Sepuluh tahun ingatan Kirana terhapus. Saat membuka mata, Kirana mendapati dirinya sudah menikah dengan pria asing yang menyebutnya istri.
Namun, berbeda dengan kisah cinta yang diharapkan, pria itu tampak dingin. Tatapannya kosong, sikapnya kaku, seolah ia hanya beban yang harus dipikul.
Jika benar, Kirana istrinya, mengapa pria itu terlihat begitu jauh? Apakah ada cinta yang hilang bersama ingatannya, atau sejak awal cintanya memang tidak pernah ada.
Di antara kepingan kenangan yang terhapus, Kirana berusaha menemukan kebenaran--- tentang dirinya, tentang pernikahan itu, dan tentang cinta yang mungkin hanya semu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shalema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sadar Kembali
Suara mesin monitor berdetak pelan, bau antiseptik tercium di udara. Lampu putih terasa menyilaukan saat kelopak mata Kirana bergetar, lalu perlahan membuka.
Untuk sesaat, dunia terasa asing. Pandangannya kabur, tubuhnya berat, seakan menolak untuk bergerak. Kirana mencoba bicara, tapi yang yang keluar hanya bisikan serak.
"Di...ma...na a..ku?"
Seseorang di samping tempat tidur Kirana terlonjak, lalu terburu-buru memanggil perawat. "Sus... Dia bangun..! Dia bangun!"
********
Kirana menatap dinding putih itu. Di kamarnya hanya terdengar suara tetesan air dan detak jam dinding. Ruang VIP yang nyaman, tidak mengubah hawa dingin dan sepi yang menyergap Kirana.
Sepuluh tahun. Ada sepuluh tahun dari kehidupannya, yang tidak mampu diingat Kirana. Waktu yang panjang. Usianya kini 29 tahun dan sudah menikah.
Menurut dokter, dirinya mengalami kecelakaan lalu lintas yang cukup parah. Ia terbaring koma selama tiga bulan. Dan, kini terbangun dengan sebagian ingatan yang hilang. Kirana tidak bisa mengingat detik-detik tubuhnya hancur di jalanan.
Hal terakhir yang diingatnya, ia baru saja mendapat penghargaan dari yayasan Biannale sebagai Best Artwork untuk salah satu lukisannya. Dan, ia baru berusia 19 tahun. Dalam sebulan, ia akan berangkat ke London, melanjutkan sekolah di Royal Collage of Art (RCA), salah satu sekolah seni terbaik di dunia, dengan beasiswa.
Namun, kini....
Kirana menarik nafas menghentikan rasa yang menghimpit dadanya. Kirana bingung bagaimana cara memahami semuanya.
"Selamat siang Bu Kirana," sapa perawat memasuki kamar.
"Siang Sus Dian," balas Kirana. Kirana sudah mengenalnya. Karena perawat Dian-lah yang bertugas mengawasi kamarnya sejak ia sadar tiga minggu lalu.
" Bagaimana perasaan Ibu? Ada keluhan?" tanyanya sambil mengeluarkan alat tensi.
"Sudah lebih baik, Sus. Hanya kadang-kadang masih sakit kepala."
Suster Dian melingkarkan alat tensi di lengan atas Kirana. "Tensi dulu ya Bu!" ucapnya sambil tersenyum.
"80/90. Rendah tapi normal. Sakit kepalanya hebat gak Bu?" lanjutnya lagi.
Kirana menggeleng. "Masih bisa ditahan," ungkapnya.
"Nanti saya infokan ke dokter Nurman ya Bu. Ini obat untuk siang ini. Diminum sesudah makan." Suster Dian menaruh beberapa butir pil di atas lemari kecil di samping tempat tidur Kirana.
"Lho, ibu sendirian? Ke mana bu Wulan?" lanjutnya menanyakan keberadaan orang yang selalu menemani Kirana.
"Lagi keluar sebentar. Katanya bosan di dalam kamar," Kirana mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Terlihat beberapa bunga berwarna-warni. Ia juga bosan di kamar.
"Sabar ya, Bu! Sebentar lagi, Ibu juga bisa berjalan-jalan keluar. Kata dokter, otot Ibu hanya tinggal dilatih lagi. Ibu harus semangat terapi ya," suster Dian berkata seolah tahu apa yang ada di pikiran Kirana.
"Iya, Sus, Aamiin," doa Kirana.
"Saya tinggal ya, Bu. Ibu bisa makan sendiri?"
Kirana mengangguk. "Terima kasih, Sus!"
"Sama-sama, Ibu," suster Dian menutup pintu.
Kembali sunyi. Kirana mencoba mengambil nampan makanan yang berada persis di sebelah pil-pil tadi diletakkan. Agak sulit, karena kakinya belum bisa banyak bergerak.
"Mau makan, Mba?"
Kirana terlonjak kaget. Wanita yang bernama ibu Wulan sudah berada di hadapannya. Kirana tidak mendengar pintu di buka.
"Eh, iya, Bu."
"Mba Kirana duduk saja!" pinta Bu Wulan. Tidak ada kelembutan dalam suaranya.
Bu Wulan lalu menaikkan overbed table dan menaruh makanan di atasnya. "Perlu disuapi?" tanyanya dengan nada ketus.
"Tidak usah, Bu, saya sudah bisa sendiri. Terima kasih."
