Anna bukan janda, aku tahu semuanya
tapi aku tak bisa mengatakan itu padanya
aku takut dia justru akan pergi dari ku setelah tahu semuanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shikacikiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Anna dan Nuri tersenyum bodoh menatap Abel hanya menganga di ambang pintu.
"Sini.. sini... sandwich nya sudah siap! " ajak Anna dengan mengaitkan tangannya di lengan Abel.
Nuri menyeringai tak suka dengan kedekatan mereka.
"Sandwich telur dengan sosis, biasanya anak-anak juga suka" jelas Anna seraya menghidangkannya untuk Abel.
"Kalau begitu panggil mereka" ucap Abel.
Anna terdiam, rencananya dia tak memberikan makan malam hari ini karena apa yang sudah mereka lakukan.
"Kenapa? Cepat panggil! " Abel menatap.
"Itu.... " Anna ragu.
"Anna mau menghukum mereka untuk tidak makan malam" jawab Nuri.
"Cck... ga usah sampai begitu" Abel berdiri hendak mengajak mereka.
Anna menatap Nuri yang memasang wajah datar, sama sekali tak tersentuh dengan sikap Abel.
"Deandra.... Nita...! " seru Abel kemudian mengetuk pintu.
Mereka membuka pintu.
"Ayo... mama buat roti dengan sosis dan telur" ajak Abel.
Tapi mereka malah saling menatap.
"Ayo... ! Om sudah bilang sama mama untuk ga marah" ucap Abel.
Deandra dan Deanita tersenyum kemudian keluar dari kamar.
Anna menatap mereka dengan melipat tangan. Langkah mereka terhenti sejenak, tapi Abel mendorong kecil mereka agar melanjutkan langkahnya.
"Hmm, cari perhatian" gumam Nuri yang berjalan melewati Anna, seraya membawa semua sandwich nya.
Anna hanya diam, tapi dia menghampiri mereka dan makan malam bersama.
**
Malam sudah larut, tapi Anna dan Abel malah duduk di balkon sambil minum kopi.
"Hufft... aku pikir tadi aku tidak akan bisa turun, kau tahu.. sebenarnya bapak tadi itu jalan sanga....t lambat. Seseorang mendorong ku lalu kami hampir terjatuh" ujar Abel menceritakan kejadian tadi.
"Kenapa naik kereta? Andri kemana? " tanya Anna.
"Aku menyuruhnya libur, sudah lama dua ga nengok ibunya" jawab Abel kemudian meminum kopinya.
"Pak, Siska bapak tinggalkan sendiri, kok tega sih? " tanya Anna.
"Ya udahlah, ga apa-apa, lagian dia udah pinter kok" tukas Abel tak mau disalahkan.
"Semua meeting yang bapak mundurkan jadwalnya ini penting loh, gimana kalau mereka batalin kontrak? " tanya Anna.
"Ya ga apa-apa, cari tender lain" jawab Abel seolah semua mudah.
Anna menghela, tak tau harus bicara apalagi. Dia berdiri hendak meninggalkan nya yang menurutnya sangat keras kepala.
Tapi tangan Abel menahan tangannya, Anna kembali duduk dan menatapnya.
"Jangan tinggalkan aku" ucap Abel.
Anna ingat dengan ucapannya yang dia dengar dari telpon Zidan.
Tatapan mata Anna meraba wajah Abel yang menikmati pemandangan kota Bandung dari balkon rumah Anna itu.
'aku suka, apa benar aku suka padanya? ' tanya hati Anna.
"Apa jika aku jadi pengangguran, kau akan marah marah setiap hari? " tanya Abel yang kemudian menatapnya.
Anna mengalihkan tatapannya, karena merasa takut ketahuan sedang memandanginya.
"Tentu saja, siapa yang tidak kesal menikahi pria yang akhirnya jadi pengangguran, hidup berumah tangga itu lebih sulit dari single, lebih banyak lagi impian yang harus diwujudkan.... "
Anna terdiam, merasa ucapannya terlalu berangan. Abel tersenyum merasa senang dengan semua yang Anna ucapkan.
"... sudah malam.. aku mau.. "
Anna berdiri hendak pergi, karena malu. Abel ikut berdiri, kali ini merangkulnya dari belakang untuk menahannya.
Abel memeluknya dengan lembut, menggesekkan kepalanya ke rambut Anna yang terpaku.
"Aku mencintaimu Anna" bisik Abel.
'kenapa seolah ada yang menyengat tubuh ini? ucapannya membuatku tak bisa bergerak' ucap hati Anna.
"Ayo kita menikah" lanjut bisik Abel.
