Seorang dokter muda yang sedang meneruskan pedidikannya di S2, dipaksa untuk segera menikah...
ternyata salah satu pasiennya membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama
berhasilkah Dokter tersebut mendapatkan gadis pujaannya.
jangan lupa comen dan likenya ya..🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Friska Nanda Raisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
keluarga baru
Makananpun sudah siap di meja makan. Namun ayah tak juga turun. Kami menunggu sangat lama hingga akhirnya yang ditunggupun datang
“Ayah, lama sekali sih? Kami udah kelaperan nih gara-gara ayah.” Protesku
“Iya.. Iya... Maaf. Tadi ayah pinginnya juga buru-buru. Tapi..” ucapan ayah terpotong
“Tapi apa ayah?” tanyaku
“Meja Rias ibumu berantakan. Gara-Gara ayah tadi ga sengaja nyenggol peralatan make up yang ada di atas meja. Jadi ayah ngeberesin dulu deh. Takut ibumu marah.” Bisik ayah ditelingaku
“Oh..” jawabku singkat sambil mengangguk-angguk
“Apa ayah bilang?” sambar ibu
“Hadeuh..” gumamku tepok jidat
“Ga.. Bukan apa-apa. Ya kan suf.” Ucap ayah mencari dukungan dan akupun hanya mengangkat kedua bahuku
“Ayah.. Awas ya klo sampe ketahuan ada apa-apa. Ibu bakalan marah.” Ancam ibu
“Bu, jangan begitu. Ga enak dilihat mantu kita.” Ucap ayah lirih
“Maaf nak. Beginilah keluarga kami. Ibu harap kamu bisa memakluminya.” Ucap ibu
“Iya bu. Ga apa-apa. Justru aku senang bisa berada ditengah-tengah kalian.” Ucap Aisyah sambil tersenyum dan akupun mengelus-ngelus punggungnya dan ini di perhatikan oleh ibu
“Aisyah..mulai sekarang kamu ga usah sungkan-sungkan terhadap kami. Anggap saja kami ini orang tuamu dan juga adik-adikmu.” Ucap ibu lembut
“Ibu tau dari mana klo aku punya adik?” tanya Aisyah
“Dari Yusuf. Dia waktu hendak menikahimu, dia memberitahukan semuanya ke kami.” Jelas ibu
Mendengar ucapan ibu, Aisyah langsung terdiam dan menunduk. Terlihat dari wajahnya klo dia sangat sedih.
“Ada apa nak? Kok kamu terlihat sedih? Apa tadi ibu udah salah bicara sama kamu?” tanya ibu
“Ga kok bu. Ibu ga salah bicara. Aku hanya terharu mendengar ucapan ibu yang menganggapku seperti anak sendiri. Sedangkan aku hampir lupa gimana rasanya punya orang tua.” Ucap Aisyah
“Nah, untuk masalah itu, ibu mulai sekarang akan nganggap kamu seperti anak ibu sendiri. Gimana?” ucap ibu dan Aisyahpun mengangguk
“Ayah juga.. Ayah juga..” sahut ayah ga mau kalah
“Ayah diam saja. Ingat yah, urusan kita belum selesai.” Ucap ibu
“Hadeuh... Mulai lagi deh.” Gumamku dan membuat Aisyah tersenyum
Setelah pertengkaran kecil itu, kami pun memulai makan.
***********************************
Disaat sore harinya, aku ditinggal berdua dengan Aisyah karena ayah dan ibu sedang pergi ke acara pesta pernikahan tetangga
“Mas, ayah dan ibumu baik banget ya?!” ucap Aisyah saat kami sedang duduk santai diruang tv
“Memang mereka itu baik. Klo mereka ga baik, mana mungkin aku bisa jadi dokter kaya’ sekarang.” Ucapku
“Ish.. Bukan itu maksudku. Maksudku, mereka itu bisa terima keadaanku yang seperti ini.” Jelas Aisyah
“Oh masalah itu. Ya jelas mereka mau terimalah. Mereka kan awal mulanya juga orang biasa. Mereka tau sekali gimana rasanya jadi seperti dirimu.” Jelasku
“Oh begitu. Tadinya aku menyangka klo mereka itu akan pilih-pilih menantu.” Ucap Aisyah
“Ya gak lah sayang. Apa lagi sekarang ini umurku sudah cukup buat menikah. Mereka ingin sekali menimang cucu.” Ucapku
“Cucu..??” ucap Aisyah
“Iya cucu. Emangnya kenapa?” tanyaku
“Mas, aku masih belum siap. Masalahnya aku kan harus mengurusi adik-adikku.” Ucap Aisyah
“Klo aku punya anak nanti, trus gimana dengan adik-adikku?” tambahnya lagi
“Aisyah, serahkan semuanya sama yang diatas. Dia lah yang maha mengetahui apa yang pantas atau tidak untuk umatnya. Kita sebagai manusia hanya bisa berencana sedangkan semua keputusan adalah kuasa-Nya. Kita ga bisa berbuat apa-apa atas hal itu.” Ucapku
“Benar juga mas. Aku ga seharusnya punya pikiran seperti itu. Semua pasti ada hikmahnya.” Ucap Aisyah
Saat kami sedang asik ngobrol, tiba-tiba saja ayah dan ibu pulang.
