Aruna hanya memanfaatkan Arjuna Dewangga. Lelaki yang belum pernah menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Lelaki yang terkenal baik di sekolahnya dan menjadi kesayangan guru karena prestasinya.  Sementara Arjuna, lelaki yang anti-pacaran memutuskan menerima Aruna karena jantungnya yang meningkat lebih cepat dari biasanya setiap berdekatan dengan gadis tersebut.  ***  "Mau minta sesuatu boleh?" Lelaki itu kembali menyuapi dan mengangguk singkat.  "Mau apa emangnya?" Tatapan mata Arjuna begitu lekat menatap Aruna.  Aruna berdehem dan minum sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Arjuna. "Mau ciuman, ayo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 05
"Keluarkan baju kamu, Aruna. Jangan dimasukkan dalam celana!"
Pagi ini Arjuna menjemput Aruna di apartemen gadis tersebut. Merasa terlalu pagi, Arjuna naik ke apartemen sang kekasih. Sampai disana, dia menatap Aruna yang baru saja selesai bersiap menggunakan seragam olahraga sekolah. Lelaki itu menatap datar penampilan sang kekasih.
Arjuna seratus persen yakin, akan banyak lelaki yang menatap Aruna dengan pandangan liar. Bongkahan pantatnya terlihat sekal ketika berjalan, apalagi dada gadis itu jadi terlihat semakin menonjol. Lelaki itu baru sadar, bahwa kekasihnya memang begitu cantik dan sexy.
"Wah-wah-wah, ada yang mulai posesif nih!" Takjub Aruna dengan ceria, gadis itu mendekat dan memeluk pinggang Arjuna dengan manja. Mencium aroma wangi dari tubuh sang kekasih, wangi tubuh Arjuna itu lelaki sekali dan Aruna suka.
Lelaki itu menatapnya datar, terlihat tidak suka dengan ucapan Aruna yang justru meledeknya.
"Aruna!" Tegasnya, tidak mau dibantah sama sekali oleh gadis di depannya. Meski marah, Arjuna tidak menolak sentuhan Aruna di tubuhnya.
"Ya udah, sini keluarin baju aku sendiri." Pintanya menantang sang kekasih. Dengan segera Arjuna menarik baju Aruna keluar. Merapikan baju yang bawahnya sedikit kusut.
Aruna mematung menerima perlakuan Arjuna.
"Ambil jaket!" Titah lelaki itu terlihat dominan. Aruna sampai dibuat heran menatap Arjuna. Tidak seperti biasanya yang tenang. Kali ini, lelaki itu seperti di selimuti rasa kesal.
Merasa tidak mau membawa masalah dan keributan, Arun bergegas mengambil jaket di kamarnya dan langsung dipakai. Keduanya berjalan bersisian menuju parkiran apartemen. Sepanjang jalan, lelaki itu diam membisu. Jemarinya pun kali ini kosong, karena tidak digandeng.
"Juna, lo marah sama gue?" Arjuna menggeleng singkat. Lelaki itu memakaikan helm di kepala Aruna.
Gadis itu duduk dan memeluk tubuh Arjuna dengan erat. Kepalanya menyandar pada punggung kokoh milik Arjuna. Definisi big boy yang Aruna suka.
Aruna rasa, Arjuna itu type idealnya sekali. Sampainya di sekolah, lelaki itu bahkan membantu melepas helm yang dirinya pakai. Perlakuan sederhana, namun manis dan romantis.
"Juna, mau kemana?"
Lagi-lagi lelaki itu tidak menjawab. Hanya menggenggam jemarinya memasuki lorong kelas melewati lapangan. Gadis itu mendongak, menyadari Arjuna yang melunak. Keduanya tiba di depan koperasi sekolah. Aruna menunggu Arjuna yang sedang membeli sesuatu.
"Ganti baju kamu, aku tunggu disini ya?"
Pintanya dengan lembut mengusap-usap surai halus Aruna. Gadis itu mematung, si keras kepala akhirnya luluh dan menurut.
Beberapa menit berlalu, Aruna menatap baju olahraganya yang tampak kebesaran. Tapi, ya sudahlah menurut saja pada Arjuna daripada lelaki itu mendiamkannya. Tidak enak juga di diamkan oleh Arjuna.
"Terus ini bajunya yang tadi?" Arjuna mengambil dan membuangnya ke tong sampah.
"Jangan di pakai lagi, jelek!" Aruna menahan senyumnya.
"Oh iya? Jelek atau terlalu sexy kalau aku yang pakai?" Gadis itu mengedipkan sebelah matanya. "Eh, ini berapa Jun? Nanti gue ganti ya uangnya?"
"Boleh, gantinya pakai ciuman!" Balas Arjuna dengan datar.
Lelaki itu tidak mengucapkan dengan serius. Namun, Aruna justru tertawa mendengarnya. Virusnya sudah menular pada Arjuna ternyata. Padahal, lelaki itu biasanya akan menasehati agar berkata sopan.
"Arjuna, nggak sopan bicara kaya gitu. Gimana nanti kalau ada yang dengar?" Gadis itu bahkan memperagakan gaya Arjuna yang menutup mulutnya.
"Aku nggak suka, kalau kamu selalu mau ganti apapun yang aku beli buat kamu." Katanya dengan tegas.
Gentle man.
"Wah, calon suami potensial dan idaman banget. Kemana aja ya selama ini, kenapa nggak dari dulu kita ketemu?"
Arjuna tidak menjawab pertanyaan Aruna. Keduanya kembali berjalan bersisian dengan Arjuna yang mengantarkan Aruna sampai kelas. Tanpa Aruna minta, kali ini sikap lelaki itu terlihat peka.
