NovelToon NovelToon
Bukan Sekolah Biasa

Bukan Sekolah Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Misteri / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Light Novel
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Vian Nara

Sandy Sandoro, murid pindahan dari SMA Berlian, di paksa masuk ke SMA Sayap Hitam—karena kemampuan anehnya dalam melihat masa depan dan selalu akurat.

Sayap Hitam adalah sekolah buangan yang di cap terburuk dan penuh keanehan. Tapi di balik reputasinya, Sandy menemukan kenyataan yang jauh lebih absurb : murid-murid dengan bakat serta kemampuan aneh, rahasia yang tak bisa dijelaskan, dan suasana yang perlahan mengubah hidupnya.

Ditengah tawa, konflik, dan kehangatan persahabatan yang tak biasa, Sandy terseret dalam misteri yang menyelimuti sekolah ini—misteri yang bisa mengubah masa lalu dan masa depan.

SMA Sayap Hitam bukan tempat biasa. Dan Sandy bukan sekedar murid biasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vian Nara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7 : Undangan OSIS

"Sandy!!! Mau sampai kapan telat ke sekolah!"

"Bangun!!" Mamah berseru memanggil dengan susah payah.

Kemarin malam aku lupa memasang alarm. Padahal hari ini sangat penting. Dua hari berselang. Hari yang di janjikan akhirnya datang. Undangan dari OSIS.

aku harus segera mendapatkan semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ku yang sama sekali belum terjawab.

Aku berbicara di dalam hati sembari memasang dasi sekolah

Aku menghela nafas, "Kenapa kehidupanku di penuhi dengan hal yang tidak wajar begini?"

"Jika tidak, hidupmu tidak akan pernah berubah."

"Siapa?!" Aku reflek mencari sumber suara yang menjawab pertanyaanku.

"Kau sudah hampir kesiangan, tapi masih bersantai-santai saja? Keterlaluan sekali."

Aku masih mencari sumber suara. Bora muncul dari bawah kolong tempat tidurku.

Aku sangat terkejut sampai-sampai reflek melompat "Sejak kapan kau.. ?"

"Aku di beri tugas oleh ketua OSIS untuk mengawasi mu sementara selama dua hari menjelang pertemuan."

"Dan... "

"Dan.. ?"

"Tolong tarik aku untuk keluar dari kolong kasur yang sempit ini, sesak rasanya." Bora meminta tolong dengan muka riangnya.

"Kita harus segera berangkat." Bora membersihkan pakaiannya dari debu setelah aku bantu tarik keluar dari kolong tempat tidurku.

"Sandy! Ambil rotinya terus berangkat! Jalan ke sekolah itu butuh waktu, jangan lelet!" Mamah berteriak dari dapur.

Kamarku ada di lantai dua, aku lebih menyukai keheningan yang bermakna di bandingkan kebisingan yang menggangu. Maksudku jika kamarku di lantai dua—jauh dari suara bising yang sering datang dari lantai bawah—aku bisa lebih fokus mengerjakannya banyak hal.

"Ayo, kita sarapan."

"Tidak perlu, aku akan menunggumu di persimpangan jalan sana."

"Yakin nih, Bora?"

"Yakin. Lagipula aku sedang ingin makan gorengan dan leupet di warung dekat persimpangan sana—untuk sarapanku." Bora menunjuk tempatnya.

"Aku pergi." Bora bersiap melompat ke luar jendela.

"Hoppp, Berhenti dulu!"

"Jangan coba-coba pergi secara dramatis dari jendelaku. Kau yang pecahkan, aku yang kena marah mamah," Cetusku.

"Baiklah, kalo begitu."

CEKRETTTTT!!

"See you."

"Tunggu... "

Terlambat. Bora telah pergi melompat keluar dari jendela setelah membuka jendela tersebut.

"Dulu."

Orang yang sangat misterius dan aneh. (Aku berkata di dalam hati.

Beberapa menit kemudian.. Aku akhirnya berjalan menuju ke sekolah.

"Akhirnya kau sampai juga." Bora menyapaku sembari memakan gorengan jenis tahu isi.

"Oh, iya. Omong-omong, Bora... Apa sebenarnya OSIS ini?"

