NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:628
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Pecinta Seni Daerah

"Maa Syaa Allah, keren banget suamiku." Puji Anaya setelah Raden Mas Mahesa menghampirinya.

"Iya dong! Raden Mas Mahesa..." Jawabnya dengan bangga hingga membuat Anaya terkekeh.

"Raden Ayu kok bisa tau kalau Klono Sewandono itu Raden Mas?." Tanya Raden Madana.

"Pastilah, gak mungkin aku gak mengenali badan suamiku, Raden. Aku saja tau kalau Raden tadi pakai topeng Bujang Ganong. Soalnya pecicilan, persis kayak Raden Madana." Jawab Anaya sambil tertawa.

"Romo kira, kamu bakal ngangkat Dadak Merak dan menggendong istrimu, Raden Mas." Ujar Kanjeng Gusti.

"Gak berani, Romo. Sudah lama gak latihan, takut gak kuat, nanti malah keseleo." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Raden Mas kuat angkat Dadak Merak?." Tanya Anaya yang tampak terkejut.

"Jangankan Dadak Merak, ngangkat beban hidup saja kuat." Gelak Raden Mas Mahesa.

"Kayak beban hidupmu berat saja, Raden Mas." Sahut Raden Madana yang mencebik.

"Kamu aja yang gak tau!." Sergah Raden Mas Mahesa.

"Raden Mas serius kuat ngangkat Dadak Merak pakai gigi?." Tanya Anaya yang masih tak percaya.

"Iya, Raden Ayu. Raden Mas itu dulu pernah jadi pembarong. Tapi sudah lama berhenti, sejak kuliah di kota lalu melanjutkan di luar negri." Kini Gusti Ayu yang menjawab ketidak percayaan menantunya.

"Romo dan Ibu bolehin Raden Mas ngangkat seberat itu?." Tanya Anaya.

"Kenapa tidak? Romo dan Ibumu ini membolehkan apapun aktifitas para Raden, terlebih jika itu melestarikan budaya. Justru kami bangga jika para Raden ini mau turut andil dalam melestarikan warisan budaya kita. Yang penting harus amanah, tidak macam - macam dan fokus pada tujuan." Jawab Kanjeng Gusti sambil tersenyum.

Anaya sendiri merasa bangga dan beruntung ada di tengah - tengah keluarga yang harmonis, rukun dan kompak ini.

"Dek Ayu, ayo pulang. Sudah gerah rasanya mau mandi." Ajak Raden Mas Mahesa pada istrinya.

"Gak pulang kerumah Ibu aja? Di sana juga lagi persiapan untuk wayang kulit nanti malam." Ujar Gusti Ayu.

"Rumahku dan rumah Ibu itu dekat loh, Bu. Kepleset juga sampai." Jawab Raden Mas Mahesa yang memecah tawa mereka.

"Ya siapa tau Raden Mas malas datang. Namanya juga manten anyar." Ledek Raden Madana.

"Manten anyar juga tau posisi to, Cah Bagus." Gemas Raden Mas Mahesa sampai menoyor kepala adiknya.

"Kayaknya Raden Madana pingin cepet - cepet nikah deh, Bu. Ngeledekin pengantin baru aja kerjaannya. Gak cuma ngeledek, ganggu juga masalahnya, siapa tau kalo di nikahin jadi diem bocahnya." Omel Raden Mas Mahesa.

"Iya, besok biar Romo carikan istri." Sahut Kanjeng Gusti.

"Beneran, Mo?." Tanya Raden Madana yang tampak antusias.

"Iya, di desa kita kan banyak itu janda tua yang di telantarkan anaknya. Tok pek siji yo rapopo, wes. (Kamu ambil satu ya gak apa - apa, sudah)." Jawab Kanjeng Gusti yang membuat mereka semua tertawa kecuali Raden Madana yang langsung cemberut.

"Pamit pulang dulu ya, Bu, Mo." Raden Mas Mahesa berpamitan pada Kanjeng Gusti dan Gusti Ayu, begitu juga Anaya yang mengkuti suaminya.

"Habis mandi, langsung kerumah ya, Le. Tolong di awasi itu persiapannya. Romo dan Ibu masih mau di sini sampai selesai." Pinta Kanjeng Gusti.

"Sendiko dawuh, Kanjeng Gusti." Jawab Raden Mas Mahesa.

Seperti yang di minta oleh Romo dan Ibunya, Raden Mas Mahesa dan Anaya segera pergi ke rumah Kanjeng Gusti setelah selesai mandi.

"Baju gantinya gak di bawa, Raden Mas?." Tanya Anaya yang tadi sudah menyiapkan setelan beskap juga setelan kebaya yang akan di kenakan malam nanti di acara penutupan Pesta Panen.

"Mau jalan atau naik motor, Dek Ayu?." Tawar Raden Mas Mahesa pada istrinya.

"Jalan sore - sore gini juga enak, Raden Mas." Jawab Anaya.

"Yasudah, Ayo!. Bajunya biar di bawakan Mbak Tika atau Jaka saja nanti." Ujar Raden Mas Mahesa.