Meskipun masih sedikit kesulitan, tapi Kirana harus membiasakan kembali melakukan hal-hal sederhana sendiri, seperti makan dan minum. Kirana harus melatih otot tubuhnya lagi.
"Hmmm..." Bu Wulan hanya menjawab dengan gumaman.
Bu Wulan duduk di sofa kemudian menyalakan TV, sementara Kirana menghabiskan makanannya. Tidak ada obrolan hangat di antara keduanya.
Sejak sadar kembali, bu Wulan adalah satu-satunya orang di luar tenaga medis yang Kirana kenal. Hanya bu Wulan yang menemani Kirana. Meskipun tidak terlalu ramah, namun dia cukup telaten menjaga Kirana.
Kirana adalah seorang anak tunggal. Setau Kirana, mama dan papanya juga tidak punya saudara. Sementara, kakek dan nenek dari pihak mama Kirana sudah lama meninggal. Kirana tidak pernah kenal dengan orang tua papanya.
Kirana sempat menanyakan keberadaan mama dan papanya pada bu Wulan. Jawaban bu Wulan sangat singkat. Mamanya sudah meninggal enam tahun lalu karena serangan jantung. Sedangkan papanya tidak tahu di mana, pergi setelah menikahkan Kirana lima tahun lalu.
Kirana menangis semalaman saat mendengarnya. Karena bagi Kirana, terasa baru kemarin mama dan papanya berada di atas panggung, memeluk dan menciumnya kala ia menerima penghargaan. Kini... Mamanya sudah tiada dan papanya tidak tahu di mana.
"Sudah Mba! Gak perlu ditangisi berlebihan. Kejadiannya sudah lama berlalu!" ucap bu Wulan saat itu. Entah karena ingin menghibur, atau merasa terganggu dengan suara tangisan Kirana.
"Bu, sudah selesai. Tolong... " Kirana merapikan alat makannya.
Bu Wulan dengan sigap membereskan sisa makan Kirana dan menurunkan overbed table ke tempat semula. Dia memberikan obat dan segelas air putih pada Kirana.
Terdengar suara ponsel berdering. Bu Wulan menjawabnya.
"Iya Mas... Baik-baik saja. Baru saja makan. Makannya banyak kok. Kapan Mas? Baik Mas."
"Mba!" panggil bu Wulan setelah memutuskan sambungan.
"Mas Barra besok pulang. Dari bandara langsung ke sini!" infonya.
Mas Barra? Siapa? Kirana coba mengingat. Ah, suamiku! Kirana masih asing dengan namanya.
Tiba-tiba degup jantung Kirana berdetak kencang. Kirana tidak bisa membayangkan dirinya sudah menikah dan memiliki suami. Dan, suaminya akan datang besok.
Menurut bu Wulan, saat Kirana sadar, Barra sedang ada di luar negeri untuk urusan pekerjaan. Karena itu, bu Wulan di sini, menjaganya atas permintaan suami Kirana.
"Bu... Mas Barra itu orangnya baik gak?" tanya Kirana malu-malu. Pipinya sedikit memerah.
Bukannya menjawab, bu Wulan malah memperhatikan Kirana.
Sebetulnya, sudah dari beberapa hari lalu, Kirana ingin bertanya tentang Barra. Ia sama sekali tidak mengingatnya. Tapi, Kirana segan. Malu lebih tepatnya.
Bu Wulan bilang kalau ia sudah menikah selama lima tahun. Namun, sama sekali tidak ada jejak tentang pernikahan ataupun sosok suami dalam ingatan Kirana.
"Besok juga Mba tahu!" ucapnya setelah terdiam beberapa saat. Ia lalu duduk kembali menonton TV.
Kirana menghembuskan nafas lalu merebahkan badannya. Kirana sudah mengira kalau bu Wulan tidak akan memberikan jawaban.
Sepanjang menjaga Kirana, bu Wulan tidak pernah mau banyak berbicara dengannya. Apalagi menjawab pertanyaan tentang sepuluh tahun hidupnya yang hilang.
"Saya gak tahu banget soal hidupnya Mba Kirana. Saya cuma ART. Jadi jangan tanya-tanya lagi!" tegas bu Wulan, ketika di suatu hari Kirana minta dia bercerita tentang hal-hal yang disukai Kirana sebelum kecelakaan.
Bu Wulan juga tidak mau memandang mata Kirana saat berbicara. Dari interaksi lebih dari tiga minggu ini, Kirana bisa menyimpulkan jika bu Wulan tidak terlalu menyukai dirinya.
Kirana kembali menatap dinding putih kamarnya. Terdengar suara TV dan tawa bu Wulan. Rupanya bu Wulan sedang menonton TV show komedi. Kirana sendiri tidak berminat melihatnya.
Lama kelamaan kelopak mata Kirana terasa berat. Ia pun tertidur karena pengaruh obat.
Kirana tidak menyadari saat bu Wulan mengambil fotonya kemudian mengirimkan pada nomor Mas Barra.
***********
Halo Man Teman, kembali lagi sama Othor dengan karya terbaru. Semoga kalian suka ya dengan kisah Kirana dan Barra ini.
Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak, like, 5 bintang, komen, gift dan vote. Karena support sekecil apapun dari kalian, sangat berarti untukku 😄😄