Berkisah tentang seorang wanita yang terbangun sebagai karakter game yang pernah ia mainkan, Putri Verxina. Seorang putri Kerajaan yang terpaksa menjadi pemimpin pasukan yang memerangi Raja Iblis dan pasukannya. Verxina memiliki dua rekan yang bersamanya sejak dia masih kecil, yaitu Lukasz dan Maria. 
Verxina sering dijuluki sebagai Putri Gila karena berbeda dengan para bangsawan gadis seusianya, ia memilih jalan hidupnya sebagai seorang pejuang. Bahkan tanpa penyelidikan yang mendalam, ia menyanggupi menjadi pemimpin pasukan pertahanan dari Monster dan Iblis yang nantinya akan menjadi jalan hidupnya.
Setelah menyelesaikan pertempuran pertamanya yang membuat korban jiwa dalam jumlah besar, dia bertemu dengan Ivory yang menyatakan sebagai dewa dari dunia ini dan meminta untuk Verxina dapat mencapai babak akhir tersembunyi dari dunia ini tentunya dengan sebuah imbalan. Verxina menyanggupinya dan meneruskan perjuangannya dalam mempertahankan dunia ini dari serangan pasukan Raja Iblis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azurius07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Situasi Yang Tidak Terduga
Pemakaman dilakukan untuk seluruh korban dari pertempuran terakhir kami dengan pasukan Orc. Pemakaman dilakukan seperti biasanya dengan upacara dan pidato dariku sendiri. Walaupun korban lebih sedikit dari sebelumnya, aku masih tidak akan bisa terbiasa dengan situasi seperti ini.
“Terima kasih Yang Mulia,” ucap Adeela yang sekarang duduk bersebelahan denganku.
“Ada apa Adeela?” tanyaku padanya.
“Beberapa hari ini aku telah berpikir tentang apa yang anda katakan padaku tempo hari tentang wasiat ayah saya Yang Mulia.”
“Ayah tidak ingin saya melanjutkan yang ayah dan kakek lakukan sebagai penguasa Kota Northridge. Menjadi penguasa dan menjadi pemimpin di kota ini untuk melindungi para penghuninya.”
“Ayah menegaskan hal tersebut di surat tersebut, dan juga itu dari ibuku dulu Yang Mulia,” ucapnya padaku.
“Seluruh orang tua pastinya menginginkan yang terbaik pada setiap anaknya adikku, aku sebagai pemimpin kota yang baru akan selalu mendukung seluruh keputusanmu, baik itu mungkin akan berakhir buruk atau mungkin akan berakhir dengan baik,” ucapku dengan senyuman sembari membelai rambut hitamnya.
“Tapi Yang Mulia, apakah aku boleh memutuskannya setelah pertempuran anda selanjutnya?” tanyanya padaku, aku berhenti membelai rambutnya dan menatapnya cukup lama.
“Apa maksudmu?” tanyaku padanya, merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
“Biarkan aku bergabung di pertempuran selanjutnya!” ucapnya mengagetkanku, ini benar-benar buruk, terutama bagaimana berbahayanya pertempuran yang akan terjadi melawan para Damned dan sesuatu yang baru.
“Apa yang kau katakan?” tanyaku padanya.
“Kau tahu kan musuh kita selanjutnya adalah para Damned?” tanyaku padanya kembali.
“Aku tahu itu! Dan musuh-musuh yang ada lebih kuat daripada yang sebelumnya kan Yang Mulia! Oleh karena itu saya ingin bertempur bersama anda dan seluruh pasukan anda!” ucapnya padaku dengan mata yang berkobar dengan semangat.
“Saya tahu saya hanya seorang pemula di pertempuran di Dungeon tersebut, namun saya memiliki kemampuan yang tentunya akan berguna untuk pertempuran anda,” aku mengerti jika kau memiliki kemampuan yang bagus, apalagi saat kau telah menguasai kekuatan ultimate milikmu yang menjadi salah satu yang terkuat untuk musuh baik kelompok maupun individu, namun...
“Aku menolaknya,” ucapku membuatnya tersenyum sementara.
