NovelToon NovelToon
Life After Marriage: My Annoying Husband

Life After Marriage: My Annoying Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers / Cintapertama
Popularitas:46
Nilai: 5
Nama Author: Aluina_

Keira Anindya memiliki rencana hidup yang sempurna. Lulus kuliah, kerja, lalu menikah dengan pria dewasa yang matang dan berwibawa. Namun rencana itu hancur lebur saat ayahnya memaksanya menikah dengan anak rekan bisnisnya demi menyelamatkan perusahaan.
Masalahnya calon suaminya adalah Arkan Zayden. Pria seumuran yang kelakuannya minus, tengil, hobi tebar pesona, dan mulutnya setajam silet. Arkan adalah musuh bebuyutan Keira sejak SMA.

"Heh Singa Betina! Jangan geer ya. Gue nikahin lo cuma biar kartu kredit gue gak dibekukan Papa!"

"Siapa juga yang mau nikah sama Buaya Darat kayak lo!"

Pernikahan yang diawali dengan 'perang dunia' dan kontrak konyol. Namun bagaimana jika di balik sikap usil dan tengil Arkan, ternyata pria itu menyimpan rahasia manis? Akankah Keira luluh atau justru darah tingginya makin kumat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aluina_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6

Masa-masa menjadi pengantin baru di hotel mewah sudah berakhir. Hari ini adalah hari kepindahan mereka ke rumah baru. Papa Arkan memberikan hadiah pernikahan berupa satu unit rumah di kawasan elite Pondok Indah. Katanya supaya mereka bisa belajar mandiri dan segera memberikan cucu. Padahal kenyataannya rumah itu akan menjadi arena tawuran jilid dua.

Keira berdiri di depan bagasi mobil SUV Arkan yang terbuka lebar. Dia menatap tumpukan kardus dan koper yang menggunung. Isinya adalah baju, sepatu, tas, dan skincare miliknya.

"Buset. Lo mau pindahan rumah apa mau buka lapak di pasar malem? Banyak banget barangnya," komentar Arkan yang baru keluar dari kursi kemudi. Dia memakai kaos oblong hitam dan celana pendek kargo santai.

Keira mendengus sambil membetulkan letak topinya. Matahari siang ini sangat terik.

"Ini kebutuhan primer wanita Arkan. Lo mana ngerti. Cowok mah modal sabun satu batang buat muka sampe kaki juga cukup," balas Keira sewot.

"Yee enak aja. Sabun gue mahal ya. Impor dari Swiss. Terbuat dari air mata pegunungan Alpen," Arkan menyombongkan diri seperti biasa.

"Buruan angkat. Katanya cowok gym. Masa angkat koper isi baju aja nggak kuat. Otot lo isinya angin doang ya," ledek Keira.

Arkan merasa tertantang. Dia menggulung lengan kaosnya memamerkan bisepnya yang memang terbentuk sempurna. Dengan gaya sok kuat dia mengangkat dua koper besar sekaligus.

"Liat nih. Hercules aja minder liat gue. Minggir lo. Jangan ngalangin jalan," Arkan berjalan gagah menuju pintu depan rumah mewah bergaya minimalis modern itu.

Keira mengikuti di belakang sambil membawa tas tangan kecil dan tanaman kaktus kesayangannya. Dia harus mengakui rumah ini sangat bagus. Catnya didominasi warna putih dan abu-abu. Ada taman kecil di depan yang asri. Garasinya luas cukup untuk menampung koleksi mobil mewah Arkan.

Sampai di depan pintu utama yang besar dan terbuat dari kayu jati kokoh Arkan menurunkan koper-koper itu. Dia menunjuk ke arah gagang pintu yang tidak memiliki lubang kunci melainkan panel angka digital.

"Ini rumah pintar alias smart home Ra. Kuncinya pake password atau sidik jari. Canggih kan. Nggak kayak rumah lo yang kuncinya masih sering nyelip di pot bunga," ejek Arkan.

Keira memutar bola matanya malas. "Iya deh Tuan Canggih. Terus password-nya apa? Cepetan buka. Gue kepanasan nih mau meleleh sunscreen gue."

Arkan menyeringai jahil. Dia menekan tombol-tombol angka itu dengan cepat. Bunyi bip bip bip terdengar.

"Sandi awalnya gue set default dari pabrik. Tapi barusan udah gue ganti biar aman," kata Arkan.

"Apa sandinya? Kasih tau dong. Masa gue mau masuk rumah sendiri harus ngetuk pintu," desak Keira.

