Diusianya yang tak lagi muda, Sabrina terpaksa mengakhiri biduk rumah tangganya yang sudah terajut 20 tahun lebih lamanya.
Rangga tega bermain api, semenjak 1 tahun pernikahnya dengan Sabrina. Dari perselingkuhan itu, Rangga telah memiliki seorang putri cantik. Bahkan, kelahirannya hanya selisih 1 hari saja, dari kelahiran sang putra-Haikal.
"Tega sekali kamu Mas!" Sabrina meremat kuat kertas USG yang dia temukan dalam laci meja kerja suaminya.
Merasa lelah, Sabrina akhirnya memilih mundur.
Hingga takdir membawa Sabrina bertemu sosok Rayhan Pambudi, pria matang berusia 48 tahun.
"Aku hanya ingin melihat Papah bahagia, Haikal! Maafkan aku." Irene Pambudi.
..........................
"Tidak ada gairah lagi bagi Mamah, untuk menjalin sebuah hubungan!" Sabrina mengusap tangan putranya.
Apa yang akan terjadi dalam kehidupan Sabrina selanjutnya? Akankah dia mengalah, atau takdir memilihkan jalannya sendiri?
follow ig @Septi.Sari21
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
Namun, karena kecintaan Aruna terhadap Rangga, hingga ia rela menahan semua itu, hampir 20 tahun lamanya.
"Mika mungkin sedang mandi, dia baru selesai pulang sekolah! Oh ya, aku buatin kopi? Nanti makan malam juga, kebetulan aku masak menu kesuk-"
Dengah cepat, Rangga mencengkram kuat lengan Aruna, sambil berkata, "Aku ingatkan sekali lagi padamu, Aruna ... Aku tidak akan segan-segan membawa putriku pergi, jika kamu sampai nekad datang lagi kedalam perusahaanku! Dan satu lagi ... Jika bukan karena Mika, kamu sudah aku buang sejak dulu. PAHAM!" tekan Rangga, hingga membuat rahang kerasnya menggeretak kuat, dengan tatapan tajam.
Mendengar suara pintu kamar terbuka, Rangga dengan cepat menghempaskan lengan Aruna begitu saja.
Wanita berusia 40 tahun itu sedikit meringis kesakitan. Lengannya terasa kebas, hingga menimbulkan jejak merah akibat cengkraman tangan Rangga.
Mika tersadar, hingga kedua matanya berubah binar, kala tahu ayahnya sudah berada didalam rumah.
"Papah ... Papah beneran pulang? Asik ...." girang Mika, lalu segera berjalan kearah Papahnya.
Rangga merentangkan kedua tangan, dengan menunjukan senyum terbaiknya. Senyum yang sering dia berikan pada keluarganya, terutama anak serta istrinya.
Mika langsung menghambur dalam pelukan ayahnya. Tidak dapat dipungkiri, walaupun kerap mendapat siksaan, tetapi disaat melihat putrinya merasa bahagia, Aruna juga ikut senang melihatnya.
Kini ia agak meringis menyembunyikan rasa nyeri, akibat cengkraman tangan Rangga tadi.
"Gimana tadi, sekolahnya? Apa masih ada yang merundungimu?" tanya Rangga, begitu sang putri melonggarkan pelukanya.
Mika menggeleng, sambil tersenyum manis, "Nggak ada, Pah! Semua temen Mika kali ini baik-baik. Ya ... Ada sih beberapa yang kurang suka sama Mika, tapi nggak aku peduliin. Yang penting sekarang Mika sudah memiliki teman, walaupun nggak banyak sih," kekehnya.
"Nggak papa! Teman nggak perlu banyak-banyak. Jikapun ada yang masih membullymu, maka bilang sama Papah, ya!"
"Oke, Pah! Oh ya, Pah ... Kita makan yuk, Mamah udah masak banyak loh," ajaknya pada sang Ayah, sembari melirik kearah meja makan.
"Iya, ayo makan! Ayo Mas, kan nggak sering-sering kita makan malam bareng begini," sahut Aruna mencoba memaksakan senyuman hangat, didepan putrinya.
Rangga melirik bengis pada Aruna, lalu segera mengikuti langkah Mika, disaat sang putri menarik lengannya.
Malam pun berganti pagi.
Semalam, Sabrina memutuskan tidur dikamar tamu, karena enggan satu ranjang dengan suaminya. Dia merasa jijik sendiri pada dirinya. Entah bagaimana dia tidak curiga sama sekali, padahal sudah 20 tahun lamanya suaminya memiliki selingkuhan. Yang artinya, Sabrina juga harus berbagi peluh dengan wanita lain.
Rangga semalam juga sempat meminta istrinya untuk tidur dikamar seperti biasa, tapi ketukan Rangga beberapa kali hanya mendapat hasil nihil. Sabrina mengunci, dan enggan menyahutnya.
Pagi ini Sabrina tetap membuatkan sarapan seperti biasanya, karena bagaimana pun, sang putra harus tetap menikmati masakannya, sebelum berangkat sekolah.
Tidak ada sambutan selamat pagi seperti biasanya. Semua terasa hambar, bahkan mendengar suara deritan kursi saja, Sabrina merasa muak.