“aku tahu anda akan setuju...eh tunggu, anda menolaknya?” tanyanya padaku, senyumannya berubah menjadi wajah yang dipenuhi teka-teki.
“Iya, apa perkataanku tidak dapat kau mengerti adikku?” tanyaku balik padanya, wajahnya masih tidak terima dengan perkataanku.
“kata anda, anda akan mendukung keputusanku?” tanyanya balik padaku.
“Aku akan mendukung keputusanmu, hanya saja tidak untuk bertempur di pertempuran depan. Apa yang akan terjadi jika seandainya kau terluka parah, atau yang terburuk kau meninggal di medan tempur ini? Kau tahu aku ini bukanlah Tuhan yang dapat melindungimu jika ada sesuatu kan?!” jawabku, dengan nada yang serius padanya.
“Jika aku terluka atau meninggal itu mungkin adalah takdir dari Tuhan Yang Mulia, saya siap dengan segala konsekuensinya!” plak, sebuah tamparan terdengar, tanganku menamparnya cukup keras, namun tidak menimbulkan sebuah bekas di pipi kirinya, tapi tentunya itu berhasil membuatnya terkejut dengan tindakanku.
“Ke-kanapa Yang Mulia?” dia berhenti dan menatapku, air matanya seperti akan turun dari kedua matanya, tapi saat dia melihatku, dia makin terdiam.
“Jangan kau hargai nyawamu itu dengan murah Nona Adeela Braveheart,” ucapanku membuatnya makin terdiam, bahkan orang-orang di dekat kami juga sepertinya merasakannya.
“Apa kau sudah bodoh?! Kenapa kau mengatakan hal itu semudah itu?!”
“Kau tidak tahu betapa berharganya sebuah nyawa manusia?!”
“Atau kau itu terlalu bodoh untuk mengerti bagaimana aku mencoba mempertahankan bahkan satu nyawa untuk tidak diambil oleh Yang Kuasa?!”
“Jika aku bisa menukar seluruh uang yang kupunya untuk satu nyawa tentara yang gugur di pertempuran itu aku pasti akan menukarnya tanpa peduli aku harus berhutang seumur hidupku!”
Aku berhenti, nafasku panjang dan terengah-engah, seluruh wajahku dipenuhi keringa dingin, bahkan aku dapat merasakan rambutku sebasah saat aku baru selesai mandi. Aku masih dapat melihat kedua tanganku berada di kerah pakaian Adeela.
“Apa kau paham mimpi buruk yang kudapatkan setiap malam? Apa kau tidak memahaminya? Betapa berharganya nyawa seorang manusia?!” Aku merasa seseorang memegangi pundakku dan mencoba melepaskan pegangaku ke kerah Adeela yang terdiam dari tadi.
“Yang Mulia, tenangkan diri anda,” ucap Maria dan Lukasz. Aku melepaskan peganganku dan melepaskan pelukan Maria. Apa yang telah kulakukan ke Adeela, tapi sepertinya itu yang terbaik untuknya, dia harus tahu bagaimana berharganya nyawa manusia.
“Aku akan kembali, bicaralah padaku jika kau sudah dapat berpikir dengan baik,” ucapku pergi meninggalkan seluruh orang yang masih terkejut dengan yang baru saja kulakukan pada Adeela.
“Maaf, tapi itulah kenyataannya,” ucapan terakhirku sebelum berjalan keluar dari area pemakaman ini.
(***)
Banyak hari telah berlalu dengan keadaan seperti biasanya, waktu kami semakin pendek untuk menuju pertempuran selanjutnya yang sudah berada di depan mata kami. Aku telah menginstruksikan untuk tim Orion agar mendapatkan perlengkapan baru dan menyuruh mereka menuju ke Dungeon untuk berlatih cara mengalahkan musuh-musuh mereka, aku mengirimkan Lukasz dan Maria untuk menjadi penuntun jalan mereka di daerah Dungeon 1 dan 2 dalam beberapa hari yang lalu.