Mata Anna membulat, dia melepas pelukan Abel dan menatapnya.
Abel mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Anna memperhatikan semua gerakan tangannya. Dia menutup mulutnya merasa tak percaya dengan apa yang dia hadapi malam itu.
Sebuah kotak berisi cincin dibuka Abel dan ditujukan padanya.
"Pak... " Anna meneteskan airmata.
"Berhenti memanggilku Pak, bukankah sudah lama kita pacaran" ucap Abel.
"Tapi... " Anna masih tak percaya.
"Anna Maria Wijaya, maukah kamu menikah dengan Alberto Sanjaya?"
Anna menggigit bibirnya sendiri.
"Menerima sifat arogannya...." lanjut Abel.
Anna melipat bibirnya.
"...narsisnya.."
Anna tersenyum mengingat bagaimana dia selalu mengatakan bahwa dirinya sangat tampan.
"..OCD..."
"Tidak....kau tidak OCD" ucap Anna merasa itu berlebihan.
"..teriakannya.. " kali ini Abel tertawa.
Anna ikut menertawakan.
"Jadi apa jawaban mu? " tanya Abel.
Anna terdiam menatapnya, meraba wajahnya dengan tatapan. Tak bisa menahan lagi apa yang ada dalam hatinya.
Dia mengangguk kemudian tersenyum.
Abel tersenyum sangat lebar, benar-benar senang dengan reaksi Anna.
"YESS! " Abel berseru cukup keras seraya melompat.
Anna terkejut, dia menahan Abel untuk tak melompat lagi dengan memegangi lengannya.
"Cukup, semua orang sudah tidur" ucap Anna.
Abel menatap Anna dan memasang cincin di jarinya.
Anna menelan saliva, Abel melihat gerakan lehernya, perlahan mendekati dan mencium bibirnya.
Sebentar dan kemudian tersenyum.
"Terimakasih" ucap Abel sangat terlihat bahagia.
Dia melebarkan tangannya ke arah langit.
"Terimakasih Tuhan! " ucapnya.
Anna tersipu, dia juga senang.
**
Pagi yang cerah.
Anna dan bi Nuri sudah siap dengan sarapan.
Abel juga siap hendak mengantar anak-anak ke sekolah yang jaraknya tak terlalu jauh dari rumahnya.
"Hari ini om yang antar kalian! " ucap Abel bersemangat.
"Asyik! " seru mereka berdua.
Anna tersenyum, bi Nuri tak suka dengan apa yang dia lihat. Dia kembali ke dapur. Anna melihat dan menyadari sikapnya kemudian menyusul.
Abel dan anak-anak makan tanpa mereka.
Anna merangkul Nuri dari belakang. Dia menunjukkan cincin di tangannya. Nuri menatap dengan seksama karena jaraknya terlalu dekat.
"Dia melamar ku semalam" ucap Anna.
Nuri melepaskan tangan Anna dengan spontan. Anna terkejut.
"Non... " Nuri seolah kesal.
Anna terkejut, Nuri sudah lama tak memanggilnya seperti itu. Selama ini dia selalu menyebut nama atau hanya sekedar sayang saja.
"Bibi beneran ga setuju" Nuri mengambil nafas panjang.
Anna bingung, mengapa Nuri begitu tak suka pada Abel.
"Tapi bi, aku... " Anna ingin menjelaskan.
"Maaf non, tapi mungkin bibi juga salah karena merasa ga suka dengan hubungan non dengan dia, sekali lagi maaf"
Nuri membersihkan tanganya dengan lap kemudian pergi ke kamarnya, melewati Abel dan anak-anak yang sedang makan.
Mereka menganga, heran namun anak-anak kembali makan, tapi Abel menatap ke arah Anna yang keluar dengan wajah cemas.
Abel menatap anak-anak, kemudian tersenyum pada mereka.
Akhirnya, Anna pergi dengan Abel mengantarkan anak-anak sekolah. Abel memperhatikan diamnya Anna sejak berangkat dari rumah, hingga mereka hendak kembali.
"Ada apa? " tanya Abel.
Anna terkejut, dia mengingat reaksi Nuri mendengar mereka akan menikah. Dia tak mungkin mengatakan ketidaksukaan Nuri tentang hubungan mereka.
Tapi Abel sangat tahu raut wajah yang Anna tunjukkan adalah keraguan untuk mengatakan sebenarnya.
"Apa keluarga Bi Nuri ada yang sakit atau bermasalah? " tanya Abel lagi.
Anna tersenyum, dia meraih lengan Abel kemudian bersandar.
Abel merasa heran, tadi dia murung, sekarang dia bermanja.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=>>