Lelaki itu meninggalkan Aruna yang terdiam menatap punggung lebar Arjuna.
"Selalu aku lihat belakang punggungmu disaat kau lihat punggung wanita lain," Suara merdu Ethan menyadarkan lamunan Aruna. Lelaki itu merangkulnya yang langsung gadis itu tepis dengan kesal.
Mana mungkin Arjuna lirik cewek lain, gue aja secantik dan se-seksi ini dia anggurin.... Batin Aruna menatap punggung kekasihnya yang perlahan tidak lagi terlihat.
"Heh Ethan! Berani-beraninya lo rangkul Aruna!" Misel menatapnya tajam dan menantang. Ethan tertawa senang mendengar gadis itu marah.
"Siapa lo? Cemburu gitu?" Kening Misel mengkerut heran.
"Ngapain gue cemburu sama lo? Emang lo pikir gue suka sama Aruna? Nggak mungkin lah gue suka sama cewek."
Ethan melirik Aruna dengan wajah lelahnya. Gadis itu justru tersenyum, menyadari Misel yang tidak peka sama sekali. Begitu saja harus Aruna jelaskan? Oh, tentu tidak mau repot dirinya. Biar urusan itu Ethan yang melakukan.
"Nggak gitu juga, Sel. Udahlah gue capek pagi-pagi suruh kasih penjelasan," Alis Misel naik sebelah. Dirinya tidak meminta penjelasan pada Ethan, sama sekali tidak. Lagian, meminta penjelasan Ethan akan semakin membuat kepalanya pusing.
"Karin mana?" Aruna menatap Misel, tumben sekali sendirian. Biasanya gadis itu berangkat bersama karena tetangga dekat.
"Sakit dia, nanti pulang sekolah jenguk yuk?" Aruna mengangguk setuju dengan ucapan Misel.
Ethan menatap keduanya. "Kalau gitu, gue ikut dong!" Mata Misel memicing penuh selidik.
"Ngapain lo mau ikut? Mau tebar pesona sama Karin? Dia masih sakit, pesona lo nggak bakal mempan!" Aruna menahan tawanya mendengar penuturan Misel.
"Jadi, menurut lo gue mempesona dong ya?" Ethan mencolek dagu Misel dan berlari cepat memasuki kelas ketika mendengar teriakan gadis tersebut.
"ETHAN! AWAS LO!" Aruna menutup mulut dan berjalan memasuki kelas. Menaruh tas di samping milik Misel. Membuang tas Ethan yang biasanya duduk dengan gadis tersebut.
Ketika bel masuk berbunyi, semua siswa di kelasnya duduk dengan rapi. Tak lama guru masuk dan meminta siswa berkumpul langsung di lapangan dan meminta perwakilan untuk mengambil bola voli.
Misel berjalan beriringan dengan Aruna, diikuti oleh Ethan yang berdiri di belakang keduanya. Kadang, lelaki itu akan mengusili Aruna agar dimarahi oleh Misel. Mungkin, beberapa orang akan menganggap dirinya menyukai Aruna--- padahal yang sebenarnya, lelaki itu menganggap gadis kecil itu seperti anaknya dan Misel. Mungkin, jika Misel tahu akan marah.
Aruna sendiri tertawa ketika Ethan mengatakan hal tersebut. Menganggap bahwa lelaki itu kelewat konyol dan bucin pada Misel. Kadang-kadang, Misel memang bertingkah sok dewasa layaknya ibu bagi Aruna, makanya Ethan mengatakan mau berperan menjadi seorang ayah. Semua, Ethan lakukan demi Misel. Si gadis kelewat tidak peka dan gengsi.
"Cie, baju baru ya, Run!" Ethan meledek dan menarik-narik ujung baju Aruna. Ledekan khas anak kecil yang membuat Aruna tertawa bukan kesal. Toh baju itu pemberian Arjuna, dia jadi ingin pamer pada keduanya.
"Aruna udah punya pacar! Jangan ganggu-ganggu, lo mau jadi orang ketiga?!" Misel berteriak kesal, mengundang perhatian beberapa orang yang lewat.
"Kalau iya, kenapa? Lo nggak terima? Cemburu?" Ethan mendekat pada Misel yang wajahnya kesal.
Di sisi lain, ketiga orang yang mendengarnya menghentikan langkah. Menatap dalam diam tanpa berniat mendekat. Arjuna tidak tahu, tapi dadanya membuncah kesal. Tangannya mengepal di samping tubuh. Ternyata, Aruna tidak hanya menarik bagi dirinya saja. Namun, di mata laki-laki lain juga.
"Ayo, udah jangan berantem terus!" Aruna menyela dan menarik tangan keduanya.
Arjuna melihat itu semua, rahangnya mengeras. Bagaimana jemari yang tadi pagi dirinya genggam, kini justru menggenggam lelaki lain. Apa sebenarnya yang gadis itu rencanakan? Rasanya Arjuna sudah berusaha menjadi yang gadis itu mau.
"Gue bilang juga apa, Jun! Putusin aja cewek kaya gitu. Dia cuma mau manfaatin lo doang!" Arjuna melirik sinis dan tidak suka.
Tidak ada yang berhak mengatur hidupnya, siapapun itu. Lelaki itu berjalan lebih dulu, meninggalkan Raka bersama Sisil. Lihat, gadis itu terlihat senang. Seolah, sebentar lagi Arjuna akan menjadi miliknya.
Arjuna suka di manfaatkan, di ganggu, di mintai tolong asalkan oleh Aruna. Hanya Aruna yang mau membuatnya repot. Selain Aruna, jelas keluarganya yang bisa membuatnya kerepotan. Lelaki itu tidak peduli dengan yang lain.