Laporan Lukasz dan Maria sama tentang bagaimana mereka dapat mengatasi Damned Soldier dan Damned Knight dengan kerja sama tim yang bagus, namun Lukasz masih tidak menyarankan untuk mereka dalam melawan Damned Templar dan Forsaken yang masih terlalu dini untuk mereka hadapi.
Michelle dan Alessandro melaporkan temuan baru mereka pada senjata yang dapat bertingkah seperti senjata suci untuk mengoyak pertahanan para Damned sehingga memudahkan Ballista dan Meriam untuk menghancurkan para Damned dari jarak yang cukup jauh.
Selain itu dari Adeela sendiri, dia tidak berani bertemu denganku. Aku masih melihatnya saat kami makan bersama, namun dia tidak melihatku sama sekali dan saat aku mendatanginya, dia langsung kabur seperti merencanakan sesuatu.
Aku berharap dia tidak mengikuti pertempuran ini, karena resiko yang terlalu besar dan aku tidak ingin keluarga Count Braveheart kehilangan satu-satunya penerus keluarga mereka, Adeela.
“Ivory, bagaimana dengan pencairan seluruh aset keluarga Braveheart?” tanyaku pada Ivory.
“Pencairan aset keluarga Braveheart telah hampir selesai Yang Mulia, hanya tersisa mension ini saja Yang Mulia, kami masih belum bisa menemukan pembeli untuk Mansion ini,”
“Kalau begitu tulis ini atas namaku, aku akan membelinya, kita masih memerlukan sebuah tempat tinggal, tolong urus dokumennya dan serahkan ke Adeela,” perintahku pada Ivory yang langsung mengangguk mendengarku.
“Apakah tidak anda sendiri yang menyerahkan dokumennya kepada nona Adeela Yang Mulia?” tanya Ivory padaku.
“Apa kau tidak melihat bagaimana dia selalu menghindariku, bahkan disaat kami makan bersama tadi pagi?” tanyaku balik padanya.
“Apa kau pikir aku ini kebablasan saat di pemakaman itu? Aku ingat menamparnya dan berteriak ke wajahnya.”
“Woh aku ini orang yang sangat buruk!” ucapku mengingat yang telah terjadi di area pemakaman hari yang lalu.
“Tidak Yang Mulia, anda telah melakukan yang terbaik untuk anda, kota ini dan masa depan Nona Adeela, saya yakin nona Adeela akan mengerti dengan apa yang anda lakukan tempo hari,” ucap Ivory padaku.
“Heh, untuk sekelas penculik, kau tahu cara memainkan sebuah kata ya Ivory,” ucapku padanya.
Pertempuran kami akan dilaksanakan besok, lebih tepatnya sekitar 24 jam dari sekarang. Aku memantau seluruh hal yang akan kami butuhkan untuk besok siang.
“Pedang ini, sangat mantap!” ucapku setelah menerima kembali pedang yang seharusnya memang menjadi milikku. Seperti yang kukatakan waktu itu, senjata yang diperbaiki akan memiliki kekuatan yang meningkat, namun menjadi lebih mudah rusak daripada sebelumnya. Namun, pedang ini dapat menghilangkan efek negatif tersebut karena kemampuan penembus zirahnya yang sangat luar biasa.
“Bagaimana dengan zirahku?” tanyaku balik ke mereka. Aku melihat Lukasz yang juga berkeringat dingin mendengarku.
“Kalian tidak menyembunyikannya dariku kan? Itu zirah yang sangat mahal,” ucapku ke seluruh orang disana yang berkeringat dingin.
“Ah lama! Akan kucek sendiri!” ucapku membuka tirai dan kulihat zirahku berada disana tanpa adanya kerusakan apapun, namun aura merah seperti bersinar darinya.
“Kami tidak bisa membuat anda memakainya kembali Yang Mulia, ada sesuatu yang salah saat anda memakainya seperti waktu itu,” ucap Lukasz padaku, sama seperti saat Verxina mendatangiku di mimpi, dia memperingatkanku tentang zirah tersebut.
