungnya untukku?”
“Kegadisanku, aku dengar Kang Saga suka 'perawan' kan? Akang bisa dapatkan itu, tapi syaratnya kita nikah dulu.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran Menggiurkan
Beberapa saat yang lalu ... Naura berdiri di depan Sagara, semangkuk bubur ayam mengepul di tangannya. Aroma gurihnya seharusnya bisa menggugah selera siapa pun, tapi tidak dengan pria di depannya ini. Sagara, dengan wajah dingin dan tatapan setajam elang, masih enggan menyentuh makanan yang disodorkan Naura.
"Ayolah, Akang Saga," bujuk Naura dengan nada ceria yang dibuat-buat. "Ini bubur paling eksklusif se-kecamatan, tahu! Nggak akan Akang temuin di tempat lain. Saya bikin khusus buat Akang, sama buat Abah Ali tercinta."
Sagara hanya mendengus pelan, tatapannya tak beralih dari jendela. Pria itu masih terlihat babak belur, sisa gebukan orang-orang tidak jelas itu.
"Saya nggak lapar," jawab Sagara singkat, tanpa menoleh sedikit pun.
Naura menghela napas. Jurus rayuan mautnya sepertinya tidak mempan pada pria satu ini. "Tapi Akang harus makan! Kalau Akang sakit, siapa yang mau tanggung jawab?"
Sagara akhirnya menoleh, alisnya terangkat sebelah. Heran sekali dia pada perempuan tengil ini, padahal, biasanya orang-orang akan segan terhadap dia.
"Tanggung jawab?"
"Iya, tanggung jawab!" Naura berseru, nada bicaranya mulai meninggi. "Gara-gara nolongin Akang kemarin sore, saya telat datang ke rumah. Telat ngomongin urusan pernikahan!"
Sagara mengerutkan kening, mencoba mencerna ucapan Naura. Selain panggilan 'Akang' yang selalu membuat telinganya sedikit geli, sekarang ditambah lagi dengan kata 'tanggung jawab'. Apa yang sebenarnya diinginkan gadis ini?
"Ibu saya terus nanya kapan saya nikah," lanjut Naura dengan nada merajuk. "Padahal pernikahan yang udah saya rencanain gagal total gara-gara Akang!"
"Jadi, ini semua salah saya?" Sebuah seringai tipis menghiasi wajahnya.
Sontak Naura mendengus. "Ya iyalah! Makanya, Akang harus tanggung jawab!"
"Caranya?" tanya Sagara, nada suaranya terdengar menggoda dan jelas ingin memojokkan gadis ini.
"Jangan pura-pura bodoh deh! Kalau Akang nggak mau tanggung jawab, saya aduin ke Abah Ali. Biar Abah Ali jodohin saya sama Akang!" ancam Naura, berusaha menahan senyum.
"Jangan gila! Saya nggak mau dijodohin sama bocah kayak kamu!"
"Oh ya?" Naura mendekat, senyum jahilnya semakin lebar. "Kalau gitu, terpaksa saya harus ketemu Abah." Ia buru-buru meletakan mangkuk di nakas lalu berbalik. "Abah harus tahu apa yang ...."
Belum sempat Naura menyelesaikan ucapannya, Sagara meraih pundaknya, bermaksud menghentikan gadis itu. Namun, gerakan tangannya yang masih kaku justru mengenai baju Naura.
Kriiiik!
Suara kain robek menggema di ruangan itu.
Naura terkejut, matanya membulat sempurna. Sagara membeku di tempatnya, tatapannya terpaku pada bahu Naura yang kini sedikit terbuka. Tidak, dia benar-benar mematung ketika melihat ....
"Akang...!" pekik Naura, wajahnya memerah padam. "Dasar mesum!"
"Saya... saya nggak sengaja!" Tapi tangannya masih berada di sana.
"Nggak sengaja apanya?! Ini namanya pelecehan! Pokoknya aku mau ngadu samah Bah Ali."
"Hei!"
.. .. ..
Saat ini, Di sebuah ruangan luas di lantai atas rumah megah dua lantai di daerah Ciwidey, Naura dan Sagara duduk berhadapan dengan Abah Ali. Ruangan itu dipenuhi perabotan antik yang mewah, namun suasana tegang terasa begitu kental. Abah Ali, dengan tatapan tajamnya, menatap Sagara seolah ingin menelanjangi cucunya itu.
"Sagara!" Panggil Abah Ali menggelegar. "Kamu harus bertanggung jawab!"
