NovelToon NovelToon
Pelarian Bintang Senja

Pelarian Bintang Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Cinta Istana/Kuno / Akademi Sihir / Diam-Diam Cinta / Pusaka Ajaib / Aliansi Pernikahan
Popularitas:650
Nilai: 5
Nama Author: ainul hasmirati

Suara Raja Bramasta terdengar tegas, namun ada nada putus asa di dalamnya

Raja Bramasta: "Sekar, apa yang kau lakukan di sini? Aku sudah bilang, jangan pernah menampakkan diri di hadapanku lagi!"

Suara Dayang Sekar terdengar lirih, penuh air mata

Dayang Sekar: "Yang Mulia, hamba mohon ampun. Hamba hanya ingin menjelaskan semuanya. Hamba tidak bermaksud menyakiti hati Yang Mulia."

Raja Bramasta: "Menjelaskan apa? Bahwa kau telah menghancurkan hidupku, menghancurkan keluargaku? Pergi! Jangan pernah kembali!"

Suara Ibu Suri terdengar dingin, penuh amarah

Ibu Suri: "Cukup, Bramasta! Cukup sandiwara ini! Aku sudah tahu semuanya. Aku tahu tentang hubunganmu dengan wanita ini!"

Bintang Senja terkejut mendengar suara ibunya. Ia tidak pernah melihat ibunya semarah ini sebelumnya.

Raja Bramasta: "Kandahar... dengarkan aku. Ini tidak seperti yang kau pikirkan."

Ibu Suri: "Tidak seperti yang kupikirkan? Jadi, apa? Kau ingin mengatakan bahwa kau tidak berselingkuh dengan dayangmu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainul hasmirati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Latihan Pedang di Taman Rahasia

Mentari pagi menyelinap malu-malu di antara rerimbunan pohon di Taman Rahasia Istana Matahari. Embun masih bergelayutan di ujung dedaunan, berkilauan seperti permata yang berserakan. Di tengah taman yang asri itu, seorang gadis berambut legam, Putri Bintang Senja, berdiri dengan anggun. Di tangannya tergenggam sebilah pedang latihan dari kayu.

"Fokus, Putri," suara berat seorang pria memecah keheningan pagi. Pria itu, Raden , adalah guru pedang pribadi Putri Bintang Senja, seorang kesatria yang disegani di seluruh kerajaan.

"Lupakan sejenak statusmu sebagai seorang putri. Anggap pedang ini sebagai perpanjangan dari dirimu."

Putri Bintang Senja mengangguk, mencoba mengenyahkan bayangan gaun sutra dan perhiasan yang biasa menghiasinya. Hari ini, ia mengenakan pakaian latihan sederhana, namun gerakannya tetap mencerminkan keanggunan seorang putri.

"Siap, Raden," jawabnya, suaranya mantap.

Raden tersenyum tipis. "Bagus. Mari kita mulai dengan dasar-dasar. Kuda-kuda yang benar, ayunan yang kuat, dan pandangan yang tajam."

Latihan pun dimulai. Raden dengan sabar membimbing Putri Bintang Senja, mengoreksi setiap kesalahan kecil, dan memberikan pujian setiap kali sang putri berhasil melakukan gerakan dengan benar.

Putri Bintang Senja Mengayunkan pedangnya dengan ragu.

"Raden, aku merasa gerakan-gerakan ku masih kaku. Bagaimana cara agar lebih luwes?"

 "Kuncinya adalah relaksasi, Putri. Jangan tegang. Bayangkan kau sedang menari, bukan bertarung. Biarkan tubuhmu mengikuti alur pedang."

 "Menari? Tapi ini pedang, Raden. Bukan alat untuk berdansa."

 "Justru itu, Putri. Seni bela diri adalah tarian kematian. Kau harus bisa bergerak dengan anggun dan mematikan pada saat yang bersamaan."

Putri Senja Tersenyum "Tarian kematian... kedengarannya mengerikan."

 "Memang mengerikan, Putri. Namun, jika kau menguasainya, kau akan menjadi lawan yang tak terkalahkan."

"Ayunan mu sudah jauh lebih baik, Putri," puji Raden setelah beberapa saat.

"Namun, pandanganmu masih kurang tajam. Seorang pendekar sejati harus mampu membaca gerakan lawan hanya dengan melihat matanya."

Putri Bintang Senja mengerutkan kening, mencoba memahami maksud gurunya.

"Membaca gerakan lawan dari matanya? Bagaimana caranya, Raden?"

"Itu adalah seni yang membutuhkan latihan dan kepekaan," jawab Raden .

 "Coba perhatikan mataku. Apa yang kau lihat?"