“Mungkin aku tidak akan memakainya untuk waktu ini, tapi tetap saja aku akan menyimpannya, ini barang mahal, sangat mahal,” ucapku merebut kembali zirah ini.
Perjalanan pulang kami, telah menunjukkan sore hari setelah seluruh hal yang dapat kulakukan kali ini. Kami menyalurkan seluruh perlengkapan baru ke seluruh anggota tim, dan mempersenjatai para tentara penting dengan senjata baru yang kami dapatkan saat menyerang para Damned.
Kereta kuda berhenti tepat sebelum kami dapat memasuki kediaman yang telah menjadi milikku. Lukasz turun dan membuka pintu dan menatapku.
“Ada apa Lukasz?” tanyaku padanya, sebuah dokumen masih berada di tanganku.
“Sepertinya anda sendiri yang harus melihatnya,” ucapnya padaku, saat aku melangkah keluar, kulihat Adeela berdiri di depan gerbang dengan beberapa dokumen di tangannya.
“Adeela.”
“Yang Mulia,” ucapnya padaku dengan hormat ala Kerajaan, aku langsung membalasnya.
“Sekretaris anda memberikanku dokumen-dokumen keuangan atas seluruh aset milik keluargaku Yang Mulia, dia juga memberitahukanku untuk cepat-cepat pergi dari kota ini, itulah perintah anda kan Yang Mulia?” tanyanya padaku, dia terlihat sudah membawa dua buah tas dan sebuah kuda telah berada disana juga.
“Itu benar, itu semua adalah perintahku. Ini termasuk seluruh aset keluarga Braveheart di Kota ini ada di dokumen itu semua, jangan sampai kau menghilangkannya,” ucapku padanya.
“Apakah anda mengira aku ini masih anak-anak, aku tahu hal itu Yang Mulia!” ucapnya yang kubalas dengan anggukan.
“Jika kau memang sudah dewasa, kau bisa cepat-cepat pergi dari tempat ini berarti?” balasku padanya dengan nada datar.
“Saya bahkan belum sempat berpamitan dengan seluruh orang disini Yang Mulia, apa anda benar-benar ingin saya cepat pergi dari sini?” tanyanya kembali, aku menarik nafas panjang dan menghelanya dengan panjang juga. Aku berjalan padanya yang masih mengatakan sesuatu dan memeluknya.
“Besok, tempat ini akan menjadi tempat pertempuran melawan musuh yang sangat kuat, kau tahu sendiri bagaimana kuatnya mereka kan, kami benar-benar tidak ingin kau menjadi salah satu korban di tempat kau dibesarkan. Ingatlah apa yang Ayahmu inginkan,” ucapku padanya dengan masih memeluknya.
“Aku ingin kau tahu bahwa kota ini akan terus mengenalmu, kapanpun kau mau, kau bisa mengunjungi kami jika seluruh monster telah berhasil dikalahkan. Untuk sekarang hal yang terbaik adalah untukmu agar pergi dari kota penuh darah ini,” ucapku padanya.
“Apakah Yang Mulia benar-benar yakin akan hal ini? Anda menyuruh saya untuk pergi agar dapat bersenang-senang sementara anda dan yang lain berjuang mati-matian disini?” tanyanya yang sekarang aku merasakan sebuah air yang membasahi bahuku.
“Ini bukanlah perangmu, jangan menangis dan pergilah dengan bebas,” ucapku yang melepaskan pelukanku dan berjalan masuk ke kediamanku yang baru bersama dengan Lukasz yang sebelumnya telah memanggil seluruh anggota timku dan tim Orion untuk berkumpul membahas taktik yang akan kami gunakan dalam pertempuran selanjutnya.
“Jaga diri anda Yang Mulia! Saya akan mengirimkan surat dimanapun saya berada!”
“Terima kasih atas segala yang anda ajarkan pada saya Yang Mulia!”
“Saya akan pergi ke makam orang tua saya sebelum saya pergi dari Kota ini Yang Mulia!” ucap Adeela dengan tangisan dan teriakannya, ayo jangan terlihat menangis, kau itu penguasa kota ini, kau harus tegas dan tegar berpisah dengannya, karakter SSR yang dapat membantumu memudahkan pertempuran.
