Violetta Madison gadis 20 tahun terpaksa menyewakan rahimnya demi membayar hutang peninggalan kedua orangtuanya. Violetta yang akrab dipanggil Violet itupun harus tnggal bersama pasangan suami istri yang membutuhkan jasanya.
"Apa? Menyewa rahim ?" ucap Violet,matanya melebar ketika seorang wanita cantik berbicara dengannya.
"Ya! Tapi... kalau tidak mau, aku bisa cari wanita lain." ucap tegas wanita itu.
Violet terdiam sejenak,ia merasa bimbang. Bagaimana mungkin dia menyewakan rahimnya pada wanita yang baru ia kenal tadi. Namun mendengar tawaran yang diberikan wanita itu membuat hatinya dilema. Di satu sisi, uang itu lebih dari cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya. Namun disisi lain,itu artnya dia harus rela kehilangan masa depannya.
"Bagaimana... apakah kau tertarik ?" tanya wanita itu lagi.
Violet tesentak,ia menatap wanita itu lekat. Hingga akhirnya Violet mengangguk tegas. Tanpa ia sadar keputusannya itu akan membawanya kepada situasi yang sangat rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Claudia kembali
Sehari setelah malam itu, Adrian dan Mark menuju kediaman Violet sebelumnya. Melihat keadaan rumahnya membuat Adrian merasa iba dengan gadis yang diperalat istrinya demi mencapai tujuannya.
"Kau yakin ini rumahnya?" tanya Adrian pelan.
"Benar , Tuan. Dan aku dengar gadis itu memiliki hutang yang ditinggalkan orang tuanya." jelas Mark dengan yakin.
Kini Adrian tau alasan gadis itu mau menerima tawaran gila istrinya. Adrian menatap rumah tua di depannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dindingnya kusam, beberapa bagian atap tampak nyaris runtuh, dan pagar besi berkarat itu bahkan tidak bisa lagi berdiri tegak. Di halaman, rerumputan liar tumbuh tak terurus, menciptakan kesan suram dan dingin.
Untuk sesaat, Adrian hanya berdiri diam. Angin sore berembus pelan, membawa aroma tanah lembap dan debu masa lalu. Rumah itu tak berbicara, namun menyimpan cerita yang membuat hatinya tercekat.
“Gadis seperti dia… dibesarkan di tempat seperti ini?” gumam Adrian nyaris tak terdengar.
Mark mengangguk pelan, membuka map kecil yang dibawanya.
“Ayahnya meninggal beberapa tahun lalu karena kecelakaan kerja. " ucapnya terbata.
"Ibunya sakit keras dan sempat dirawat di rumah sakit, tapi akhirnya dipulangkan karena tidak mampu bayar. Violet… dia mengambil banyak pekerjaan paruh waktu. Tapi utang rumah sakit dan pinjaman keluarga terlalu besar, Tuan.” lanjutnya.
Adrian mengepalkan tangan. Amarah perlahan muncul—bukan pada Violet, tapi pada dirinya sendiri. Karena selama ini, ia membiarkan Claudia memaksa gadis itu masuk ke dunia mereka… tanpa pernah tahu beban yang disimpannya dalam diam.
“Dia tidak punya pilihan…” ucapnya lirih.
“Saya rasa… dia bahkan tak pernah mengharapkan belas kasihan, Tuan. Dia hanya ingin menyelesaikan perjanjiannya, lalu pergi.” ucap Mark sambil menutup map dan menatap atasannya, Adrian hanya terdiam.
"Tapi Tuan, ada satu hal yang harus anda ketahui" ucap Mark ragu.
"Ayahnya... salah satu karyawan yang bekerja di pabrik kita,Tuan. " jelasnya.
"Apa maksudmu ? Kalau begitu... ayahnya salah satu korban dari peristiwa kebakaran 5 tahun lalu ?" sahut Adrian terkejut, matanya melebar dan rahangnya mengeras.
Sementara Mark mengangguk membenarkannya.
Adrian menarik napas panjang. Namun tatapan matanya kini berbeda. Lebih tajam. Lebih pasti.
“Tidak akan kubiarkan gadis itu kembali menderita. Aku pastikan aku akan membayar semuanya. " ujarnya pelan.
Ia menoleh ke arah Mark. Walau samar-samar ia mendengar kata itu yang terdengar serius dan meyakinkan.
“Kuharap kau sudah siapkan dokumen-dokumen yang ku minta.”
“Ya, Tuan. Jika Tuan benar-benar ingin memisahkan aset dan mulai membangun perlindungan hukum untuk Violet… kita bisa mulai minggu depan.” ujar Mark mengangguk tegas.
Adrian memandangi rumah itu sekali lagi. Kali ini, bukan dengan iba tapi dengan niat.
“Bukan minggu depan,” katanya mantap.
“Mulai sekarang. Aku akan benahi semuanya. Termasuk masa depan gadis itu.” lanjutnya.
Karena untuk pertama kalinya, Adrian menyadari, Violet bukan hanya korban dari permainan Claudia. Dia adalah seseorang yang layak diperjuangkan.
****
Sementara Claudia sangat kesal dengan Violet. Ia tak menyangka gadis itu dengan sadar menghantam dadanya hingga tak bisa berkata-kata. Claudia menatap dirinya di cermin.
"Kau pikir , kau sudah berhasil ?" ucap pantulan dirinya sendiri di cermin.
Bayangan itu semakin menertawakannya hingga Claudia melemparkan gelas yang ia pegang.
