NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tak Terduga By Leo Nuna

Cinta Yang Tak Terduga By Leo Nuna

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Romansa Fantasi / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Leo.Nuna_

Neo terbiasa hidup dalam kekacauan.
Berantem, balapan liar, tawuran semuanya seperti rutinitas yang sulit ia hentikan. Bukan karena dia menikmatinya, tapi karena itu satu-satunya cara untuk melampiaskan amarah yang selalu membara di dalam dirinya. Dia tahu dirinya hancur, dan yang lebih parahnya lagi, dia tidak peduli.

Setidaknya, itulah yang dia pikirkan sebelum seorang gadis bernama Sienna Ivy masuk ke hidupnya.

Bagi Neo, Sienna adalah kekacauan yang berbeda. Sebuah kekacauan yang membuatnya ingin berubah.
Dan kini, dia harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya akan dikirim ke Swiss jauh dari Sienna, jauh dari satu-satunya alasan yang masih membuatnya merasa hidup.

Sienna tidak terima. "Biar aku yang atur strateginya. Kamu nggak boleh pergi, Neo!"

Neo hanya bisa tersenyum kecil melihat gadis itu begitu gigih memperjuangkannya.

Tapi, bisakah mereka benar-benar melawan takdir?
Yuk, kawal Neo-Siennaꉂ(ˊᗜˋ*)♡
Update tiap jam 14.59 WIB

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leo.Nuna_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CYTT(Part 26) Langkah Menuju Langit Baru

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇

Beberapa hari berlalu. Di Swiss, musim mulai berubah. Salju tipis mulai turun, menyelimuti atap rumah dan pohon-pohon yang daunnya menguning. Langit tampak kelabu, dan udara terasa semakin dingin dari hari ke hari.

Neo duduk sendirian di bangku taman sekolah, tak jauh dari lapangan yang kini mulai sepi. Matanya menatap kosong ke arah danau kecil di ujung taman, yang permukaannya perlahan membeku. Angin dingin berembus pelan, namun yang lebih menusuk adalah perasaan rindu yang tak kunjung reda.

Sudah beberapa hari sejak ia mengirim pesan terakhir kepada Sienna. Tak ada balasan. Dan meski ia mencoba tetap tenang, berpura-pura sibuk dengan jadwal pelajaran dan tugas sekolah, setiap notifikasi di ponselnya tetap membuat jantungnya berdebar—hanya untuk kembali mereda dalam kecewa.

Sienna masih diam. Dan dalam diam itu, Neo belajar bersabar—meski tidak mudah.

Di tengah hari-hari yang membeku, Luna tetap hadir. Sebagai teman, tak lebih. Mereka sesekali bertemu di kantin, bertukar sapa di lorong sekolah, atau duduk semeja saat istirahat bila tak ada tempat lain yang kosong. Semuanya terasa wajar. Ringan.

Neo bersyukur, Luna tidak pernah memaksakan sesuatu. Ia datang dengan kehangatan yang tenang, tanpa menuntut apa pun. Dan dalam situasi yang rumit seperti sekarang, kehadirannya menjadi sesuatu yang bisa ditoleransi—tanpa tekanan, tanpa drama.

Namun Neo tak tahu—di belahan dunia yang lain, Sienna sedang mempersiapkan sesuatu yang akan mengubah segalanya.

Sebuah keputusan besar. Sebuah langkah yang tak hanya akan membawanya lebih dekat pada Neo, tapi juga pada dirinya sendiri.

Langit Swiss mungkin sedang muram. Tapi jauh di sana, ada seseorang yang sedang menuju ke arahnya—membawa keberanian, harapan, dan cinta yang tak pernah pudar.

Tiga minggu setelah percakapan mereka kemarin, pagi ini Bandara Soekarno-Hatta terasa berbeda bagi Sienna. Udara dingin dari pendingin ruangan tak mampu menenangkan kegugupan yang menyelimuti dirinya. Di tangan, tiket pesawat menuju Zurich tergenggam erat—tanda bahwa keputusannya bukan lagi sekadar kata-kata.