"Tentu organisasi siswa intra sekolah, begitu saja kau payah."

"Aku juga tahu itu." Aku menimpali jawaban Bora dengan kesal.

"Maksudku adalah tujuan OSIS di sekolah kita.. Apa sebenarnya yang mereka inginkan?" Aku bertanya lebih baik.

"Ooo... Kalo itu sih kau tunggu saja nanti."

"Spoiler itu tidak seru tahu." Bora kembali memakan tahu isinya.

"Halo!"

"Eh, Nayyara? Apa yang kamu lakukan di perempatan sini? Bukannya biasanya kamu udah sampai di sekolah jam segini?" Aku bertanya sembari sedikit terkejut.

"Anu.. Kebetulan aku kesiangan, sopir di rumahku sedang mengantar ibu ke tempat pekerjaannya. Jadinya aku harus jalan cukup jauh." Jawab Nayyara dengan gugup.

Mukanya sedikit memerah, bahkan itu terlihat saat dia menyapaku dan Bora.

"Pak, berhenti di sini saja." Pinta Nayyara kepada sopirnya beberapa waktu lalu.

"Eh, yakin non? Sekolahnya masih jauh, loh."

"Gak apa-apa, Saya ingin berangkat dengan seseorang. Soalnya dia tinggal di sekitar sini." Jawab Nayyara.

"Oh, saya mengerti sekarang. Non Nayyara mau berangkat bersama pacarnya, ya?" Pak tertawa kecil.

Wajah Nayyara berubah warna menjadi merah tomat. Bahkan suhu tubuhnya menaik drastis.

"Bu-bukan gitu pak."

"Nayyara langsung turun saja." Nayyara benar-benar turun dari mobilnya lalu menungguku di perempatan jalan beberapa beberapa meter sebelum sampai ke sekolah.

"Hati-hati." Pak sopir melambaikan tangan.

"Haduh, anak muda. Enak sekali, andai saja masih muda. Tapi udah tua, mau gimana lagi." Pak sopir berbicara sendiri setelah Nayyara turun lalu tancap gas pergi meninggalkan anak majikannya.

"Ayo, kita berangkat nanti malahan telat betulan." Nayyara lantas berjalan lebih dulu.

aku sedang di hadapkan dengan sebuah cerita romcom seperti di banyak anime yang pernah aku tonton. Temanku satu ini harus sekali aku beri ruang agar Heroinenya bisa leluasa mengekspresikan dirinya. Aku pasti hanya akan menggangu mereka saja jika masih ada disini. (Bora berpikir keras.)

"Ada apa, Bora?" Aku bertanya melihat Bora yang berhenti berjalan.

"Eh, di depan sana ada Ivan dan juga.... " Bora langsung berbunga-bunga.

"Zahra."

"Tapi ada Faris juga di sana, cih." Bora berubah seketika menjadi suram dan kesal.

"Aku pergi duluan bersama mereka. Kalian bersenang-senanglah." Bora berlari kencang menuju ke arah tiga orang yang sudah duluan ada di depan kami dari tadi sambil melambaikan tangan.

"Benar-benar orang yang sulit untuk di tebak, benar kan Nayyara?"

Nayyara tidak menjawab, dia hanya mematung dengan wajah yang berwarna seperti tomat rebus.

Bora, sialan! (Teriak Nayyara di dalam hati)

"Kemarin tidak ada Pr kan untuk di kumpulkan hari ini?"

"Eh-eh.. Enggak ada kayaknya."

"Sejak kapan Bora bisa bertingkah seperti tadi?" Aku bertanya penasaran.

"kamu tidak tahu? Bora itu menyukai Zahra sejak masih SMP dan dia tidak pernah menyerah walaupun sudah di tolak."

Itu orang berarti benar-benar sangat misterius.

"Kenapa kau bertanya itu?" Nayyara bertanya balik.

"Aku perhatikan, Bora itu sepertinya menyimpan banyak sekali teka-teki dari setiap sifat yang dia munculkan terutama sifat periangnya itu."

"Setiap orang pasti satu atau dua rahasia, bukan? " Nayyara menatap langit biru kemudian tersenyum ke arahku.

Kami berjalan sambil berbicara sampai tidak terasa sudah berada di depan kelas.

