Rahim Lima Miliar

Karena yang ia tahu bibi Lauren hanya ingin Byakta punya keturunan dan pewaris untuknya, padahal ada misi lain yang sengaja bibi Lauren sembunyikan, ia berharap dapat menyembuhkan keponakannya jika ia mendapatkan gadis yang tepat.

Ketika masih asyik dengan lamunannya, ponselnya berbunyi menandakan ada pesan yang masuk ke ponselnya.

Tanpa menunggu lagi, ia langsung menyambar ponselnya, terlihat satu pesan yang dikirim oleh asistenya, Bastian.

📲 *Tuan, besok aku akan membawa calon istri untuk anda, ia akan datang ke kantor sekitar jam sembilan pagi*

Byakta hanya membaca pesan tersebut dan tidak berinisiatif untuk membalasnya, ia juga sudah biasa seperti ini, tidak perlu repot mencari, karena ada asisten yang bisa diandalkan untuk hal apapun.

Namun ada yang berbeda untuk kali ini, setelah membaca pesan dari Bastian mendadak ia merasa gelisah.

Ia berpikir mungkin ini adalah efek dari pembicaraannya dengan bibi Lauren tadi, ia ingat sudah mengatakan kalau ia yang akan membawa sendiri calon istrinya, tanpa melibatkan bibi Lauren.

Byakta menghembuskan napas yang terdengar lelah. Ya, dia lelah dengan hidupnya yang tak berwarna ini, mungkin bibi Lauren ada benarnya, jika ia memiliki seorang anak, semua akan berubah menjadi indah.

Tidak hanya seorang anak, tapi juga istri. Byakta menggelengkan kepalanya saat menyebut kata istri di dalam hatinya.

Tidak, ia tidak akan melakukan itu. Ketakutannya akan siksaan yang akan menimpa anaknya nanti, membuatnya enggan untuk menjadikan wanita mana pun sebagai istrinya, kecuali istri siri yang akan ia ceraikan.

🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀

Hari ini datang juga, seperti biasa bertemakan mentari dan lika-liku perjalanan hidup yang tidak memiliki kepastian.

Dengan pakaian sederhana hari ini Audrey akan menemui seseorang yang konon akan menikahinya. Ada rasa sedih di dalam hatinya, hidupnya tidak seperti orang lainnya, di usianya yang masih terbilang muda, ia harus berjuang sendirian untuk memastikan adiknya sembuh dan hidup dengan layak.

Apa pun akan ia lakukan sekalipun harus menyerahkan nyawanya sendiri, biarkan ia tak mendapat kasih sayang penuh dari orang tua yang sudah pergi selamanya.

Tapi jangan untuk adiknya, ia masih terlalu kecil untuk berhenti di sayangi, penyakit dan keberadaan ibu tirinya seperti dua hal yang sama menyakitkan bagi mereka.

Oleh sebab itu Audrey selalu berusaha menjadi kakak yang sempurna untuk adiknya, menjadi kakak yang merangkap menjadi ayah dan ibu dengan segala kekurangannya.

Dengan menggunakan taksi Audrey pergi menuju alamat perusahaan yang di berikan Bastian kemarin.

Ia tidak tahu keputusannya benar atau salah, yang terpenting operasinya berjalan dengan lancar dan adiknya selamat.

Keduanya sama-sama berjuang, Rayyan berjuang menyambung hidupnya kembali di dalam ruang operasi, sedangkan Audrey berjuang untuk mendapatkan biaya operasi sang adik.

Meski sedih karena tidak dapat menunggu adiknya di operasi, Audrey selalu berdo'a dengan yakin kalau semuanya akan baik-baik saja.

Begitulah selama ini ia menjalani hidup sejak tiga tahun yang lalu, setelah penopang hidup yang di sebut ayah pergi untuk selamanya.

Rasa lelah itu bahkan sudah menjadi hal biasa untuknya, di sela ia merawat adiknya, di situ juga ia harus bekerja mencari uang untuk bertahan hidup dan biaya berobat adiknya.

Audrey sudah sampai di depan gedung yang menjulang tinggi ke langit, ia pun turun dari taksi setelah membayar ongkosnya.

Gadis itu menatap gedung itu, ada rasa resah didalam hati, kehidupan seperti apa jika ia benar-benar menikah dengan pemilik gedung pencakar langit ini.

Namun, ia tak dapat lagi mundur walau hanya selangkah, sebab uang yang dia dapat untuk membayar operasi adiknya tidaklah sedikit, oleh sebab itu ia meyakinkan langkahnya bahwa ini adalah yang terbaik terlepas apapun yang akan terjadi kedepannya nanti.

Tidak ada yang ia pikirkan selain kesembuhan adiknya, itu adalah prioritasnya selama ini.