Papa Satya berdiri dengan jas hitam rapi. Wajahnya tetap tenang, meski sorot matanya menyimpan begitu banyak hal yang tak terucap. Di sisi lain, Mama Sonia tampak jauh lebih emosional. Ia terus merapikan syal Sienna yang sebenarnya sudah rapi sejak tadi.

“Jangan lupa jaga kesehatan, ya. Di sana sedang musim dingin,” ucap Mama, suaranya sedikit bergetar.

Sienna mengangguk pelan. “Iya, Ma.”

“Mama titip kamu sama Neo...” lanjutnya, menatap dalam. “Tapi lebih dari itu, Mama titip kamu sama dirimu sendiri. Jangan sampai kehilangan siapa kamu di sana, Sienna.”

Dan untuk pertama kalinya, Sienna melihat air mata jatuh dari mata ibunya.

Sementara itu, Papa Satya masih belum banyak bicara. Sejak mereka turun dari mobil, tak satu pun kalimat yang keluar darinya selain instruksi singkat. Namun saat panggilan boarding diumumkan, ia melangkah maju dan menyerahkan sebuah map hitam ke tangan Sienna.

"Ini semua surat yang kamu perlukan selama di Swiss. Jika sewaktu-waktu kamu butuh bantuan, kamu bisa menghubungi salah satu rekan Papa di sana," ucapnya dengan nada tenang namun tegas.

Sienna menatap map itu sejenak. “Pa…”

“Tapi ingat,” ucap Papa, nadanya lebih berat. “Begitu kamu naik ke pesawat itu, kamu sudah memilih jalanmu sendiri. Papa nggak akan menahanmu. Tapi kamu harus cukup kuat untuk bertahan.”

Sienna menatap ayahnya, lalu mengangguk dengan mantap. “Aku tahu. Dan aku akan bertahan, Pa.”

Untuk sesaat, Papa Satya menatap putrinya lebih lama. Wajah yang selama ini tegas dan penuh tuntutan hari itu tampak berbeda—seperti ada pengakuan diam-diam bahwa putri kecilnya… sudah benar-benar tumbuh.

“Berangkatlah,” katanya akhirnya, suara dalam yang tak lagi terdengar seperti perintah, tapi lebih seperti restu yang sulit dilafalkan.

Sienna lalu berbalik memeluk Mamanya erat. Isak tertahan, pelukan hangat, dan perpisahan yang tak butuh banyak kata. Semuanya terasa cukup.

Ia menatap Papanya sekali lagi. Meski tak ada pelukan di antara mereka, pandangan mereka saling terhubung—dan di sana, terselip rindu, pengakuan, dan cinta yang tak perlu dijelaskan.

Dengan koper di tangan dan paspor dalam genggaman, Sienna melangkah menuju boarding gate. Setiap langkahnya berat, tapi penuh keyakinan. Sebelum masuk ke ruang tunggu, ia menoleh ke belakang dan mendapati kedua orang tuanya masih berdiri di tempat, mengawasinya pergi.

Langit Jakarta pagi itu cerah. Tapi di dalam dirinya, badai yang selama ini bergemuruh perlahan mulai reda. Dan untuk pertama kalinya, Sienna merasa benar-benar siap menyambut langit baru di negeri jauh—tempat di mana masa depan menantinya dengan segala ketidakpastian yang justru membuatnya berani.

Karena perjalanan ini bukan semata demi cinta.

Ini adalah langkah untuk menemukan rumah… dalam dirinya sendiri.

Pesawat mendarat mulus di Bandara Zurich, disambut udara dingin yang langsung menusuk hingga ke tulang. Dari balik jendela kabin, Sienna menatap hamparan salju yang menyelimuti daratan asing itu—semuanya tampak putih, sunyi, dan asing. Namun, entah mengapa, ketenangan justru menyusup perlahan ke dalam dirinya.