"Kabur coy!!!!" Beben, Adit, Rino dan Genta berlari secara bersamaan melewatiku beserta Nayyara di lorong menuju kelas.

"Sumpah ini duit buat beli Indomie! Stock di rumah habis!" Beben berteriak seperti sedang di kejar penagih hutang.

Dan aku katakan itu benar, sesaat setelah empat sekawan absurb berlari cukup jauh.

"Balik kesini oi!!!" Seorang perempuan dengan nafas ngos-ngosan terhenti di depan kami untuk mengatur nafas. Tidak lama setelah, dia menatapku dan Nayyara dengan tatapan mengerikan berserta senyuman ngerinya.

"Wah, pagi yang cerah. Anak-anak baik berdatangan satu persatu.. Mumpung masih pagi dan uang masih pada utuh.. Alangkah baiknya kalian membayar uang kas sebelum istirahat."

Aku menelan ludah dengan susah payah. Di depanku adalah Bendahara kelas yang di bilang paling bengis ketika menagih iuran kelas.

"Sandy Sandoro, bayar tunggakan kas sekarang juga.. Kalo tidak.. "

Tamatlah uangku untuk hari ini. Mimpi untuk membeli PC baru hanyalah angan semata sekarang.

...****************...

Ting! Tong!

Bel istirahat telah berbunyi silahkan para murid dan guru mengambil waktu santainya.

"Kalian berempat itu beruntung sekali, bendahara kelas selalu gagal mengambil uang dari kalian." Aku mengeluh.

"Lu harus hidup untuk Indomie. Makanya kita berempat always aman dari bendahara." Beben berlagak keren.

"Paling nanti di akhiratnya tidak tenang karena akibat dosa yang kau perbuat sekarang." Celetuk Ivan.

"Lo, tahu apa?"

"Kas kelas itu sudah menjadi kesepakatan kelas dari hasil musyawarah setiap murid di kelas juga, jadi keputusan tersebut telah menjadi janji dari setiap murid, jika tidak membayarnya kau bisa berdosa, loh."

"Ngajak berantem kunyuk satu ini." Beben kesal dan ingin memukul Ivan, tapi tiga sahabatnya berhasil menahan dirinya.

"Shtt!" Bora menyuruh diam.

"Kita telah sampai di kantor OSIS."

"Sambutlah jawaban di atas banyak pertanyaan yang telah kalian semua simpan." Bora membuka pintu dengan dramatis.

Ruangan besar dengan kaca besar beserta perabotan hingga barang-barang—tersusun rapi bahkan satupun tidak terlihat berdebu.

"Jadi, kalian semua sudah datang? Beben, Rino, Adit, Genta, Dimas dan adiknya Anastasia... Sandy Sandoro."

Seorang lelaki mengenakan rompi OSIS SMA Sayap Hitam, dan juga kaca mata hitam serta perawakan yang tinggi dengan aura tenang menyambut kehadiran kami. Memasuki ruangan sudah membuat kepalaku semakin pusing, selain pertanyaan atas rasa ingin tahu.. Nama Anastasia yang entah kenapa terasa sangat familiar membuat kepalaku semakin pusing.

"Kalian pasti punya banyak pertanyaan dan kami sebagai OSIS, siap menjawabnya."

Setelah perkataan tersebut, keluar banyak sosok secara perlahan dari ruangan lain, tapi masih di dalam kantor OSIS. Maksudku adalah di dalam kantor OSIS itu ada ruangan lainnya, tapi dengan ukuran yang tidak terlalu luas.

"Pertama izinkan saya memperkenalkan diri.. Nama saya Arthur, saya ketua OSIS SMA Sayap Hitam."

"Dan juga biarkan aku memperkenalkan rekan-rekan OSIS yang lainnya."

"Pertama ada Aurora. Dia adalah bendahara. Kemampuan yang di milikinya bisa membuat orang tidur hanya dengan menatap matanya selama lima detik."

"Halo, salam kenal junior-juniorku." Kak Aurora menyapa kami berenam.

"Masa sih, paling cuman bohongan." Celetuk Rino.

"Gimana?" Wajah Kak Aurora sangat dekat dengan Rino, mata mereka saling menatap satu sama lain. Wajah Rino mulai menjadi seperti tomat merah.