“Duh yang mesranya... Ikutan donk.” Ucap Ayah yang tiba-tiba duduk ditengah di antara kami berdua.
“Ayah..!! Ayah apaan sih?! Udah sana ah. Jangan gangguin.” Ucapku
“Hadih suf, kamu kok gitu banget sih sama Ayah. Ayah kan Cuma mau deket-deket ma menantu ayah.” Ucap ayah sambil sedikit merajuk
“pingin deket sih pingin deket, tapi ga gini juga kali caranya. Tempat duduk kan banyak. Kenapa juga harus duduk di sini.” Ucapku sewot
“Udah mas. Biarin aja. Kan ga ada ruginya juga klo ayah duduk di sini.” Ucap Aisyah
“Noh denger tuh apa kata Aisyah. Aisyah aja ga masalah.” Ucap ayah yang senang karena merasa ada yang mendukung.
“Aisyah.. Kamu ya..?!” ucapku setengah jengkel
“Udah-udah... Kalian ini. Selalu seperti ini. Kalo ga ada, ditanyain terus. Klo ada, berantem terus.” Ucap ibu
“Sini Aisyah, sama ibu aja. Jangan dekat mereka. Kamu ntar stres klo harus dengerin mereka berdebat terus.” Ucap ibu
Ketika mendegar ibu mengatakan itu, Aisyahpun langsung mendekati ibu.
“Ibu... Aku kan pingin deket-deketan ma istriku sendiri. Kenapa ga bebas sih?” gerutuku
“Bukannya ga ngebebasin kamu buat deketin istrimu, hanya saja, ibu sendiri juga mau menanyakan sesuatu sama istri kamu.” Jelas ibu
“Mau menanyakan apa bu?” tanyaku
“Rahasia perempuan. Ya kan Aisyah?!” ucap ibu sambil mengedipkan mata
“Ah ibu. Masa’ kaya’ gitu sih?” protesku
“Biarin aja.” Celetuk ibu
“Parah... Parah.. Ternyata ibu lebih parah dari Ayah.” Ucapku lirih tapi masih bisa didengar oleh Aisyah
“Parah? Apanya yang marah mas? Emang siapa yang sakit?” tanya Aisyah polos
“Hedeuh...” gumamku sambil tepok jidat
“Kenapa mas? Mas pusing?” tanya Aisyah lagi
“Eh ga kok sayang. Aku ga pusing.” Ucapku
“Udahlah Aisyah, ga usah dihirauin suamimu itu. Mending kamu ikut ibu aja yuk.” Ucap ibu sambil menggandeng tangan Aisyah
Setelah sampai ditaman samping, aku melihat mereka berdua sangat asik sekali mengobrol. Entah apa yang sedang mereka obrolkan. Kadang mereka serius, kadang pula mereka tertawa.
“Suf, ayah bangga sama kamu. Karena kamu udah kasih kami menantu yang sangat baik.” Ucap Ayah
“Ayah, apa ayah dan ibu bisa terima dengan status sosial Aisyah?!” tanyaku yang sebenarnya lebih khawatir dibanding Aisyah
“Anak bodoh. Ya jelas kami bisa terimalah. Biar bagaimanapun dulu ayah dan ibumu juga berasal dari kalangan bawah.” Jelas ayah
“Terimakasih Ayah.” Ucapku
.
.
.
.
.
Bersambung...
Jangan lupa comen dan likenya...🙏
singkat padat dan jelas
harus nya judul nya turun ranjang😀
jd gk trima rasanya kl judulnya"cinta karna ibadah"..
" Cinta Dalam Doa ".
terima kasih kak
.aq suka