Langkah-langkahnya menyusuri lorong bandara terasa gugup, tapi mantap. Sesekali ia menoleh ke sekitar, mencoba menyesuaikan diri dengan ritme dan bahasa yang belum sepenuhnya ia kenal. Tapi di tengah segala ketidakpastian itu, ada satu hal yang pasti: ia datang bukan untuk mundur.

Sienna tahu, Papa Satya telah menyiapkan seorang sopir pribadi yang akan menjemput dan mengantarnya ke tempat tinggal selama di Swiss. Tapi dua hari sebelum keberangkatannya, ia mengambil keputusan berbeda. Diam-diam, ia menghubungi seseorang—Noah, asisten pribadi Neo.

Seseorang yang selama ini hanya ia kenal lewat percakapan singkat dan informasi sepihak, kini menjadi sosok pertama yang menyambutnya di negeri baru ini.

“Noah?” tanya Sienna ragu saat melihat seorang pria muda bersweater abu-abu berdiri di pintu kedatangan sambil membawa papan kecil bertuliskan namanya.

Noah mengangguk cepat dan tersenyum sopan. “Selamat datang di Zurich, Nona Sienna.”

Nada bicaranya formal, tapi sorot matanya hangat. Sienna membalas senyum kecil itu.

Sienna menarik napas panjang saat koper-kopernya dimuat ke bagasi mobil. Udara dingin makin menusuk, tapi pikirannya jauh lebih sibuk daripada suhu yang menggigit kulit. Begitu pintu mobil tertutup dan keheningan memenuhi kabin, ia pun membuka suara.

“Noah,” panggilnya pelan, menoleh ke arah kursi pengemudi. “Neo… tahu kamu yang menjemputku?”

Noah menoleh sebentar, lalu kembali menatap jalan. Ekspresinya tetap tenang. “Tidak, Nona. Saya mengikuti permintaan Anda untuk merahasiakannya.”

Sienna mengangguk pelan. Entah mengapa, ada rasa bersalah yang menelusup—tapi juga kelegaan. Ia butuh waktu. Butuh jeda sejenak sebelum berhadapan langsung dengan perasaan yang selama ini terus ia bawa dalam diam.

“Lalu… dia di mana sekarang?” tanyanya lagi, kali ini nadanya lebih hati-hati.

Noah sempat terdiam sebelum menjawab, “Tuan Neo masih berada di sekolah. Hari ini jadwalnya cukup padat. Tapi… saya yakin dia tidak menyangka Anda akan tiba hari ini.”

Sienna memalingkan pandangan ke luar jendela. Pepohonan berselimut salju dan langit kelabu tampak bergerak pelan mengikuti laju mobil. Jantungnya berdetak lebih cepat—antara cemas, rindu, dan harapan yang tak bisa ia kendalikan sepenuhnya.

“Jangan beri tahu dia dulu,” katanya akhirnya. “Aku ingin melihatnya… tanpa ia sempat menyiapkan apa-apa.”

Noah melirik melalui kaca spion dan mengangguk kecil. “Baik, Nona.”

Mobil terus melaju melewati jalan-jalan Zurich yang tenang, menuju awal dari sesuatu yang baru—yang mungkin tidak mudah, tapi sepenuh hati ingin ia perjuangkan.

»»——⍟——««

Hallo semua✨

Sebelum makasih udh mampir🐾

Buat yg suka cerita aku mohon dukungannya ya, biar aku semangat updatenya💐

Dan jangan lupa follow akun ig aku @nuna.leo_ atau akun tiktok aku @im.bambigirls. Karena disana aku bakal post visual dan beberapa cuplikan.

Oke see you semua!(⁠◠⁠‿⁠◕⁠)

1
Saryanti Yahya
karya yg cukup bagus, lanjut thor, semangat
Leo Nuna: Makasih Kak😻
total 1 replies
Suluk Pudin99
Semoga sya jga sperti cinta mereka ,tak terduga.Sampai ke pelaminan,Amin Allahumma istajib dua,na ya Robb🤲🏻🤲🏻
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!