NovelToon NovelToon
MENJADI PILIHAN KEDUA SAHABATKU

MENJADI PILIHAN KEDUA SAHABATKU

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ibu Cantik

Sadewa dan Gendis sudah bersahabat dari kecil. Terbiasa bersama membuat Gendis memendam perasaan kepada Sadewa sayang tidak dengan Sadewa,dia memiliki gadis lain sebagai tambatan hatinya yang merupakan sahabat Gendis.

Setelah sepuluh tahun berpacaran Sadewa memutuskan untuk menikahi kekasihnya,tapi saat hari H wanita itu pergi meninggalkannya, orang tua Sadewa yang tidak ingin menanggung malu memutuskan agar Gendis menjadi pengantin pengganti.

Sadewa menolak usulan keluarganya karena apapun yang terjadi dia hanya ingin menikah dengan kekasihnya,tapi melihat orangtuanya yang sangat memohon kepadanya membuat dia akhirnya menyetujui keputusan tersebut.

Lali bagaimana kisah perjalanan Sadewa dan Gendis dalam menjalani pernikahan paksa ini, akankah persahabatan mereka tetap berlanjut atau usai sampai di sini?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu Cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bagian 8

Ballroom perlahan kembali sunyi.

Para tamu mulai meninggalkan gedung satu per satu, menyisakan sisa-sisa tawa, bunga yang mulai layu, dan lantai yang tak lagi dipenuhi sorak sorai. Lampu-lampu diredupkan, musik dihentikan. Yang tersisa hanyalah kelelahan fisik dan batin.

Di area luar gedung, empat orang tua berdiri berhadapan. Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya.

Lestari menggenggam tangan Bianca erat, seolah takut melepaskannya. Jemarinya gemetar, matanya berkaca-kaca sejak tadi.

“Kalau kamu merasa nggak kuat…” suara Lestari bergetar, “telepon Mama kapan saja. Jam berapa pun.”

Bianca tersenyum. Senyum yang lembut, menenangkan senyum yang justru membuat dada Lestari semakin sesak.

“Aku baik-baik saja, Ma,” ucap Bianca pelan. “Aku janji.”

Hendrawan berdiri di hadapan putrinya. Pria itu menatap Bianca lama, seolah ingin menghafal wajahnya. Tangannya terangkat, mengusap puncak kepala Bianca dengan gerakan yang sangat ia kenal sejak kecil.

“Papa gagal jaga kamu hari ini,” katanya lirih.

Bianca menggeleng cepat. “Papa nggak gagal apa-apa. Ini… pilihanku juga.”

Hendrawan memejamkan mata sejenak. Ia memeluk Bianca erat pelukan yang lama, berat, penuh rasa bersalah yang tak terucap.

“Kalau dia menyakitimu,” bisiknya di telinga Bianca, “Papa akan datang. Ingat itu.”

Bianca mengangguk di balik bahu ayahnya.

Di sisi lain, Hanum menatap pemandangan itu dengan dada yang berdenyut nyeri. Ia tahu, perpisahan ini tidak seharusnya terjadi dengan cara seperti ini. Ia mendekat, memeluk Bianca setelah Hendrawan melepaskannya.

“Maafkan Mama,” isak Hanum pelan. “Maafkan Mama, Nak…”

Bianca tersenyum sambil mengusap punggung wanita itu. “Mama nggak salah.”

Padahal mereka semua tahu tidak sepenuhnya benar.

Setelah perpisahan yang terasa terlalu berat untuk satu malam, orang tua Bianca akhirnya pergi. Mobil mereka menghilang di tikungan jalan, meninggalkan Bianca berdiri diam di samping Sadewa.

Tidak ada kata di antara mereka.

Mereka melanjutkan perjalanan ke rumah Sadewa ke kamar pengantin yang seharusnya ditempati Sadewa dan Sarah.

Begitu pintu kamar dibuka, aroma bunga langsung menyergap.

Kelopak mawar merah muda berserakan di lantai. Seprai putih bersih dengan taburan bunga, lilin-lilin kecil tersusun rapi, tirai tipis menjuntai lembut. Di meja kecil, dua handuk digulung membentuk angsa simbol cinta yang kini terasa seperti ejekan.

Sadewa membeku di ambang pintu.

Dadanya terasa dihantam keras.

Ini bukan sekadar kamar. Ini adalah rencana. Harapan. Masa depan yang ia bayangkan bersama Sarah yang kini menguap begitu saja.

Rahangnya mengeras. Napasnya memburu.

“Keluar,” katanya tiba-tiba.

Bianca terkejut. “Dewa—”

“Keluar!” bentaknya, suaranya menggema di ruangan.

Sadewa melangkah masuk, lalu menyapu meja kecil itu dengan satu hentakan tangan. Vas bunga jatuh dan pecah. Lilin berguling ke lantai.

Bianca terperanjat. “Dewa, hentikan!”

Sadewa tidak mendengar.

Ia menarik seprai, merobek susunan bunga, menendang kursi. Bantal dilempar ke dinding. Kelopak mawar beterbangan seperti hujan merah muda yang tragis.

“Ini semua omong kosong!” teriaknya. “Semua palsu!”

Bianca berdiri kaku, jantungnya berdegup keras. Ia tidak pernah melihat Sadewa seperti ini. Bukan Sadewa yang ia kenal sejak kecil. Bukan Dewa yang tenang, yang selalu melindunginya.

“Dewa, tolong…” suaranya bergetar. “Ini bukan caranya.”

Sadewa berbalik dengan mata merah, penuh amarah dan luka yang tumpah ruah. Ia mendorong Bianca menjauh.

“Jangan sentuh hidupku!”

Tubuh Bianca terhempas ke belakang. Punggungnya membentur meja dengan keras. Rasa nyeri menjalar seketika, membuat napasnya tercekat.

Namun Bianca tidak menjerit.

Ia menahan sakitnya, menahan air matanya. Dengan langkah tertatih, ia bangkit.

Sadewa berdiri dengan napas terengah, tangannya gemetar, wajahnya hancur. Ia menunduk, bahunya bergetar, seolah seluruh tubuhnya akhirnya menyerah.

Bianca mendekat perlahan.

“Dewa…” panggilnya lirih, suara yang sama seperti ketika mereka kecil, ketika Sadewa menangis karena kehilangan adiknya, dan Bianca memeluknya tanpa banyak kata.

Ia memeluk Sadewa dari belakang.

Pelukan itu tidak kuat. Tidak menekan. Hanya ada di sana hangat, nyata.

Sadewa membeku.

Tubuhnya kaku beberapa detik, lalu bahunya runtuh. Tangisnya pecah, keras, mentah, tanpa sisa. Ia berbalik, mencengkeram bahu Bianca, lalu menjatuhkan wajahnya di bahu wanita itu.

“Aku sakit…” isaknya. “Aku sangat sakit, Bianca…”

Bianca memejamkan mata, menahan air mata yang akhirnya jatuh. Tangannya mengusap punggung Sadewa, pelan, berulang.

“Menangislah,” bisiknya. “Aku di sini.”

Sadewa menangis sejadi-jadinya seperti anak kecil yang kehilangan segalanya. Tangis yang tertahan seharian akhirnya tumpah, mengguncang tubuhnya.

Di kamar pengantin yang hancur, di antara bunga yang berserakan dan cinta yang gagal, dua sahabat lama itu berdiri terikat oleh luka yang sama, oleh pernikahan yang tak pernah mereka inginkan.

Dan untuk pertama kalinya malam itu, Sadewa tidak sendirian.

1
Dewi Susanti
lanjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!