NovelToon NovelToon
Miracle Of Love

Miracle Of Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:467
Nilai: 5
Nama Author: Yulynn

Cerita tentang Dewa dan Dewi Cinta yang awalnya saling mencintai. Mereka bertugas di alam manusia untuk menolong dan meringankan penduduk di bawah bukit cinta. Tetapi semuanya musna ketika Dewi Cinta jatuh cinta kepada manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulynn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 7

"Konon, jiwa Dewa dan Dewi Cinta masih terkubur di suatu tempat di bukit ini," ujar seorang pemandu wisata cantik, mengisahkan legenda Bukit Cinta. Para turis, baik lokal maupun mancanegara, tampak celingukan, berharap menemukan jejak sang Dewa Cinta.

"Ya, ada," jawab pemandu wisata dengan mantap. "Dahulu, bukit ini sempat tenggelam, namun Kaisar Langit memerintahkan para dewa untuk mengeringkannya kembali, dengan harapan Dewa dan Dewi Cinta dapat bersatu. Kini, kaki bukit dihuni oleh penduduk dari berbagai daerah. Meski kehidupan mereka sederhana dan jauh dari Modern, kita bisa melihat bagaimana nilai-nilai kehidupan di masa Dewa dan Dewi Cinta masih berkuasa terpancar di sini."

“Jadi di mana batu Kristal yang berisi jiwa dewi cinta?” tanya orang yang sama lagi.

“Dahulu ada seorang pendaki yang tidak sengaja menemukan batu cristal itu tapi ketika dia membawa orang-orang kembali, batu Kristal itu tidak tampak lagi. Sebagian orang mengatakan kalau pendaki itu berbohong  dan sebagian orang percaya kalau pendaki itu lupa akan jalan menemukan tempat itu. Jika pendaki itu benar, maka dialah satu-satunya manusia yang pernah melihat wujud batu Kristal itu.” pemandu wisata itu dapat melihat pancaran kekecewaan dari wajah turis-turis itu. “Tapi beberapa tahun kemudian penduduk di kaki bukit berhasil membuat replika batu Kristal yang dibuat berdasarkan ingatan pendaki tersebut.”

“Dimana?” seru beberapa turis secara bersamaan. Rasa antusias kembali menghiasi wajah para turis dan membuat si pemandu wisata bersemangat.

Dia memimpin jalan, menyusuri tangga batu buatan penduduk yang menanjak ke dalam hutan. Tak lama, tangga itu berakhir di puncak, membuka pemandangan tanah lapang. Di sisi kiri, sebuah gazebo bambu berdiri kokoh. Di depannya, terpampang batu besar menyerupai tembok datar, dengan bangkai pohon yang menjadi saksi bisu di hadapannya.

"Menurut para pendaki," lanjutnya, "batu besar ini dulunya berwarna putih transparan dan berkilauan seperti kristal. Karena keterbatasan teknologi saat itu, mereka membuatnya dari batu biasa, dan hingga kini telah beberapa kali dibangun ulang dengan semen."

Para turis tampak sibuk mengabadikan lokasi replika itu dengan kamera mereka. Pemandu wisata yang sudah lelah sedang duduk di sisi tangga batu sambil mengamati sekeliling.

"Ini, minum dulu," kata turis yang sejak tadi sibuk mencatat, menyodorkan sebotol air pada gadis pemandu yang tampak kehausan.

"Makasih," jawab pemandu itu, menerima botol dari tangan si turis.

"Penjelasanmu bagus, mudah dipahami. Sering ke sini?" tanya turis itu, duduk di samping pemandu.

"Baru kedua kalinya. Aku menggantikan teman," jawab pemandu itu, setelah minum dari botol yang diberikan turis berambut pirang. "Kamu wartawan?"

“Bukan. Aku hanya turis biasa yang tertarik dengan tempat ini.” cowok itu tersenyum memamerkan deretan gigi putih dan rapi.

“Biasanya cewek-cewek yang lebih tertarik dengan tempat seperti ini.” ujar gadis itu

“Entah kenapa aku merasa bisa menemukan jiwa dewa cinta.”

“Oh ya?” gadis itu mendapati cowok tersebut memakai kontak lens berwarna abu-abu. “Kamu percaya legenda ini?”

“Emang kamu gak percaya?” tanyanya balik

“Entahlah.”

“Sarah. Itu namamu kan?” Ujarnya sambil menunjuk name tag yang tergantung di lehernya.

“Oh ini. Bukan, ini milik teman yang kuganti. Tolong rahasiakan dari yang lain yah.” gadis itu memasukan name tag ke dalam saku bajunya.

“Namaku Brandon.”

“Hi, Brandon.” Ujar gadis itu canggung.

“Setelah tahu namaku, bukankah kamu juga harus beri tahu namamu?”

“Aku gak pernah tanya namamu.”  Gadis itu mulai merasa terganggu, lantas dia bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan asal.

“Tapi aku ingin tahu siapa namamu.” Cowok itu mengikutinya.

Gadis itu merasa risih dan tidak menggubris cowok bernama Brandon yang masih mengikutinya.

“Bapak Ibu sekalian, lima belas menit lagi kita akan berkumpul di bawah lagi dan kembali ke kapal!” Seru gadis itu lantang di tengah-tengah lapangan.

