Jalan Yang Terkurung

Vivian turun dari panggung,langkahnya mantap menuju sahabat-sahabat nya.

"Eh...gimana penampilan aku? Keren kan?"

"Banget!"

Arina,Dita,Evan sepakat bahwa kali ini Vivian memang keren.

"Sesuai janji,Papaku mau traktir kita ke mall.Papa nunggu di sana.Nanti kita ke sana sama Pak Anton"

Nada bicara Vivian semangat sekali.Seolah hari ini adalah hari yang paling ia tunggu-tunggu.

"Ayo kalo gitu,kita sudah di bolehin pulang kok" Arina tak kalah semangat,energi sahabatnya itu seperti ikut mengalir di darahnya.

"Ayok,nggak sabar nih.Nanti kita nonton juga kan?"Dita apalagi,sosok periang ini sangat tidak bisa menyembunyikan rasa senang.

"Let's go,apapun yang kita mau akan kita lakukan sekarang!" Euforia sudah menyebar pada diri Vivian.

Mereka ber empat melangkah ringan,menuju mobil yang di kemudian oleh Pak Anton.Mobil yang bercat hitam memantulkan cahaya mengkilap. Ban besar berjejak tanah, tapi bodinya tetap berkilau bersih. Saat mesin dinyalakan, raungannya berat dan berwibawa, membuat orang di sekitar spontan menoleh.Sebelum mobil itu meluncur perlahan dengan lampu LED yang menyipit tajam.

***

Tidak butuh waktu lama untuk mereka sampai di mall. Hawa dingin dari pendingin ruangan langsung menyambut wajah mereka.Aroma kopi dan roti panggang dari kafe di dekat pintu masuk bercampur dengan suara musik lembut yang keluar dari speaker langit-langit.

Langkah mereka berhenti di depan papan digital besar bertuliskan “Cinema Star 21”. Layar LED menampilkan deretan poster film baru dengan warna mencolok.

Lampu-lampu di langit-langit berganti warna pelan, sementara antrean di loket mengular.

“Wah, ramai banget,” gumam Dita, matanya menatap deretan orang di depan mereka.Vivian sudah mencondongkan tubuh ke arah papan jadwal.

“Kita nonton yang ini aja, Heart Melody! Katanya bagus banget!”

Evan mengangkat alis. “Itu film drama, kan?”

Vivian mengangguk cepat. “Ya iyalah! Masa kamu mau nonton film zombie bareng cewek-cewek?”

Arina tersenyum kecil,“Aku ikut aja. Yang penting nggak serem.”

“Berarti fix ya,” kata Dita. “Empat tiket Heart Melody,”

“Pilih kursi yang tengah aja,” kata Arina pelan.

“Udah, biar Evan yang pesen,” Vivian menepuk bahunya. “Kan cowok.”

Evan menghela napas kecil tapi tersenyum, tangannya lincah menekan layar pemilihan kursi. “Tengah semua ya, baris D.”

Arina menatap jari Evan yang berhenti di layar kursi nomor D6 , tepat di sebelahnya. Ada sesuatu di dada yang berdebar tanpa alasan.

Petugas menyerahkan tiket, empat lembar kertas dengan warna keemasan.“Silakan, film dimulai tiga puluh menit lagi.”

Vivian bersorak kecil, melompat sedikit. “Yes! Kita masih sempat beli popcorn dan minum dulu!”

Arina tertawa kecil, mencoba menyembunyikan wajahnya yang mulai hangat.Evan menoleh sebentar ke arahnya dan berkata santai, “Nanti kamu duduk di sebelah aku, ya.Biar gampang kalo takut”.

Arina melotot kecil, pura-pura kesal. “Emang filmnya horor?”

Evan tersenyum miring. “Nggak sih,tapi siapa tahu kamu takut sama adegan romantis.”

Vivian yang sudah berjalan lebih dulu menoleh “Eh, kalian berdua kenapa sih? Kok kayak di film sebelum film?”

Arina buru-buru memalingkan muka, menahan malu.'apaan sih Evan,bikin malu kan,tapi kok seneng ya'.Hati Arina akhirnya jujur

***

Mereka duduk di Kafe kecil di sudut lantai tiga.Aroma kopi bercampur caramel dan butter dari popcorn baru keluar mesin memenuhi udara.Suara musik akustik mengalun pelan, nyaris tenggelam oleh riuh orang-orang yang juga menunggu jadwal film.

"Kita tunggu di sini dulu ya,kata Papa sebentar lagi akan datang nyusul".Vivian sibuk menatap layar ponselnya.

"Tapi aku mau ke toilet dulu" Arina seperti menahan sesuatu.

"Sama aku juga,ayok ke toilet dulu".Vivian juga ternyata sama.

"Kalian aja deh,aku males" Dita menyenderkan punggung di sandaran kursi.

"Ya,udah kita ke toilet dulu.Kebelet"

"Iya...sana!"

Evan pura-pura tidak dengar,dia sibuk dengan ponselnya.'cewek-cewek kebelet bisa bareng gitu ya' diam-diam hatinya berkomentar.

***

Arina keluar duluan dari toilet,saat pintu terbuka dia bertemu dengan sosok wanita yang tidak asing.

"Mbak Sinta di sini?"

"Loh,hei Arina.Kamu juga di sini?"

Tidak lama Vivian juga keluar.Menatap heran pada Arina yang bicara pada orang yang tidak ia kenal.

Ia menyenggol siku Arina,"Siapa?" suaranya sedikit berbisik.Tapi tetap terdengar oleh Sinta.

"Oh..ini temen kamu Arina,Hai kenalkan Aku Sinta. Tetangganya Arina".Sinta mengulurkan tangan,yang di sambut oleh Vivian.Mereka bersalaman.

Hati Arina sebenarnya tidak tenang,mengingat bahwa Sinta adalah istri simpanan Papanya Vivian.Rahasia yang Arina sendiri bingung, bagaimana memberi tahu pada Vivian.

'Kalau Vivian tahu,Mbak Sinta itu adalah istri simpanan Papanya apa yang akan terjadi.Duh...aku jadi deg-degan' Gumam hati Arina.

*

*

*

~Aduh,gimana ya ngomongnya,posisi sulit banget deh jadi Arina. Kalo kalian yang jadi Arina,bakal kalian kasih tahu nggak sama Vivian?

~Salam hangat dari Penulis🤍