Putri Senja menatap mata Raden dengan saksama. Mata itu tampak tenang dan tajam, namun ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya.

"Aku melihat ketenangan, Raden," jawab Putri Senja.

"Namun, aku juga melihat... kewaspadaan?"

Raden tersenyum. "Benar sekali. Seorang pendekar sejati selalu waspada, siap menghadapi segala kemungkinan. Sekarang, coba rasakan energi yang terpancar dari dirimu sendiri. Apakah kau merasa percaya diri?"

Putri Bintang Senja terdiam sejenak, mencoba merasakan energi dalam dirinya. Ia merasa ada keraguan yang masih menghantuinya.

"Aku... aku masih merasa sedikit takut, Raden," jawabnya jujur.

Raden mengangguk. "Ketakutan adalah hal yang wajar, Putri. Namun, jangan biarkan ketakutan mengendalikan mu. Gunakan ketakutan sebagai motivasi untuk menjadi lebih kuat."

Latihan berlanjut dengan intensitas yang semakin meningkat. Putri Bintang Senja mulai merasakan kelelahan, namun ia tidak menyerah. Ia tahu bahwa ia harus menjadi kuat, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kerajaannya.

Di sela-sela latihan, mereka beristirahat sejenak di bawah pohon rindang. Raden memberikan sebotol air dingin kepada Putri Senja.

"Kau berlatih dengan sangat keras, Putri," kata Raden .

 "Aku yakin kau akan menjadi pendekar yang hebat suatu hari nanti."

"Terima kasih, Raden," jawab Putri Senja, tersenyum.

"Namun, aku masih harus banyak belajar."

"Benar," kata Raden . "Namun, kau memiliki potensi yang luar biasa. Jangan sia-siakan itu."

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat. Seorang pengawal kerajaan muncul di antara pepohonan.

"Maaf mengganggu, Raden, Putri," kata pengawal itu dengan hormat.

"Yang Mulia Raja memanggil Putri Senja untuk menghadap."

Putri Senja mengernyitkan kening. "Ayahanda memanggilku? Ada apa gerangan?"

"Saya tidak tahu, Putri," jawab pengawal itu. "Namun, Yang Mulia tampak sangat serius."

Putri Senja mengangguk. "Baiklah, aku akan segera menghadap." Ia menoleh kepada Raden .

"Maaf, Raden, latihan kita harus diakhiri lebih cepat."

"Tidak masalah, Putri," jawab Raden . "Pergilah. Aku akan melanjutkan latihanmu besok."

Putri Bintang Senja bergegas menuju istana, diikuti oleh pengawalnya. Ia merasa khawatir dengan panggilan ayahnya. Apakah ada sesuatu yang buruk telah terjadi?

Di ruang kerja raja, Raja Surya duduk di singgasananya dengan wajah muram. Di hadapannya berdiri seorang pria berpakaian serba hitam, dengan wajah tertutup topeng.

"Jadi, kau yakin dengan informasi ini?" tanya Raja Surya dengan suara berat.

Pria bertopeng itu mengangguk. "Saya telah menyelidiki selama berbulan-bulan, Yang Mulia. Saya memiliki bukti yang tak terbantahkan."

"Katakan padaku," perintah Raja Surya.

Pria bertopeng itu membungkuk hormat.

 "Pangeran Angkara bersekongkol dengan kerajaan musuh, Kerajaan Kegelapan, untuk menggulingkan Yang Mulia dari tahta."

Raja Surya terkejut mendengar berita itu. Pangeran Angkara adalah adik kandungnya sendiri, orang yang selama ini ia percaya dan sayangi.

"Tidak mungkin," kata Raja Surya.

 "Angkara tidak mungkin melakukan hal seperti itu."

"Saya tahu ini sulit dipercaya, Yang Mulia," kata pria bertopeng itu.

"Namun, saya memiliki bukti yang kuat. Saya memiliki surat-surat rahasia yang ditulis oleh Pangeran Angkara sendiri, yang berisi rencana untuk menyerahkan kerajaan kita kepada Kerajaan Kegelapan."

Raja Surya terdiam, mencoba mencerna informasi yang baru saja ia dengar. Ia merasa dikhianati oleh orang yang paling dekat dengannya.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Raja Surya kepada pria bertopeng itu.

"Mengapa kau memberitahuku tentang hal ini?"

Pria bertopeng itu tersenyum misterius. "Saya adalah seseorang yang peduli dengan keselamatan kerajaan ini, Yang Mulia. Saya tidak bisa membiarkan Pangeran Angkara menghancurkan semua yang telah kita bangun."

"Apa yang kau inginkan sebagai imbalan?" tanya Raja Surya.

"Saya tidak menginginkan apa pun, Yang Mulia," jawab pria bertopeng itu. "Saya hanya ingin melihat kerajaan ini aman dan sejahtera."

