NovelToon NovelToon
Bukan Karena Tak Cinta

Bukan Karena Tak Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Rumah Dan Sekolah Sama Saja

Keesokan harinya, mentari bahkan belum sepenuhnya meninggi ketika kehebohan sudah melanda gang rumah Novia. Sumbernya tak lain adalah Bu Resti, tetangga yang terkenal paling julid di kompleks itu. Dengan daster motif bunga yang mencolok dan rambut yang masih digulung sebagian, Bu Resti sudah duduk manis di pos ronda, dikelilingi beberapa ibu-ibu yang asyik mendengarkan setiap patah katanya.

"Kalian tahu tidak, Ibu-ibu?" suara Bu Resti melengking, penuh intonasi dramatis. "Semalam itu, saya lihat sendiri dengan mata kepala saya!" Ia sengaja menghentikan ucapannya, menciptakan jeda tegang yang membuat para pendengarnya makin penasaran.

Bu Neneng, tetangga di sebelahnya, tak sabar. "Lihat apa, Bu Resti? Jangan bikin penasaran begitu!"

Bu Resti mengibas-ngibaskan tangannya, seolah ada rahasia besar yang baru saja ia temukan. "Si Novia itu lho! Baru juga diceraikan Januar, sudah berani berbuat aneh-aneh!" Ia mendekatkan mulutnya ke telinga Bu Neneng, namun suaranya masih cukup keras untuk didengar semua. "Saya lihat dia semalam pulang diantar laki-laki, Ibu-ibu! Laki-lakinya gagah, pakai mobil mewah!"

"Masa, Bu Resti?" seru ibu-ibu lain serempak, mata mereka membelalak.

"Betul! Bahkan, ya, laki-laki itu sampai bela-belain datang ke rumahnya pagi ini, membawakan banyak buah tangan!" Bu Resti melanjutkan, dengan mimik wajah yang dibuat-buat seolah terkejut. "Sudah begitu, si Novia itu tersenyum-senyum genit pula! Dasar memang tidak tahu malu!"

Gosip itu menyebar bagai api. "Pasti itu selingkuhannya dulu!" kata Bu Resti lagi, menambahkan bumbu bombastis pada ceritanya. "Pantas saja Januar menceraikannya! Sudah ketahuan belangnya! Mana dia itu mandul lagi! Pasti karma!"

Para ibu-ibu mulai saling berbisik, melirik ke arah rumah Novia. Cerita Bu Resti yang penuh dramatisasi itu berhasil membuat mereka heboh bukan main.

Tak lama kemudian, Novia keluar dari rumah, siap berangkat mengajar. Ia mengendarai motornya yang sudah diperbaiki Kenzi. Hatinya masih berusaha menata diri setelah kejadian semalam, namun ia mencoba menunjukkan ketabahan.

Begitu Novia melintas di depan pos ronda, Bu Resti melihatnya. Senyum sinis tersungging di bibirnya. Ia sengaja mengeraskan suaranya, memastikan Novia mendengarnya.

"Cie... yang sudah punya gandengan baru! Cepat sekali ya, setelah diceraikan langsung dapat yang baru!" sindir Bu Resti, matanya melotot ke arah Novia. "Memang dasar tukang selingkuh! Pantas saja dulu tidak punya anak! Pasti itu akibatnya! Suaminya juga sudah muak, kan, dengan kelakuanmu itu!"

Novia yang mendengar sindiran itu, merasa seluruh darahnya berdesir. Ia mengepalkan tangan pada setir motornya. Hatinya kembali tercabik-cabik. Tuduhan selingkuh, ditambah lagi dengan hinaan mandul yang terus-menerus disematkan padanya, membuat air matanya kembali menggenang. Ia berusaha menahan diri untuk tidak berhenti dan membalas. Ia tahu, meladeni Bu Resti hanya akan memperburuk keadaan.

Dengan sisa kekuatan yang ia miliki, Novia mempercepat laju motornya, meninggalkan pos ronda dan bisik-bisik yang menyakitkan itu. Rasa malu, marah, dan sedih bercampur aduk. Seolah tak cukup dengan drama rumah tangganya, kini ia harus menghadapi gunjingan masyarakat yang kejam.

****

Siang itu, Diana tampil begitu sumringah. Ia mengenakan kebaya brokat berwarna cerah, dengan sanggul rapi yang dihiasi jepit rambut berkilauan. Di pergelangan tangannya, melingkar sebuah gelang emas besar yang baru dibelinya, lengkap dengan cincin permata di jari manisnya. Hari ini adalah hari arisan alumni SMP-nya, dan ini adalah kesempatan sempurna untuk memamerkan kebahagiaannya yang baru.

Begitu tiba di rumah salah satu temannya yang menjadi tuan rumah, Diana langsung menjadi pusat perhatian. Dengan bangga, ia menggandeng tangan Karina yang tampak anggun di sampingnya. Karina mengenakan setelan kasual namun tetap terlihat berkelas, dengan tas tangan bermerek yang melengkapi penampilannya.

"Assalamualaikum, Ibu-ibu!" sapa Diana riang. "Maaf terlambat, tadi menjemput menantu dulu." Ia tersenyum lebar, menatap Karina penuh kebanggaan.