"Sandinya gampang kok biar lo gampang inget. Coba lo ketik nol delapan lima tujuh... eh salah. Maksud gue sandinya pake huruf," Arkan minggir sedikit memberi ruang Keira untuk menekan panel.

"Apa hurufnya?" tanya Keira tidak sabar.

"ISTRIKUJELEK," eja Arkan dengan wajah tanpa dosa.

Keira melotot. Tangannya yang sudah siap menekan tombol langsung terkepal meninju lengan Arkan.

"Sialan lo! Ganti nggak! Gue nggak sudi ngetik itu tiap hari! Itu penghinaan terhadap martabat wanita!" amuk Keira.

Arkan tertawa terbahak-bahak sambil mengusap lengannya. "Ya ampun sensitif amat sih Bu. Itu cuma password. Mesin nggak punya perasaan kali."

"Ganti! Atau gue tidur di hotel lagi!" ancam Keira.

"Iya iya. Galak bener. Gue ganti jadi ARKANGANTENG gimana?" tawar Arkan.

"Dih najis. Mending gue tidur di teras," tolak Keira mentah-mentah.

Akhirnya setelah perdebatan panjang selama lima menit di bawah terik matahari mereka sepakat menggunakan tanggal pernikahan mereka sebagai sandi sementara. Pintu terbuka otomatis dengan bunyi klik yang halus.

Mereka masuk ke dalam. Hawa sejuk AC sentral langsung menyapa kulit. Interior rumah itu sangat maskulin namun tetap nyaman. Ada sofa kulit besar di ruang tamu TV layar datar super besar dan dapur bersih dengan kitchen island marmer.

"Kamar kita di atas," kata Arkan sambil menunjuk tangga melayang yang estetik.

"Koreksi. Kamar lo dan kamar gue. Inget perjanjian kita beda kamar," Keira mengingatkan dengan tegas. Dia tidak mau kejadian di hotel terulang lagi. Tidur sambil pelukan itu kesalahan teknis yang tidak boleh jadi kebiasaan.

Arkan mengedikkan bahu. "Serah lo. Kamar utama di sebelah kanan. Itu buat gue karena gue kepala rumah tangga dan butuh space luas buat mikirin masa depan negara. Lo pake kamar tamu di sebelah kiri. Udah gue siapin kasur empuk kok."

Keira tidak protes. Asal pisah kamar dia setuju saja. Dia menyeret kopernya naik ke lantai dua. Dia masuk ke kamar yang ditunjuk Arkan.

Kamar itu cukup luas. Dindingnya dicat warna krem lembut. Ada jendela besar menghadap taman belakang. Kasurnya ukuran queen yang terlihat nyaman. Tapi ada satu hal yang membuat mata Keira sakit.

Di dinding tepat di atas kepala ranjang terpajang sebuah foto poster berukuran besar. Foto Arkan yang sedang berpose candid sok ganteng sambil memegang gelas kopi.

Keira menjerit frustrasi. "ARKAAAN! INI APA MAKSUDNYA FOTO LO GEDE BANGET DI KAMAR GUE!"

Arkan muncul di ambang pintu sambil bersandar santai. Dia tersenyum bangga.

"Itu jimat tolak bala Ra. Biar lo nggak mimpi buruk. Tiap bangun tidur lo bisa langsung liat wajah suami lo yang mempesona ini. Anggap aja penyemangat hidup," jelas Arkan.

"Penyemangat hidup gundulmu! Ini mah pemicu serangan jantung! Turunin nggak! Gue nggak bisa tidur kalau diawasin muka lo segede gaban gitu!" protes Keira. Dia mencoba menjangkau poster itu tapi terlalu tinggi.

"Nggak boleh. Itu dipaku mati. Permanen. Kalau lo cabut nanti temboknya rubuh," bohong Arkan.

Keira mengambil bantal dari kasur dan melemparnya tepat ke wajah Arkan. Arkan menangkapnya dengan sigap.

"Udah ah jangan marah-marah mulu. Cepetan beres-beres. Gue laper. Kulkas masih kosong. Kita harus belanja," kata Arkan mengalihkan pembicaraan.

Sore harinya mereka pergi ke supermarket terdekat. Keira mendorong troli sementara Arkan berjalan di sampingnya dengan tangan di saku celana. Banyak pasang mata wanita yang melirik ke arah Arkan. Keira menyadari itu dan merasa sedikit risih. Bukan cemburu ya. Cuma risih karena Arkan mulai tebar pesona dengan menyugar rambutnya ke belakang.

