Dua kali gagal menikah, Davira Istari kerapkali digunjing sebagai perawan tua lantaran di usianya yang tak lagi muda, Davira belum kunjung menikah.
Berusaha untuk tidak memedulikannya, Davira tetap fokus pada karirnya sebagai guru dan penulis. Bertemu dengan anak-anak yang lucu nan menggemaskan membuatnya sedikit lupa akan masalah hidup yang menderanya. Sedangkan menulis adalah salah satu caranya mengobati traumanya akan pria dan pernikahan.
Namun, kesehariannya mendadak berubah saat bertemu Zein Al-Malik Danishwara — seorang anak didiknya yang tampan dan lucu. Suatu hari, Zein memintanya jadi Ibu. Dan kehidupannya berubah drastis saat Kavindra Al-Malik Danishwara — Ayah Zein meminangnya.
"Terimalah pinanganku! Kadang jodoh datang beserta anaknya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MIPPP 07 — Perasaan yang Hadir
Suasana mall yang ramai pengunjung membuat Zein meloncat gembira. Akan tetapi, bukan riuhnya keramaian yang Zein hebohkan melainkan kedua orang yang pergi bersamanya yang membuat Zein begitu bahagia.
Dengan menggamit lengan Davira, Zein antusias mengajak gurunya itu untuk bermain wahana di Time Zona. "Miss, main itu, yuk!"
"Oke, tapi pelan-pelan, ya, Zein."
Tak pernah Kavindra melihat Zein sebahagia itu, padahal Zein terhitung anak yang ceria. Ah, tapi entahlah, Kavindra sendiri tak yakin dengan anaknya. Saat kedua orang itu asyik bermain, telepon Kavindra mendadak berdering, tanda panggilan masuk.
Melirik sekilas layar ponselnya, Kavindra langsung menarik naik tombol hijau tersebut. "Halo, Ma. Iya, aku sudah menjemput Zein, kok. Sekarang lagi main di TZ," katanya cepat begitu telepon tersambung.
Sedangkan sang ibu di seberang telepon hanya bisa menatap ponselnya sesaat sambil menggelengkan kepala.
Kavindra kembali memfokuskan matanya ke arah Zein dan Davira yang kini sedang bermain capit-capit boneka. Kavindra dapat melihat dengan jelas Zein tertawa lantang saat capitannya terhadap boneka di dalam kotak kaca besar itu tak berhasil. Davira pun tak kalah manis senyumnya.
Tetiba, dada Kavindra berdesir hangat. Jika saja ibunya Zein tak egois, Zein pasti bisa selalu tersenyum seperti sekarang. Zein, anakku.
"Papa! Ayo sini!" panggilan Zein menyentak lamunannya. "Ayo sini main!" panggil Zein lagi membuat langkah Kavindra mendekati mereka.
Davira menggeser tubuhnya agar bisa memberi ruang bagi Kavindra dan Zein bermain, tapi Zein justru menariknya mendekat, membuat jarak Kavindra dan Davira begitu dekat.
Detak jantung Davira tak bisa berbohong. Berdentum-dentum dengan keras, merasakan perasaan nyaman yang tiba-tiba hadir. Pun dengan Kavindra, pria itu tersenyum kikuk, merasa canggung dengan kedekatan mereka.
Usai Zein puas bermain-main, Kavindra mengajak putranya dan Davira untuk makan di restoran yang cukup terkenal dengan makanannya. Perempuan itu menurut saja, lagipula ia juga senang jika melihat Zein tersenyum bahagia.
Potret yang sangat sempurna saat Davira dengan penuh kasih sayang menyuapi Zein makanan. Anak kecil itu pun tampak menurut saat Davira menyuapinya. Diam-diam, Kavindra mengambil ponselnya dan memotret momen itu untuk ia abadikan.
"Miss suka makanannya tak?" tanya Zein tiba-tiba dengan mulut yang penuh dengan makanan.
"Jangan bicara saat sedang makan, Zein," kata Kavindra mengingatkan sang putra dengan tegas. Zein mengangguk paham sementara Davira tersenyum lembut dan memberi anak kecil itu air minum.
"Miss suka makanannya, kok. Sangat enak, Zein suka juga, kan? Kalau suka ayo dihabiskan," ujar Davira lembut.
Zein mengangguk-angguk, melirik sang ayah selama beberapa saat lalu beralih kembali menatap Davira. "Kalau sama Papa Zein, Miss suka gak?" tanya Zein lagi dengan polosnya.
Pertanyaan itu sontak saja membuat Kavindra tersedak sampai terbatuk-batuk. Davira memberinya air minum sambil menepuk-nepuk punggung Kavindra pelan.