Para teman-teman Diana, yang rata-rata seusianya, langsung terpana melihat Karina. Mereka berbisik-bisik, mengagumi kecantikan dan aura mewah yang terpancar dari Karina.

"Ini dia, Ibu-ibu, menantu saya yang baru!" Diana memperkenalkan Karina dengan suara lantang, memastikan semua orang mendengarnya. "Namanya Karina."

Karina tersenyum ramah, menyalami satu per satu teman Diana. "Karina," ulangnya, suaranya lembut.

"Anak ini, ya, jauh segala-galanya dibandingkan yang dulu!" Diana melanjutkan, tanpa ragu merendahkan Novia. Matanya melirik ke arah gelang emasnya, seolah ingin memastikan semua orang melihatnya. "Yang dulu itu cuma guru honorer, gajinya pas-pasan, mana mandul lagi! Saya sampai pusing memikirkannya."

Teman-teman Diana seketika heboh bukan main. "Masa, Diana? Ini menantu barumu? Cantik sekali!" seru Bu Lastri, salah satu teman terdekat Diana.

"Jelas beda, dong!" Diana tertawa puas. "Karina ini anak pemilik perusahaan besar! Hidupnya sudah terjamin kaya raya dari lahir." Ia mencondongkan tubuhnya, berbisik dramatis, namun suaranya tetap bisa didengar. "Tahu tidak, Ibu-ibu, dia ini yang membuat Januar diangkat jadi manajer! Gaji Januar sekarang sudah tiga kali lipat dari sebelumnya!"

Para teman-teman Diana saling pandang, rahang mereka sedikit terbuka saking tak percayanya. Mereka tahu status ekonomi Diana selama ini biasa-biasa saja. Kini, melihat gelang dan cincin emas yang melingkar di jari Diana, serta menantu baru yang elegan itu, mereka yakin semua perkataan Diana benar.

"Wah, hebat sekali, Diana! Beruntung sekali Januar dapat istri seperti Karina," puji Bu Ani, yang lain ikut menimpali.

Diana mengangguk-angguk bangga. "Makanya, kalau punya anak itu jangan sampai salah pilih pasangan. Jangan cuma lihat cantik saja, tapi lihat bibit, bebet, bobotnya!" Sindiran itu jelas ditujukan untuk Novia, meski Novia tak ada di sana. "Sekarang saya ini sudah tidak pusing lagi. Mau minta apa saja pasti dipenuhi sama Karina. Minggu depan rencana mau diajak liburan ke Puncak, loh!"

Ia terus bercerita, melebih-lebihkan setiap detail tentang kekayaan Karina dan masa depannya yang cerah. Wajahnya berseri-seri, menikmati setiap tatapan kagum dan iri dari teman-temannya. Bagi Diana, ini adalah momen puncaknya. Ia berhasil membuktikan bahwa ia adalah mertua yang "beruntung" dan kini bisa hidup bergelimang harta, jauh dari "masa lalu" yang ia anggap tak berguna.

****

Siang itu, Novia baru saja selesai mengajar dan masuk ke ruang guru. Hatinya masih perih mengingat sindiran Bu Resti di komplek dan kecelakaan yang ia alami. Ia duduk di mejanya, mencoba menenangkan diri. Tak lama kemudian, seorang staf TU menghampirinya.

"Bu Novia, ini ada surat untuk Ibu dari Pengadilan Agama," kata staf itu, menyerahkan sebuah amplop cokelat.

Novia menerima surat itu dengan tangan bergetar. Ia tahu betul apa isinya. Begitu dibaca, hatinya mencelos. Surat itu berisi panggilan untuk sidang mediasi. Artinya, proses perceraiannya dengan Januar akan segera dimulai secara resmi di mata negara. Ia harus hadir.

Saat Novia masih memegang surat itu, Bu Rita yang duduk tak jauh darinya, tiba-tiba berseru dengan suara nyaring, "Wah, wah, sepertinya ada kabar gembira, ya, Bu Novia?"

Novia menoleh, wajahnya bingung. "Kabar gembira apa, Bu Rita?"

"Itu, surat dari Pengadilan Agama!" sahut Bu Rita, matanya melirik sinis ke arah surat di tangan Novia. "Pastinya sudah resmi cerai, kan? Sekarang bisa bebas, dong! Bisa menjalin cinta dengan pria bernama Kenzi itu!"

Mendengar nama Kenzi disebut, Novia terperanjat. "Astaga, Bu Rita! Apa maksud Ibu? Tidak benar itu!" bantah Novia, suaranya meninggi karena terkejut dan marah.

Bu Rita terkekeh, disusul tawa sumbang dari gengnya, Bu Ani dan Pak Harun. "Alah, Bu Novia! Tidak usah pura-pura. Kami semua sudah tahu kok. Pura-pura sedih dicerai, padahal sudah ada yang baru!" kata Bu Rita, menyudutkan Novia.

"Betul itu! Malam-malam diantar mobil mewah, pagi-pagi sudah ada di depan rumah! Itu namanya apa kalau bukan main serong?" timpal Bu Ani, ikut-ikutan menyudutkan.

Wajah Novia memerah padam. Ia merasa terpojok. "Saya hanya ditolong, Bu! Motor saya rusak! Pak Kenzi itu orang baik!"

"Orang baik kok mau-maunya sama janda mandul!" sindir Bu Rita tajam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!