Kepercayaan Aleesya terhadap orang yang paling ia andalkan hancur begitu saja, membuatnya nyaris kehilangan arah.
Namun saat air matanya jatuh di tempat yang gelap, Victor datang diam-diam... menjadi pelindung, meskipun hal itu tak pernah ia rencanakan. Dalam pikiran Victor, ia tak tahu kapan hatinya mulai berpihak. Yang ia tahu, Aleesya tak seharusnya menangis sendirian.
Di saat masa lalu kelam mulai terbongkar, bersamaan dengan bahaya yang kembali mengintai, mampukah cinta mereka menjadi perisai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CutyprincesSs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Langit masih terlihat gelap meskipun warna jingga kemerahan sudah muncul dari ufuk timur. Di sebuah apartemen mewah lantai dua belas, suara ketukan pintu terdengar tergesa. Seorang wanita dengan postur tubuh semampai, terlihat pucat dengan terus memuntahkan isi perutnya namun hanya air liur. Ia masih mengenakan piyama satin, mencoba menahan mual yang sejak tadi belum juga reda, bahkan bau asam dari muntahan bercampur dengan aroma lavender dari diffuser di sudut ruangan.
Langkah kakinya yang gontai, membawanya ke arah pintu dan membukanya pelan. Terlihat sosok Maxime berdiri dengan raut panik. "Vira? Kamu kenapa? Aku meneleponmu tapi ponselmu mati." ucap Maxime cepat, bergegas masuk tanpa diminta. Wanita bernama Vira itu menunduk, memegang kepalanya yang terasa berat. "Aku... cuma gak enak badan, Max." gumamnya sebelum buru-buru berlari ke kamar mandi.
Maxime berdecak kesal, mengekori Vira namun pintu kamar mandi dikunci dengan cepat. Ia mengetuk dengan cemas, "Vira, buka pintunya. Kamu kenapa? Aku panggil dokter, ya?"
Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Vira keluar sambil mengelap bibirnya dengan tisu, suaranya pelan namun tegas. "Aku baik-baik aja, Max." ia lalu memegang tangan Maxime dan mengajaknya duduk diatas kasur. Pria itu menatap kekasih gelapnya sambil menarik napas panjang.
"Aku hamil, Max. Aku hamil anakmu." Perkataan itu sukses membuat Maxime membeku, tangannya mendadak dingin dan matanya melebar. Sebuah pedang tajam seolah menusuk jantungnya. "Ha-hamil? Vira kau serius?!" rautnya sulit dibaca, namun dari nadanya ia merasa tak senang. "Aku serius! Aku bahkan sudah mengeceknya kemarin dengan tiga tespek ini." jawab Vira membuka laci nakas dan memperlihatkan ketiganya kepada Maxime. "Max... kita melakukan ini sudah berkali-kali. Untuk itu, aku minta kamu untuk bertanggung jawab. Kau sendiri yang bilang ingin segera memiliki anak, bukan?" Vira terlihat memohon dengan memegang erat pergelangan tangan Maxime, sementara Maxime masih diam.
"Aku... tolong berikan aku waktu, Vir. Aku memang sudah siap menjadi seorang ayah. Tapi Aleesya sangat berarti dalam hidupku. Dia rumah tempatku untuk pulang." Vira spontan berdiri, ia terisak dan bersuara tinggi. "Lalu... apa artinya semua ini, Max? Kau menganggapku rumah singgah? Begitu? Apa kau hanya mempermainkan aku?! Kita sudah satu tahun bersama, aku sangat mencintaimu. Kapan kamu akan memutuskannya?!" Maxime reflek berdiri dan memeluk erat tubuh Vira sambil mengelus rambutnya, tak berani menatap wanita yang kini tampak begitu rapuh di hadapannya.
Di lain tempat, sebuah mobil Brio warna hitam terlihat sudah menyala di halaman depan rumah Aleesya. Wanita itu terlihat keluar masuk rumah dua lantainya karena ia sedang membuang sampah. Setelah selesai, ia akhirnya masuk ke dalam mobil.