"Kak, ini terlalu deka~ "

BRUK

Rino langsung terjatuh. Dia benar-benar di buat tidur oleh Kak Aurora.

jir, ngeri juga ternyata (Beben menatap Rino yang tertidur dengan sedikit ngeri)

"Eh, maaf Aurora tidak sengaja."

"Kedua ada Arlo. Dia divisi keamanan. Kemampuan menyerap material. Bisa di katakan bahwa itu masih memperkuat diri secara fisik, simplenya gabungan antara kemampuan Dimas dan Rino." Kak Arthur melanjutkan perkenalannya.

"Bisa di percepat kak, saya ada janji dengan seseorang." Dimas menyela pembicaraan dengan serius.

"Ah, baiklah. Sepertinya kau tidak sabaran." Kak Arthur tertawa kecil.

"Divisi Sekretaris, kami ada Alma dengan kemampuan berbicara dengan hewan. Divisi sosial komunikasi kami ada Fahmi. Kemampuannya luar biasa hebat. Dia bisa mengatur strategi layaknya area catur."

Kedua sosok senior yang di sebut hanya melambaikan tangan dan tersenyum ramah kepada kami.

"Dan terakhir.. Wakil ketua OSIS... "

"Anastasia.. Dia memiliki kemampuan bisa memutar waktu."

Aku memegangi kepalaku, entah kenapa rasanya semakin pusing ketika aku melihat sosok yang sedang di perkenalkan telat di depanku.

Tunggu, tadi sebelumnya Kak Arthur bilang aku adiknya dia? Omong kosong macam apa ini? Bukankah aku anak paling tua dan tidak ada lagi selain aku? Bahkan mamah dan papah sendiri yang bilang.

Sial! Kepalaku jadi semakin pusing.

"Sudah lama sekali kita tidak berjumpa, Sandy Adikku." Ujar Kak Anastasia.

"EHHHH!!!!!" Empat sekawan absurb kecuali Rino, reflek menoleh kaget kepadaku bersamaan dengan Dimas juga, sedangkan Bora dan Ivan memakan popcorn yang entah darimana dapatnya.

"Berapa tadi kau beli?" Bora bertanya sembari memakan popcorn.

"Cuman lima ribu terus di kasih diskon hari Jumat." Jawab Ivan sama makan popcorn.

"Lu punya kakak?"

"Bukannya lu bilang, lu anak tertua?"

"Gua sedikit syok."

"Aku juga tidak tahu. Ini pasti cuman bercanda. Mana mungkin aku memiliki kakak sedangkan mamah dan papah selalu bilang aku anak pertama." Aku membantah fakta.

"Biar aku jelaskan terlebih dahulu. Ini sekaligus memberitahukan kalian tentang awal mula semua kekuatan istimewa berasal dan juga tujuan dari OSIS seperti apa yang ingin kamu ketahui, Sandy."

"Kau tahu dari mana?"

"Bora yang memberitahuku."

"Kemampuan kita ini sebenarnya berasal dari sebuah meteor yang telah jatuh ke bumi sejak abad ke 15."

"Jangan mengada-ada, itu pasti hanya dongeng semata." Celetuk Dimas.

"Kamu sudah bisa menggunakan kemampuan melihat masa lalu, kan Sandy?" Kak Anastasia bertanya kepadaku.

"Entahlah, kemampuan tersebut belum bisa aku stabilkan dengan baik alias hanya kebetulan saja aku bisa mengaktifkannya."

"Coba saja dulu. Pusatkan pikiranmu untuk membuka benang dan kenangan masa lalu, itu kunci pengaktifannya secara sederhana."

Aku mengangguk pelan, perlahan aku menarik nafas dalam-dalam, telapak tanganku di arahkan ke arah meja rapat OSIS—ruangan utamanya.

apa benar seperti ini caranya? Aku bahkan tidak bisa merasakan apapun. kenangan masa lalu apanya coba? aku memang memiliki kemampuan tersebut bahkan akuif secara tidak sengaja ketika memegang kepala Alex dan Rio.. Itupun malah melihat masa lalu yang menjadi aib bagi mereka berdua. (Aku berbicara di dalam hati dengan penuh keraguan)

Sepertinya mustahil." Kataku.