Haikal terdiam, menikmati masakan ibunya, sambil mengamati sikap kedua orang tuanya, yang pagi ini terasa aneh.
"Mamah buatkan susu, Sayang?" tanya Brina seraya akan bangkit.
"Nggak usah, Mah! Ini sudah kenyang kok! Haikal berangkat dulu, ya."
Haikal bangkit dari duduknya, dan langsung pamit kepada kedua orang taunya.
Brina ikut mengantarkan putranya hingga di teras depan. Wajahnya terlihat tenang, dengan senyum hangat begitu putranya meninggalkan kecupan singkat dikeningnya.
Tanganya melambai, melepas putra kesayangannya ke dunia luar. Disaat dia akan berbalik, Rangga sudah ada dibelakangnya.
"Dek, aku pamit dul-"
Kalimat Rangga menggantung diudara, kala Sabrina hanya melewati dia begitu saja. Ada apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya itu? Rangga semakin mengeratkan genggaman tangan pada tas kerjanya.
Dengan cepat, Rangga mengejar istrinya kembali masuk kedalam.
Srettt..
Sabrina tersentak, karena tanganya ditarik oleh Rangga dari belakang. Namun begitu dia menoleh, wajahnya langsung berubah datar. Tidak ada lagi tatapan sayang, cinta, bahkan rindu disana.
"Sejak kemarin sikapmu seperti ini terus! Ada apa denganmu, Sabrina? Katakan, kalau kamu diam terus, bagaimana aku tahu? Semalam, kamu juga tidak mau tiur dikamar? Tidak biasanya kamu meninggalkanku tidur sendirian!" pekik Rangga, dengan sorot mata memohon.
"Tidak ada apa-apa! Jangan lupa, hari ini Anniversary pernikahan kita. Ku tunggu nanti malam di Resto seperti biasanya!" jawab Brina sembari menarik tanganya. Setelah itu, dia langsung melanjutkan jalannya.
Rangga sedikit merasa tenang. Ternyata, istrinya masih mengingat hari pernikahan mereka. Ia lalu segera mengejar istrinya kembali. Rangga langsung memeluk tubuh istrinya dari belakang, sembari meninggalkan kecupan hangat dipipi Sabrina.
"Dek, aku berangkat dulu, ya! Aku sudah tidak sabar menanti malam nanti," begitu pelukanya terlepas, Rangga langsung bergegas kembali keluar, sambil mengukir senyum penuh semangat.
Sabrina sempat terhenyak. Ia menatap kepergian Rangga dengan dada bergemuruh. tangannya terangkat untuk mengusap pipinya dengan kasar. Kedua matanya menatap bengi kearah luar, seakan merasa muak denga kepalsuan selama ini.
Setelah itu, Rangga langsung beranjak menuju mobilnya, dan segera pergi.
Dari arah dapur, Ana berjalan menghampiri majikannya. Sabrina saat ini tengah duduk tenang diteras balkon. Menimang secangkir teh hangat, menatap sinar mentari pagi, yang kini sorot cahayanya mulai menerpa tempatnya.
"Bu ... Ini ada kartu nama yang saya temukan di jas, Bapak!" Ana menyerahkan kartu nama milik Aruna.
Sabrina meletakan kembali cangkir teh tadi. Sedikit mendongak menatap sang pelayan, "Terimakasih, Ana! Saya cari-cari sejak tadi," senyum Brina terlihat hangat.
Ana bergegas kembali lagi menuju dapur.
Sabrina meletakan kartu nama itu diatas meja kecil sebelahnya. Senyum getir terlukis tipis, lalu melanjutkan lagi meminum teh hangatnya.
Puas telah menenangkan diri. Dia lalu beranjak menuju lantai dua, dikamarnya.
Sesuai rencananya tadi malam, pagi ini Sabrina akan kerumah mertuanya, untuk memastikan sesuatu yang saat ini tengah mengguncang rumah tangganya. Dia yakin betul, semua ini pasti ada campur tangan dari iparnya-Gina.
*
*
*
Wanita berusia 30 tahun itu bergegas menuju dapur, sambil mengikat asal rambut pirangnya.
Sebelum datang, Sabrina sempat mengirim pesan pada ibu mertuanya, yang saat ini tengah sakit, akibat gula darahnya terlalu tinggi. Dalam rumah cukup besar itu, hanya sang mertua lah yang baik, cukup menganggap keberadaan Sabrina ada.
Dan sudah seminggu ini, ponsel bu Fajri diambil kendali oleh putrinya-Gina.
"Kalian ingat, jangan sampai ada yang bilang pada mbak Sabrina! Nanti dia akan datang kesini," tekannya pada 3 pelayan, yang saat ini hanya dapat mengangguk patuh.
Nisa, Ati, dan mbak Irma, mereka saling tatap, begitu Gina pergi dari hadapannya
"Apa mbak Sabrina tahu, kalau Ibu sakit?" lirih Ati. Dia saat ini tengah mengelap piring yang baru saja selesai dicuci mbk Irma.
...lanjut thor 💪🏼
di tunggu boncapnya thor lanjut.
lanjut thor💪🏼