"Zein… " panggil Kavindra kemudian. "Jangan bertanya hal-hal seperti itu, Nak. Papa tidak pernah mengajari Zein tidak sopan." Kavindra menatap putranya dengan tegas.
Anak kecil itu menunduk, "Maaf, Papa."
Davira terlihat canggung namun detik berikutnya, ia mengusap lengan Zein pelan. "Tidak apa-apa, Zein. Ayo makan lagi, ya."
"Anak kecil seringkali berkata jujur dan apa adanya, Pak. Jangan terlalu dipikirkan," ucap Davira lembut dengan kepala tertunduk.
"Lalu, Miss. Apa jawabannya?" tanya Kavindra tanpa sadar. Pertanyaan itu keluar secara spontan dari mulutnya. "M-maaf, silakan dilanjutkan. Saya permisi sebentar."
Kavindra langsung melenggang keluar dari restoran itu sebelum suasana di antara mereka jadi semakin canggung dan tak terkendali. Merutuki sikapnya, Kavindra menepuk dahinya sendiri.
"Apa yang kulakukan, sih? Aku jadi terbawa suasana hanya karena Zein tersenyum bahagia saat bersama Davira. Sadarlah, Kavindra!" makinya pada diri sendiri.
"Miss Davira bisa saja sudah menikah dan memiliki kehidupannya sendiri, dia baik kepada Zein karena itu memang profesinya," gumam Kavindra. Memikirkan bahwa Davira sudah menikah membuat sudut hatinya tersentil.
"Kavindra?"
Pria itu menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya. Membalikkan badan, raut muka Kavindra langsung berubah seketika. Rahangnya tegas dan tatapannya berubah tajam saat menatap sang mantan istri.
"Sedang apa kau di sini?" tanya Lauren dengan senyum terkembang sempurna saat melihat pria yang pernah dicintainya itu.
Kavindra membuang muka, malas sekali menatap Lauren. "Tidak ada urusannya denganmu. Aku bebas untuk berada di manapun yang aku mau," katanya ketus.
Perempuan dengan rambut tergerai sebahu itu tersenyum getir, "Yah, kau benar sekali. Lagipula mall ini milikmu. Kau semakin sukses sekarang, Vin."
Mendekati Kavindra, Lauren berusaha meraih tangan pria itu. Namun, Kavindra langsung menepisnya dengan kasar hingga perempuan itu mundur beberapa langkah.
"Vin, kenapa kau kasar padaku? Aku adalah ibu dari anakmu!" pekik Lauren merasa terluka. "Setidaknya, kau bisa kan menghormatiku?"
"Menghormatimu? Sadarlah, Lauren. Kau bahkan tidak pantas disebut seorang ibu!" sinis Kavindra menatap Lauren dengan tatapan penuh kebencian.
"Dan, ya, jangan pernah ganggu kami lagi. Zein sudah bahagia bersama ibunya!" seru Kavindra lagi dengan penuh ketegasan. Setelahnya, ia langsung berbalik pergi dengan kekesalan yang memuncak.
Sementara itu, di tempatnya berdiri. Lauren tampak tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Apa? Tidak, tidak mungkin! Tidak mungkin Kavindra sudah menikah. Tidak bisa, aku harus mencari tahu hal ini sesegera mungkin!"
Menatap punggung Kavindra yang memasuki sebuah restoran, Lauren jadi tergerak untuk mengikutinya. Ia sungguh penasaran dengan sosok ibu yang Kavindra nyatakan sebagai pengganti dirinya.
"Siapa perempuan itu? Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas!" gerutunya dari luar restoran. Yang dilakukan Lauren sekarang persis seperti seorang penguntit.
Zein dan Kavindra tampak tersenyum bahagia bersama dengan Davira. Melihat itu, Lauren jadi tak terima, tangannya mengepal kuat. "Aku tahu bahwa aku sudah mengkhianatimu, tapi apakah pantas kau memberi putraku seorang ibu pengganti sementara aku masih ada?"
Menatap sosok perempuan berhijab yang duduk berdampingan bersama Zein dengan penuh kebencian, Lauren bertekad untuk merebut kembali apa yang menjadi hak dirinya. "Tidak bisa dibiarkan! Aku harus segera mengatur rencana untuk memisahkan mereka!"
wah wahhh/Facepalm/
kemaren queen terinspirasi dri nama Selina dipelesetin jdi Selena, skrg Selina lgi di sni, ada magnet juga nn ni weh/Proud//Proud/
ANAKKU, SAINGANKU
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/