"Tidak. Kau kurang berkonsentrasi penuh. Bukalah seluruh kenangan sedih dan senang, biarkan waktu yang menyelimutimu dengan banyak sekali perasaan campur aduk." Timpal Kak Anastasia.

Aku mengiyakannya saja, kembali memejamkan mata, mengosongkan pikiran lalu ini berbeda dari sebelumnya.

"Dasar monster! pergi saja sana."

"Gara-gara kamu memperlihatkan masa depan, dia jadi sakit parah. Kamu ini memang makhluk yang seharusnya musnah."

"Hebat, Lo.. Tidak semua orang mempunyai kemampuan spesial sepertimu."

"Dia meninggal gara-gara kamu sialan. Kamu seharusnya tidak pernah ada di dunia ini!"

"Sandy yang terpenting adalah kamu bisa menerima dirimu apa adanya, penilaian orang lain belum tentu akurat dengan apa yang mereka lihat."

Suara-suara terus bermunculan dari kepalaku hingga aku di bawa ke ruang hampa yang begitu gelap.

"Dimana ini?" Aku bertanya kepadaku diriku sendiri.

Mataku memandang sekitar, gelap gulita. Tik!Tok!Tik!Tok! Suara jam terdengar. Dalam kehampaan yang sangat gelap, tiba-tiba saja muncul sebuah jam raksasa.

Setiap kali jam berdetik, benda tersebut memperlihatkan sebuah potongan kenangan yang telah aku simpan, perlahan terus bermunculan. Bunyi detik jam yang awalnya lambat kemudian berubah menjadi sangat cepat hingga menampilkan banyak sekali gambar kenangan yang bahkan bukan berasal dariku, memusingkan hingga aku membuka mata dengan cepat, tanpa pertanda telapak tanganku seperti mengeluarkan sebuah serbuk emas kecil, lambat laun serbuk tersebut menjelma menjadi sebuah tampilan proyeksi empat dimensi, dan menampilkan gambar meteor.

"Apa ini?" Aku terpana dengan apa yang telah aku lakukan.

"Kita kayak lagi baca novel fantasi aja, coi. Tapi dengan ilustrasi benar-benar nyata." Ujar Adit yang sama-sama terpana.

"Menarik." Bora mengunyah popcorn.

"Lu kayak penyihir San, sumpah." Genta juga terpana.

"Pelajaran sejarah, kalo punya teknologi seperti ini bisa-bisanya murid nanti pada betah plus nilainya seratus semua. Kerincian dari kemampuan ini sangat bagus." Ivan mengambil kembali popcorn.

Dimas dan Beben tidak memberikan komentar karena sama sepertiku, Adit dan Genta juga. Terpana.

"Bagaimana kamu bisa tahu cara mengaktifkan kemampuanku?" Aku bertanya.

"Simpan saja dulu pertanyaanmu untuk nanti, karena aku sekarang akan menjelaskan hal yang penting terlebih dahulu." Jawab Anastasia.

"Siapa yang ingin nitip makanan dan minuman?" Kak Fahmi tiba-tiba bertanya kepada seluruh orang di Kantor OSIS.

"Untuk apa? Dimas berbalik tanya.

"Tentu saja sambil menemani kita dalam mendengarkan cerita Anastasia. Penjelasan ini panjang, loh."

"Aku Tea Thai."

"Aku dan Aurora beliin minuman Lomi aja."

"Kalo gua beliin gorengan sama teh ucuk."

"Sip." Kata Kak Fahmi.

"Kalian anak kelas sebelas?"

"Teh Sri aja." Jawab Beben dan di susul anggukan oleh yang lainnya.

"Baiklah, aku berangkat dulu."

"Aku ikut denganmu." Kak Alma menyusul Kak Fahmi.

"Baiklah.. Mari kita mulai ceritanya.

"Sebelum itu, Sandy.. Kemampuanmu bisa memperlihatkan masa lalu durasi waktu paling lama adalah 20 menit, setelah itu juga, jika kau sudah membukakan pintu masa lalu, dengan menjadikan suatu barang sebagai perantaranya—kita hanya tinggal menonton saja. Namun Efek samping dari penggunaan kemampuanmu akan menyebabkan kelelahan selama dua jam. Kau paham?"