"Bisa biasa aja nggak jalannya? Nggak usah kayak peragawan di catwalk," tegur Keira sinis.

"Syirik aja lo. Bilang aja lo bangga punya suami yang jadi pusat perhatian," balas Arkan percaya diri.

Mereka sampai di lorong bahan makanan segar. Keira mulai memasukkan sayur-sayuran, buah, ayam, dan telur ke dalam troli.

"Ra. Lo mau buka katering sehat? Kok isinya ijo-ijo semua? Mana cokelatnya? Mana keripiknya? Mana sodanya?" protes Arkan melihat isi troli yang sangat sehat itu.

"Arkan denger ya. Kita harus hidup sehat. Lo liat tuh perut lo nanti buncit kalau makan junk food mulu. Nanti sixpack lo luntur jadi onepack," ceramah Keira.

Arkan memegang perutnya yang rata. "Enak aja. Otot gue abadi."

Tanpa mendengarkan Keira Arkan mengambil lima bungkus keripik kentang ukuran jumbo dua botol soda besar dan sekotak es krim cokelat. Dia memasukkannya paksa ke dalam troli.

"Arkan! Itu banyak banget gulanya!"

"Hidup itu harus manis Ra. Lo aja udah pait sikapnya masa makanan gue juga pait," sahut Arkan tak mau kalah.

Perdebatan mereka berlanjut di lorong perlengkapan rumah tangga. Keira ingin membeli pewangi ruangan aroma lavender. Arkan maunya aroma kopi.

"Aroma kopi itu bikin laper Arkan! Nanti kita bawaannya pengen makan terus!"

"Aroma lavender itu kayak aroma obat nyamuk Ra! Lo mau gue mati keracunan?"

Akhirnya mereka mengambil jalan tengah. Beli aroma jeruk nipis. Baunya seperti sabun cuci piring tapi setidaknya mereka berdua setuju.

Saat di kasir kasir wanita yang melayani mereka senyum-senyum genit ke arah Arkan.

"Totalnya satu juta lima ratus ribu ya Mas Ganteng," ucap kasir itu dengan nada mendayu-dayu.

Arkan memberikan kartu kreditnya. "Silakan Mbak Cantik."

Keira rasanya ingin muntah pelangi. Dia sengaja batuk keras-keras.

"Uhuk! Mas suami bayarnya cepetan dong. Istrinya udah mual nih hamil muda bawaannya pengen nyakar orang," kata Keira berbohong dengan suara lantang.

Wajah Mbak Kasir langsung berubah kaku. Dia buru-buru memproses pembayaran dan mengembalikan kartu Arkan tanpa senyum lagi.

Arkan menahan tawa sampai wajahnya merah saat mereka berjalan keluar supermarket.

"Anjir. Hamil muda? Sejak kapan Ra? Perasaan kita baru nikah tiga hari. Anak siapa tuh? Anak guling?" ledek Arkan habis-habisan di parkiran.

Keira mukanya merah padam karena malu dengan kebohongannya sendiri. "Diem lo! Gue cuma mau nyelametin lo dari godaan kasir genit itu. Harusnya lo makasih sama gue!"

"Cie cemburu ya? Mengaku saja lah Nyonya Zayden. Pesona gue emang meresahkan," Arkan mencolek dagu Keira.

Keira menepis tangan Arkan kasar. "Gue nggak cemburu! Gue cuma jijik liat lo sok kegantengan!"

"Tapi emang ganteng kan?"

"Bodo amat!" Keira masuk ke mobil dan membanting pintu. Arkan tertawa puas. Menggoda Keira adalah hobi barunya yang paling menyenangkan.

Malam harinya di rumah baru. Keira sedang sibuk menata baju-bajunya di lemari. Arkan sedang sibuk mengutak-atik sistem smart home di ruang tengah.

Tiba-tiba lampu di seluruh rumah mati total. Gelap gulita.

"AAAA!" teriak Keira kaget dari kamarnya.

"Arkan! Lampunya mati! Lo apain listriknya!" teriak Keira panik. Dia takut gelap. Sejak kecil dia selalu tidur dengan lampu menyala walau redup.

Terdengar suara langkah kaki terburu-buru menaiki tangga. Pintu kamar Keira terbuka. Cahaya senter dari ponsel menyilaukan mata.

"Tenang Ra. Gue salah pencet. Gue mau aktifin mode bioskop malah kepencet mode pemadaman darurat," suara Arkan terdengar di balik cahaya senter.