Raja Surya menatap pria bertopeng itu dengan curiga. Ia tidak yakin dengan motif pria itu. Namun, ia tidak punya pilihan lain selain mempercayainya.

"Baiklah," kata Raja Surya. "Aku akan mempercayaimu. Namun, jika kau berbohong padaku, kau akan menyesalinya."

Pria bertopeng itu membungkuk hormat. "Saya tidak akan mengecewakan Yang Mulia."

Tiba-tiba, Putri Senja memasuki ruang kerja raja. Ia terkejut melihat pria bertopeng itu berdiri di hadapan ayahnya.

"Ayahanda, ada apa ini?" tanya Putri Senja. "Siapa pria ini?"

Raja Surya menoleh kepada putrinya. "Senja, ada sesuatu yang penting yang harus kau ketahui."

Raja Surya menceritakan semua yang telah ia dengar dari pria bertopeng itu kepada Putri Senja. Putri Senja terkejut dan tidak percaya mendengar berita tentang Pangeran Angkara.

Raja Surya bertanya Kepada pria bertopeng "Jika Angkara benar-benar berkhianat, mengapa kau tidak melaporkannya kepada kepala pengawal kerajaan?"

 "Kepala pengawal kerajaan adalah orang yang setia kepada Pangeran Angkara, Yang Mulia. Saya tidak bisa mempercayainya."

Putri Bintang Senja "Bagaimana kami bisa mempercayaimu? Kau datang dengan wajah tertutup dan membawa tuduhan yang sangat serius."

Pria Bertopeng "Saya mengerti keraguan Anda, Putri. Namun, saya tidak punya pilihan lain. Saya harus melindungi kerajaan ini, meskipun itu berarti saya harus menyembunyikan identitas saya."

 "Apa yang kau harapkan dariku? Aku tidak bisa langsung menghukum Angkara tanpa bukti yang kuat."

Pria Bertopeng "Saya akan memberikan bukti yang Anda butuhkan, Yang Mulia. Namun, Anda harus berjanji untuk bertindak cepat dan tegas."

 "Ayahanda, jangan terburu-buru mengambil keputusan. Kita harus menyelidiki masalah ini dengan cermat."

 "Aku tahu, Senja. Namun, kita tidak punya banyak waktu. Jika Angkara benar-benar berkhianat, dia bisa menyerang kapan saja."

"Aku tidak percaya," kata Putri Senja. "Paman Angkara tidak mungkin melakukan hal seperti itu."

"Aku juga tidak ingin mempercayainya, Senja," kata Raja Surya. "Namun, kita harus berhati-hati. Kita tidak bisa membiarkan Angkara menghancurkan kerajaan ini."

"Apa yang akan Ayahanda lakukan?" tanya Putri Senja.

"Aku akan memanggil Angkara untuk menghadap," jawab Raja Surya.

 "Aku akan menanyakan langsung kepadanya tentang kebenaran informasi ini."

"Itu berbahaya, Ayahanda," kata Putri Bintang Senja.

 "Jika Paman Angkara benar-benar berkhianat, dia bisa saja menyerang Ayahanda."

"Aku tahu," kata Raja Surya. "Namun, aku harus mengambil risiko ini. Aku harus tahu kebenaran."

"Biarkan aku menemani Ayahanda," kata Putri Senja.

"Aku akan melindungi Ayahanda."

Raja Surya tersenyum. "Terima kasih, Senja. Aku tahu aku bisa mengandalkan mu."

Raja Surya memerintahkan pengawalnya untuk memanggil Pangeran Angkara untuk menghadap. Sementara menunggu kedatangan Pangeran Angkara, Raja Surya dan Putri Senja mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan.

Pria bertopeng itu tetap berdiri di sudut ruangan, mengamati Raja Surya dan Putri Bintang Senja dengan tatapan yang sulit diartikan. Siapakah dia sebenarnya? Apa motifnya yang sebenarnya? Hanya waktu yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

1
semangat author 😍
jangan lupa untuk update terus 💪👍
💪 Thor
LyaAnila
Arya, jangan bilang anda diam-diam menaruh rasa dengan putri Bintang ya/Shame//Shame/
LyaAnila
kalau misalkan kamu nggak bahagia coba jujur aja sama perasaanmu. jangan dipendam
sungguh baik sekali buk Mirah ini
musafir berpakaian seperti seorang putri kah?
semangat tor💪
Trà sữa Lemon Little Angel
Wajib dibaca!
Huo Ling'er
iya terimakasih banyak ya jangan lupa mampir terus hehehehehe🤭🙏
Kei Kurono
Keren! Bagus banget ceritanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!