“Anda baik-baik saja Yang Mulia?” tanya Lukasz padaku, aku menggosok kedua mataku dan melihatnya.
“Hanya terkena debu, aku baik-baik saja,” balasku ke Lukasz.
“Tapi anda menangis itu Yang Mulia,” ucap Lukasz mengingatkanku.
“Sudah kubilang ini hanya debu, sekarang kita harus menyiapkan pertahanan kita untuk besok.” Ucapku yang bergegas masuk, seluruh anggota tim telah menunggu kedatangan kami.
“Selamat sore kalian semua, pertempuran selanjutnya telah berada di depan mata kita!” ucapku sembari membuka pintu dan membuka jendela di ruangan ini.
“Kalian pasti telah mengerti musuh yang akan kita hadapi kali ini?” tanyaku pada mereka yang saling mengangguk.
“Bagus, tidak usah terlalu lama, kita akan menggunakan taktik...” belum selesai aku berkata sesuatu, pintu kembali terbuka, dengan seorang tentara dari bagian pengintai sepertinya, dia membawa sebuah teropong dan nafasnya terengah-engah.
“Sebaiknya ini bagus, atau aku akan memberikanmu sebuah hukuman karena mengganggu waktu rapat kami,” ucapku diikuti dengan wajah penuh ancaman oleh anggota timku.
“Musuh telah terlihat Yang Mulia, mereka berada di jarak satu jam dari benteng!” ucapnya mengagetkanku.
“Apa yang kau maksud, kita masih memiliki waktu 16 jam?” ucapanku terhenti saat penghitung mundur di layarku menunjukkan penurunan waktu yang sangat drastis, dari 16 jam menjadi 1 jam waktu kami.
“Apa-apaan ini?!” Teriakku melihat waktu yang kini menjadi kurang dari satu jam sebelum pertempuran akan dimulai.
“Bagaimana ini Yang Mulia?” tanya Lukasz padaku.
“Tim Orion, kalian mulai evakuasi warga bersama tentara reservasi, sisir warga di daerah terdekat dengan tembok benteng terluar!”
“Maria, koordinasikan tim medis tercepat untuk pertempuran ini!”
“Lukasz koordinasi pasukan tempur dan pasukan meriam, instruksikan mereka untuk membidik arah yang sama saat kita menghadapi pasukan Orc!”
“Michelle, Alessandro, Elano aku ingin kalian bertiga berkoordinasi dengan para penembak jarak jauh, tembak mereka saat mulai memasuki area serang. Pusatkan serangan ke Damned Soldier dan Damned Knight yang terlihat!” Perintahku kepada mereka semua yang seperti mengerti dan segera bergerak ke tugas mereka masing-masing.
“Ivory! Apa yang terjadi dengan musuh kita, seharusnya masih ada 16 jam sebelum pertempuran dimulai!” tanyaku ke Ivory, tanganku seperti akan mencekiknya, namun aku menahannya.
“Saya juga tidak mengetahuinya Yang Mulia! Ini hal yang sangat mengejutkan bahkan untuk saya!” ucapnya. Aku melepaskannya dan bersiap dengan pedang milikku. Saat aku ingin mengambil zirahku sebelumnya, aku mengurungkan niatku dan memakai zirah lainnya.
Saat aku melihat susunan musuh yang akan menyerang, aku kaget dengan sesuatu, nama Forsaken Knight yang sebelumnya dihalangi akhirnya muncul. Sosok yang membuatku dan Ivory saling melihat, seperti kami melihat sesosok hantu. Aku makin bergegas berlari menuju benteng untuk bersiap menghadapi musuh yang akan kami hadapi.
“Ivory, aku ingin Kota Northridge dalam zona penguncian sekarang juga!” ucapku sebelum berlari mengambil kuda dan memacunya menuju benteng terluar.
Aku tidak sadar dengan seseorang yang barus saja meninggalkan tempat ini, Adeela yang sekarang masih berada di makam kedua orang tuanya.