"Nyalain buruan! Gelap banget ini! Gue nggak bisa liat apa-apa!" suara Keira bergetar ketakutan.

Arkan menyadari nada suara Keira yang berbeda. Tidak galak seperti biasa tapi terdengar rapuh. Arkan mendekat dan menurunkan cahaya senternya agar tidak menyilaukan.

"Sabar. Sistemnya lagi reboot. Butuh waktu dua menit. Lo takut gelap?" tanya Arkan pelan. Dia duduk di tepi kasur dekat tempat Keira berdiri mematung.

"Sedikit," cicit Keira jujur. Tangannya meremas ujung bajunya.

Arkan menghela napas. Dia meraih tangan Keira dan menggenggamnya. Tangan gadis itu dingin dan berkeringat.

"Nggak usah takut. Ada gue. Gue kan jimat tolak bala lo," kata Arkan mencoba melucu.

Keira tidak menepis tangan Arkan kali ini. Genggaman tangan Arkan yang besar dan hangat membuatnya merasa sedikit lebih aman.

"Jangan pergi dulu ya sampe lampunya nyala," pinta Keira pelan sekali nyaris tak terdengar.

Arkan tersenyum dalam gelap. "Iya. Gue di sini. Nggak ke mana-mana. Lagian kalau gue pergi nanti gue nabrak tembok. Gelap banget emang."

Mereka duduk diam dalam kegelapan selama beberapa saat. Hanya ditemani cahaya senter ponsel yang diarahkan ke langit-langit kamar menciptakan bayangan samar.

"Ra," panggil Arkan.

"Apa?"

"Lo laper nggak? Gue tadi beli mie instan. Kalau lampunya udah nyala kita bikin mie yuk. Pake telor sama cabe rawit. Enak tuh ujan-ujan gini," tawar Arkan. Di luar memang terdengar suara rintik hujan mulai turun.

Perut Keira berbunyi sebagai jawaban.

"Tuh kan cacing perut lo udah demo. Oke fix makan mie."

Tepat saat itu lampu menyala kembali dengan terang benderang. Keira menyipitkan matanya menyesuaikan cahaya. Dia melihat tangan mereka yang masih saling menggenggam erat.

Arkan juga melihat itu. Tapi anehnya dia tidak buru-buru melepaskannya. Dia menatap Keira lekat.

"Udah nyala. Masih takut?" tanya Arkan lembut.

Keira menggeleng kaku. Dia menarik tangannya perlahan. Ada rasa kehilangan saat kehangatan tangan Arkan menjauh.

"Udah nggak. Sana lo bikin mie. Gue mau ganti baju dulu," usir Keira salah tingkah.

Arkan berdiri dan berjalan ke pintu. Sebelum keluar dia menoleh.

"Poster gue jangan diturunin ya Ra. Liat tuh barusan lampunya nyala pas gue ada di sini. Terbukti kan gue bawa keberuntungan," canda Arkan sambil menunjuk posternya yang menyebalkan itu.

Keira melempar bantal lagi tapi Arkan sudah kabur sambil tertawa.

Malam itu mereka makan mie instan berdua di meja dapur. Duduk bersebelahan sambil menyeruput kuah panas. Tidak ada pertengkaran hebat. Hanya obrolan ringan tentang rasa mie yang keasinan dan rencana Arkan membeli robot vacuum cleaner supaya mereka tidak perlu menyapu.

Untuk pertama kalinya rumah baru itu terasa seperti rumah sungguhan. Bukan arena perang. Keira menatap Arkan yang sedang sibuk memisahkan potongan cabai dari mangkoknya. Ternyata suaminya tidak suka pedas.

"Kenapa liatin gue? Terpesona?" tanya Arkan tanpa menoleh.

"Dih geer. Gue cuma liat ada cabe nyelip di gigi lo," bohong Keira.

Arkan langsung panik mencari kaca. Keira tertawa kecil. Mungkin. Hanya mungkin. Menikah dengan Arkan tidak seburuk bayangannya. Setidaknya dia tidak akan mati bosan karena ada badut pribadi di rumah ini.

Tapi Keira lupa. Setiap kisah romantis komedi selalu punya sisi gelap yang mengintai. Ponsel Arkan di meja berkedip lagi. Satu pesan masuk dari nomor tak dikenal.

[Aku tahu alamat rumah baru kalian Arkan.]

Arkan tidak melihatnya karena sedang sibuk berkaca di pantulan kulkas. Tapi layar itu menyala cukup lama sebelum akhirnya mati kembali menyisakan misteri yang belum terungkap.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!