Naura, yang duduk di dekat Abah Ali, memasang ekspresi sedih dan terpojok. Air mata palsu menggenang di pelupuk matanya, bibirnya bergetar seolah menahan isak tangis. Padahal, dalam hati, ia menahan tawa melihat Sagara yang tampak frustrasi.
Sementara itu, Sagara menghela napas panjang, merasa lelah menghadapi drama yang dibuat oleh gadis di Abahnya itu. Naura semakin merapatkan jaket milik Sagara yang menutupi bagian belakang bajunya yang robek.
Di dalam hati gadis itu, dia bergoyang heboh, saling senangnya karena ada yang membela.
"Abah udah sering bilang sama kamu, Sagara," lanjut Abah Ali dengan nada kecewa. "Jangan menikahi perempuan yang waktu itu kamu kenalkan. Lihat, kan, akhirnya jadi seperti ini! Jangankan jadi nikah, yang ada kamu malah hampir koit."
Sagara terdiam, tidak membantah. Ia tahu Abah Ali tidak akan mendengarkan alasannya. Apalagi wajah Naura itu sangat ekspresif, dia bisa dengan mudah berubah sedih tanpa terlihat pura-pura.
"Pokoknya, kamu harus mau!" Abah Ali menunjuk Sagara dengan tongkatnya. "Kamu harus menikahi Naura!"
Tentu Naura tidak ingin membuang kesempatan, ia terisak lebih keras, berpura-pura terharu dengan pembelaan Abah Ali.
"Satya bukan orang yang baik untuk Naura," kata Abah Ali, menatap Naura dengan lembut. "Jadi, kamu harus menikahi Naura. Kita tidak akan rugi apa pun."
Pria itu menggeram tertahan, Sagara memijat pelipisnya, merasa pusing dengan situasi ini. "Abah, beri saya waktu bicara berdua dengan Naura."
Abah Ali mengangguk, lalu meninggalkan ruangan dengan langkah berat. Meninggalkan Sagara dan Naura dalam keheningan yang canggung.
Setelah Abah pergi, Sagara menatap Naura dengan tatapan menyelidik. "Sebenarnya, apa yang kamu inginkan, Nora?"
"Naura, Kang."
"Sama aja!"
"Beda lah, Kang. Naura itu ...." Ia tak melanjutkan kalimatnya ketika Saga menatapnya dengan tatapan membunuh.
Naura mengangkat wajahnya, air mata palsu masih membasahi pipinya kala itu. "Saya ingin menikah dengan Kang Sagara," jawabnya dengan nada yang lebih ceria.
"Menikah dengan saya? Kenapa? Apa untungnya untuk saya?"
"Apa untungnya untuk Akang?" Naura mendekat, menatap Sagara dengan tatapan menggoda.
Sagara mengerutkan kening, tidak mengerti.
"Saya bisa memberikan kegadisan saya," bisik Naura, membuat Sagara tersentak kaget. "Saya tahu Akang suka perawan. Akang bisa mendapatkan itu, asalkan kita menikah dulu."
Pria itu semakin terdiam, mencerna tawaran Naura. Ia tidak menyangka gadis ini akan sejauh ini.
"Kamu serius?" tanya Sagara, dengan nada tidak percaya.
Naura mengangguk, dengan tatapan meyakinkan. "Serius. Tapi, ada syaratnya."
"Syarat?" Sagara mengangkat alisnya.
"Setelah menikah, Akang harus menuruti semua perkataan saya," kata Naura, dengan senyum licik menghiasi wajahnya. "Bagaimana, Akang Sagara? Deal?"
Sagara menatap Naura dengan tatapan ragu. Ia tahu gadis ini sedang bermain-main dengannya.
"Kamu yakin tidak akan menyesal? Kamu bahkan tidak tahu siapa saya."
"Asal bukan kriminal, aku oke-oke aja. Gimana?" Naura menaik-turunkan alis. Jujur saja, dibandingkan dengan Satya, pria matang ini jauh lebih menggiurkan, kalaupun dia harus kehilangan hal berharga, selama itu menggunakan cara yang halal, tentu dia mau. Membayangkan malam pertama dengan pria sekeren ini, mana mungkin dia tidak suka.
lanjut lah kak othor,,💪🥰
resiko anak cantik ya Nau JD gerak dikit JD tontonan...
😄😄😄🤭
Nanda kah... entah lah hanya emk yg tau ..
teman apa lawan 🤔