Brandon bertekad, hari ini ia harus tahu nama gadis itu. Namun, nasib seolah mempermainkannya. Langit mendadak gelap, pertanda hujan akan segera mengguyur. Penjaga lapangan dengan sigap menyerukan agar para pengunjung segera meninggalkan area tersebut dan kembali ke kapal sebelum hujan tiba. Kepanikan langsung melanda para turis, yang bergegas menuruni bukit. Brandon ikut terdorong dalam kerumunan, merasa kehilangan jejak gadis itu. Ia melihatnya duduk di dekat kemudi kapal, di bagian depan, seolah menghindarinya.

***

"Makasih, Sa. Kemarin lancar, kan?" ujar Sarah sambil meraih name tag yang disodorkan Carissa, sahabatnya sejak kecil.

"Lancar... cuma ketemu cowok risih," jawab Carissa sambil menyeruput Mochaccino panas dari gelas Starbucks-nya.

"Cowok risih gimana? Kamu diapain?" Sarah langsung membanting gelas berisi Americano di atas meja, kaget.

"Nggak diapain, cuma nanya nama doang. Aku cuekin, eh, dia ngekor terus. Risih, deh!"

"Oh... kirain kamu dilecehin," Sarah mengelap meja yang terkena tumpahan Americano dengan tisu. "Eh, cowoknya ganteng nggak?"

"Lumayan, sih. Andai aja dia nggak pake lensa kontak abu-abu sama rambut pirang," gerutu Carissa.

"Ih, gaya cowok sekarang emang gitu! Style-nya idol-idol Korea," Sarah heran dengan selera sahabatnya yang masih suka cowok bergaya kuno.

"Di MV sih keren-keren aja, tapi kalo lalu lalang di jalan rasanya norak. Nggak suka!"

"Kamu sukanya cowok gaya om-om kayak itu, tuh!" Sarah menunjuk seorang pria sekitar tiga puluhan dengan setelan rapi, rambut hitam berkilat karena minyak rambut. Gaya berdirinya mantap, senyumnya sopan, bahkan cara dia meraih minuman dari kasir pun tampak berkelas.

"Cowok kayak gitu baru sesuai seleraku!" Carissa menopang dagunya sambil menikmati pemandangan pria tampan itu sampai menghilang di balik pintu Starbucks.

"Kuno!" ejek Sarah. "Jadi, besok kegiatanmu apa?"

"Jadi pegawai Starbucks, mungkin," jawab Carissa asal.

"Psikopat banget, sih, kamu! Demi ngeliat cowok kuno yang barusan?"

"Ya, nggak, lah! Aku bercanda aja kali!" Carissa memukul bahu sahabatnya pelan. "Ada kerjaan, nggak?"

"Nanti kukabari, deh, kalo ada," Sarah pasrah dengan Carissa yang memang nggak pernah mau cari kerjaan tetap karena ngebosenin dan nggak suka terikat.

Sarah dan Carissa bagaikan dua kutub yang berlawanan. Sarah adalah ekstrovert sejati: gemar bertemu orang baru, menyukai pesta dan keramaian, sehingga pekerjaan sebagai pemandu wisata sangat cocok untuknya. Tak jarang, ia bahkan terlibat hubungan intim dengan para turis. Sebaliknya, Carissa masih memegang teguh nilai-nilai kesopanan: seorang introvert yang tidak pernah menjadi bahan gosip dan masih menjaga kesuciannya. Sifat tertutupnya ini berdampak pada karirnya yang tidak stabil. Ia hanya bekerja serabutan, mengandalkan bantuan Sarah untuk mendapatkan pekerjaan paruh waktu. Sejak lulus kuliah, Carissa sudah mencoba berbagai pekerjaan, mulai dari kapal pesiar, gedung pernikahan, menjadi baby sitter, pemandu wisata, penjual tiket pacuan kuda, hingga stylist artis—semuanya berkat rekomendasi Sarah yang temannya tiba-tiba cuti dan membutuhkan pengganti sementara.

"Minggu depan ikut aku ke Bali, ya?" ujar Sarah sambil menyalakan mesin mobil Tesla-nya yang mewah.

"Aduuuuhhhh…. Males, deh," rengek Carissa sambil melorot di kursinya. "Itu kan tempatnya para ekstrovert. Introvert kayak aku mah pengennya kerja jadi tukang jual karcis di taman safari aja."

"Plis, dong, Sa. Siapa tahu aku mabuk, besoknya kan kamu bisa gantiin aku. Turis lokal, ibu-ibu pejabat. Cuma nemenin karaoke di bus."

"Bukan masalah itu, Rah. Aku males jalan di bawah terik matahari. Belum lagi nanti ketemu bule-bule cakep, aku insecure, loh!"

"Cakep, manis, perawan kok insecure, sih?" ujar Sarah jengkel. "Pokoknya nggak mau tau, ikut aku ke Bali! Titik!"

"Biaya hidupku di sana kamu all in, ya?"

"Aman. Sampe di sana aku transfer sepuluh juta. Cukup?"

"Gile, berapa sih gajimu?" Harga diri Carissa kayak baru aja dibanting-banting sama Sarah pakek sepuluh juta.

"Pokoknya masih bersisa, lah!" ucap Sarah enteng. "Jadi, ikut, kan?"

"Ya, deh, demi sepuluh juta. Thank you, bestie!" Carissa mencium pipi Sarah gemas.

"Norak, lu, ah!"

1
suhardi wu
ceritanya menarik, gaya bahasanya mudah dimengerti. mantap lah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!