"Jika kamu ingin cerita cepatlah sedikit. Istirahat hampir selesai, setelah itu meskipun kami mendapat jamkos, itu tetap tidak enak karena kami harus mengerjakan tugas lalu mengumpulkan on time " Dimas mulai kesal.

Lama banget. Janji sama Isna bisa kacau lagi ini mah. (Dimas dalam hati)

"Oh, jadi lu dari tadi pengen pergi gara-gara ada janji sama i– "

"Tutup mulutmu yang suka Cepu itu." Dimas menutup mulut Beben dengan kedua tangannya.

"Kau ingin aku memberikan pelajaran padamu lagi seperti waktu itu?" Mata Dimas seperti ingin membunuh.

Rambut Kak Anastasia perlahan berterbangan seperti di tiup angin, kemudian anak rambut yang menutupi mata sebelah kanannya terbuka. Aku terkejut.

Mata kanan Kak Anastasia ternyata memiliki pupil mata yang sangat tidak biasa. Pupilnya berbentuk jam.

"Akan aku tambahkan dengan sedikit kemampuanku."

Mata kanan Kak Anastasia yang berbentuk jam, berputar terbalik.

TIK!

Suara jentikan jari terdengar lalu, aku, Beben, Adit, Genta dan Dimas tiba-tiba berada di dalam ruang hampa.

"Dimana ini?" Beben panik.

"Jangan panik!" Dimas menenangkan situasi.

"Hutan pinus?" Aku bingung.

Perlahan sebuah cahaya muncul dan mulai menyilaukan kami berlima. Mata kami terpejam. Setelah mata kami terbuka, kamu berdiri di antara pohon-pohon Cemara di hutan, malam hari.

Sekumpulan kawanan kuda terlihat jelas di depan kami. Sebuah cahaya melesat cepat di langit malam, penuh dengan warna merah serta oranye.

Kawanan kuda di depan kami meringkih ketakutan hingga akhirnya berlarian. Salah satunya menabrak kami, tapi kami seolah di tembus begitu saja oleh mereka.

"Ini tidak masuk akal." Kata Adit.

"Sebenarnya apa ini?" Genta bertanya.

"Aku mengirim kalian ke masa lalu dengan kemampuanku."

"Jangan-jangan kemampuan kakak adalah Menjelajahi waktu?" Aku bertanya dengan raut wajah semakin bingung.

"Benar sekali, namun konteks ini aku mengirim kalian dengan cacat alias tidak sepenuhnya Dan itu kalian tidak akan benar-benar menapakkan diri di sana bisa disebut kalian sekarang seperti arwah gentayangan yang bebas bergerak kemana saja serta menembus apa saja." Suara Kak Anastasia bergema di kepala kami masing-masing.

"Jadi, ini... "

"Benar sekali, kalian sudah berada di masa lalu. Abad ke 15. Awal dari semuanya terjadi. Awal dari orang berkemampuan spesial muncul."

"Sebentar, kenapa kamu membawa kami ke masa lalu sedangkan tadi aku sudah menggunakan kemampuanku dalam membuka kenangan masa lalu? Dan kenapa suaramu bisa sampai terdengar kepada kami?" Aku bertanya dengan sedikit kesal.

"Aku memerlukan sebuah gambaran nyata dan rinci jika ingin mengirimkan seseorang ke masa lalu dalam bentuk cacat. Dan suara yang terdengar ini karena aku juga bisa mengambil kontrol atas tindakan kalian jika terjadi sesuatu yang sangat buruk."

"Aku ucapkan sekali lagi.. Selamat datang di mana semuanya bermula."

1
Vian Nara
menarik
sang kekacauan
lanjut
sang kekacauan
kalau 80 berapa ro aku mulai aktif membaca kembali
sang kekacauan
nggak konsisten
Vian Nara: Maaf ya, karena sulit untuk konsisten bagi saya karena saya mengidap penyakit mental yang di mana lamuna sedikit saja sudah membuat cerita yang baru serta kompleks jadinya sulit /Frown/
sekali lagi mohon maaf
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!