Prang
"Setelah aku mendapatkan apa yang sudah menjadi milikku. Aku akan mencampakkan mu, Violet. Kau akan kembali ke tempat asalmu" gerutunya dengan nada berat.
***
Hari mulai berganti senja ketika Violet duduk sendirian di kamarnya. Sejak kedatangan Claudia kemarin, suasana rumah kembali menjadi tegang. Eva yang biasanya banyak bicara kini lebih sering diam, dan Violet sendiri memilih menjauh dari ruang tengah menghindari konfrontasi yang mungkin bisa menghancurkan dirinya sepenuhnya.
Di tangannya tergenggam secarik foto lama, dirinya, ibunya, dan ayahnya. Senyum di wajah mereka tak pudar, walau kini semua itu hanya tinggal kenangan. Pandangannya menerawang, membayangkan bagaimana hidupnya seandainya ayahnya masih ada. Mungkin… ia tidak akan pernah berada di rumah ini. Tidak akan pernah jadi bagian dari perjanjian dingin antara Claudia dan Adrian.
Tok tok tok
Terdengar dari luar pintu kamarnya diketuk. Violet memintanya untuk masuk. Namun matanya melebar ketika melihat Claudia berdiri di ambang pintu. Violet langsung berdiri, Claudia melangkah masuk sambil membawa map ditangannya.
"Cepat kau tanda tangani kertas ini!" perintahnya, nadanya tegas penuh penekanan.
Violet menatap map itu yang dilempar di atas kasurnya. Perlahan ia mengambil dan membuka map itu, pelan dan ragu.
"Apa ini, Nyonya?" tanyanya.
"Kau punya mata. Pasti kau bisa dengan jelas membaca isinya." pekik Claudia.
Violet membaca isi map itu, matanya melebar dadanya terasa sesak. Di sana tertulis jika dirinya sudah hamil, Claudia akan mengasingkannya dan ia harus hidup jauh dari pandangan Adrian.
"Ini...?" lirih Violet.
"Ya! Aku tak ingin kau mendekati suamiku lagi. Dan aku tak ingin kau menghancurkan rumah tanggaku." jelas Claudia.
Violet memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan detak jantungnya yang mulai tak karuan. Kedua tangannya meremas ujung map, mencoba meredam emosi yang melonjak.
“Aku tidak pernah berniat menghancurkan apa pun, Nyonya, Aku hanya menjalankan apa yang Anda minta.” lirih Violet namun tegas.
"Tapi aku tak ingin merubah apapun. Aku tak ingin suami terpengaruh dengan kehamilanmu nanti." tegas Claudia.
Violet tersenyum getir. Ternyata apa yang dikatakan nya kemarin, tentang ketakutan Claudia terbukti.
"Jadi Anda memang takut, Nyonya. Hingga Anda berbuat sejauh ini." tutur Violet.
"Tidak! Aku hanya ingin kau tidak melewati batasmu. Apa yang ku lakukan semata-mata demi melindungi rumah tanggaku dari pelakor seperti mu." ucapnya penuh sindiran pedas.
"Nyonya, apapun yang Abda katakan, semua itu hanya pikiran mu saja. Aku bahkan tak berniat menetap di rumah ini."
"Kalau begitu, tanda tangani saja. Itu bisa meyakinkanku lagi." ucap Claudia sedikit memaksa.
Violet langsung mengambil pena di dalam lacinya, namun tangannya berhenti di atas kertas itu. Matanya menatap lekat pada lembaran yang penuh tekanan dan ancaman terselubung. Ia menarik napas dalam, lalu meletakkan pena itu kembali di atas meja dengan tenang.
“Maaf, Nyonya. Aku tidak bisa,” ucap Violet mantap.
“Apa maksudmu tidak bisa? Kau pikir kau punya pilihan?” Claudia membelalak.
“Saya memang tidak pernah punya pilihan sejak awal. Tapi sekarang, saya mulai menyadari, saya juga berhak menentukan masa depan saya. Dan anak ini.” ucap Violet menatap Claudia tanpa gentar.
“Berhenti bersikap dramatis!” bentak Claudia.
“Kau hanya gadis dari keluarga miskin yang kehadirannya mengotori hidupku!” ketusnya.
“Tapi justru karena datang dari tempat seperti itu, aku tahu bagaimana rasanya berjuang sendiri. Jadi Anda tidak perlu meragukan ku."
Claudia menatap lekat Violet yang berdiri mantap,penuh percaya diri. Namun, tanpa mereka sadari Adrian sejak tadi memperhatikan mereka. Adrian tak menghampiri, hanya menatap keteguhan hati Violet. Gadis yang kuat dan pemberani. Semakin hari, semakin ia terpesona dengan sikap tegas Violet yang tak ingin dirinya di intimidasi seseorang termasuk Claudia.
Adrian junior sudah otw blm yaaa 🤭
Semoga tuan Adrian, vio ,, Eva dan mama Helena akan baik2 saja dan selamat dari niat jahat papa Ramon
Vio,, kamu harus percaya sama tuan Adrian,, Krn aq juga bisa merasakan ketulusan cinta tuan Adrian utk mu....
Vio..., kamu skrg harus lebih hati-hati dan waspada,, jangan ceroboh yaaa
Qta tunggu kelanjutan nya ya Kaka othor
Tolong jagain dan sayangi vio dengan tulus,, ok. Aq merasa ad sesuatu yang kau sembunyikan tentang vio, tuan Adrian. Sesuatu yg baik,, aq rasa begitu....
Dia takut bukan karna takut kehilangan cintanya tuan Adrian,, tapi takut kehilangan hartanya tuan Adrian.