Raden Mas Mahesa dan Raden Ayu Anaya berjalan bersama menuju kediaman Kanjeng Gusti yang tak jauh. Tak sampai lima menit perjalanan yang di tempuh dengan berjalan kaki.

Sepanjang jalan, mereka pun bersenda gurau berdua. Sore itu, jalanan desa tampak sepi karna warga masih banyak yang berada di lapangan untuk menonton Reog dan Jathilan yang masih berlangsung.

"Oh iya, Raden Mas. Kenapa kok tadi penarinya gak ada yang kesurupan (kerasukan)?." Tanya Anaya saat mereka berjalan berdua.

"Kalau di desa ini, memang gak pernah mengadakan kesenian dengan memasukan roh ke dalam tubuh penari. Kami lebih suka menikmati keseniannya, dengan tarian yang indah, rapi dan teratur." Jawab Raden Mas Mahesa yang menjelaskan pada istrinya.

"Padahal kan kelihatannya seru kalau ada yang kesurupan gitu, Raden Mas." Ujar Anaya.

"Ya itu, selera orang kan beda - beda, Sayang. Kalau kami, lebih suka menikmati seninya berupa gerakan dari penari. Lagi pula kasihan penarinya kalau kesurupan gitu, bahaya juga buat si penari." Kata Raden Mas Mahesa yang di jawab anggukan oleh Anaya.

"Raden Mas... Raden Ayu..."

Tentu saja itu adalah suara Raden Ajeng Meshwa. Ia langsung menghampiri Raden Mas Mahesa dan Raden Ayu Anaya yang baru memasuki gerbang rumah Kanjeng Gusti.

"Dari mana kamu, kok baru kelihatan Dek Ajeng?." Tanya Raden Mas Mahesa.

"Habis nyusul Andini. Tuh anaknya." Jawab Raden Ajeng Meshwa sambil menunjuk ke arah sepupunya yang sedang berjalan ke arah mereka.

Raden Mas Mahesa dan Raden Ayu Anaya pun tersenyum menyambut kedatangan Andini yang langsung menyalami keduanya dengan sopan.

"Apa Kabar Raden Mas? Raden Ayu?." Tanya Andini.

"Alhamdulillah baik. Kamu sendiri bagaimana kabarnya, Din? Lama gak kesini." Tanya Raden Mas Mahesa dengan Ramah.

Andini adalah salah satu sepupu dari pihak Gusti Ayu, tepatnya adalah putri dari adik Gusti Ayu. Andini memang terbilang dekat dengan para Raden.

"Alhamdulillah baik, Raden Mas. Kebetulan karna akhir - akhir ini sibuk dengan perkuliahan makanya gak bisa main kesini. Sekarang Alhamdulillah sudah longgar." Jawab Andini.

"Yasudah, beristirahatlah dulu. Nikmati suguhan disini yang kebetulan nanti malam puncak acara Pesta Panen." Ujar Raden Mas Mahesa.

"Njih, Raden Mas." Jawab Andini.

"Dek Ayu, tolong cek persiapan di dapur ya. Itu sepertinya sudah datang perlengkapan wayang kulitnya." Titah Raden Mas Mahesa.

"Njih, Raden Mas." Jawab Anaya.

"Hati - hati ya, Sayang. Awasi saja, gak perlu ikut membantu." Imbuh Raden Mas Mahesa sambil mengusap kepala istrinya.

"Iya, Raden Mas." Jawab Anaya yang tersenyum lembut pada suaminya.

"Hmm... Pamer kemesraan terooosss! Aku berasa jadi makhluk astral yang gak kelihatan sama kalian berdua!." Omel Raden Ajeng Meshwa yang membuat Raden Mas Mahesa tertawa.

"Ayo Raden Ayu, aku temani ke dapur." Ajak Raden Ajeng Meshwa.

"Yasudah, titip Raden Ayu ya, Dek Ajeng. Aku tinggal dulu." Pesan Raden Mas Mahesa sebelum beranjak ke arah panggung.

"Andini mau ikut ke dapur juga?." Tanya Raden Ajeng Meshwa.

"Mmm aku mau istirahat sambil lihat para pemain mempersiapkan alat - alat dan wayang, boleh, Raden Ajeng, Raden Ayu?." Andini balik bertanya.

"Tapi-"

"Biar Andini istirahat dan bersantai dulu saja, Raden Ajeng." Anaya memotong ucapan Raden Ajeng Meshwa sambil mengusap lengan adik iparnya.

Raden Ajeng Meshwa pun hanya bisa pasrah dan tak melanjutkan kata - katanya lagi.

"Silahkan saja kalau mau lihat persiapannya. Lagi pula ada Raden Mas juga di sana." Ujar Anaya pada Andini.

"Njih, Matur suwun, Raden Ayu." Ucap Andini.

"Yasudah, kami tinggal dulu ke dapur kalau gitu." Pamit Anaya pada Andini.

"Ayo, Raden Ajeng." Ajak Anaya yang kemudian menggandeng tangan Raden Ajeng Meshwa menuju ke dapur.

1
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!