Namun baru memegang gagang pintu, ia dikejutkan dengan kehadiran mobil sport hitam milik Victor yang berhenti mendadak di depan rumahnya. "Cepatlah! Aku ada meeting lima belas menit lagi!" ucapnya cepat sambil melihat jam tangan.
Aleesya memiringkan wajahnya, ia memakai setelan kerja warna putih dengan motif bunga dan rok berwarna maroon. Sambil menatap Victor dengan datar, senyum di bibirnya terangkat. Ia tahu Victor bukan marah, melainkan terlalu sibuk menutupi perhatiannya.
"Kau melindur? Aku akan berangkat juga, Vic." jawab Aleesya dengan tangannya memukul bagian atas pintu mobil yang terbuka. "Ibu akan memarahiku jika tahu aku tidak mengantarmu!" Victor menjeda ucapannya, turun dari mobil untuk mematikan mesin mobil Aleesya lalu menarik pelan tangan wanita itu untuk masuk ke dalam mobilnya.
"Hey, tunggu!" Aleesya buru-buru juga mengunci pintu pagarnya dan masuk ke dalam kursi penumpang. Mobil sport itu akhirnya berjalan menuju kantor.
"Aku heran, sebenarnya yang menjadi anak ibu itu kau atau aku?!" lanjut Victor menggelengkan kepala dengan tatapan ke depan. Aleesya terkekeh sambil memakai seatbelt dan merapikan penampilannya, "Untung itu masalahmu, bukan masalahku." Victor hanya mengerucutkan bibir sambil mengulang ucapan Aleesya tanpa suara.
Suara langkah sepatu beradu dengan lantai marmer lobi kantor terdengar sibuk milik para karyawan yang baru datang. Mobil hitam Victor berhenti tepat di depan gedung utama. Ia menoleh sekilas ke arah Aleesya yang sibuk merapikan berkas.
"Aku akan menjemputmu pukul lima, dan kita langsung menemui Bianca." Aleesya mengangguk namun kedua alisnya menyatu, "Astaga, iya iya cerewet sekali kamu! Hih!" Victor hanya tersenyum pongah. "Aku hanya tidak sabar putus dengannya." Aleesya membalas dengan cepat, "Yayaya lalu lusa kau akan mengajaknya untuk kembali, klasik sekali tuan muda kita ini." Ia keluar dan menutup pintu mobil dengan cepat.
Victor terkekeh, interaksi keduanya menyita atensi beberapa karyawan yang kebetulan lewat, seperti pemandangan yang sudah biasa mereka lihat. "Seperti biasa," gumam salah satu staf wanita berbisik ke rekannya. "Tuan Victor selalu mengantar nona Aleesya. Mereka kelihatan cocok, kan?" Rekan satunya menjawab. "Jangan ngomong sembarangan. Aleesya kan kekasih pak Maxime." namun karyawan wanita di belakang mereka menyahut. "Hei, kalian tidak tahu? Pak Maxime selingkuh dengan Vira!" bisiknya sangat pelan. Membuat para karyawan itu terkejut dan buru-buru masuk dengan tatapan yang tak biasa melihat Aleesya, penuh iba dan rasa ingin tahu.
Victor kembali memutar kunci mobilnya membuat mesin spontan menyala, "Good luck untuk meeting-mu." ucapnya sedikit teriak dari dalam mobil. "Kau juga." balas Aleesya tersenyum singkat. Akhirnya mobil itu berbalik arah meninggalkan halaman Lenz Property. Namun baru saja keluar area, matanya menangkap sosok mobil sedan abu-abu yang baru saja berhenti depan halte ujung jalan.
Dari balik kaca gelap, Victor bisa melihat siluet Maxime dengan seorang wanita di kursi penumpang. Tatapannya menajam, tangannya bahkan reflek memukul setir. "Sialan! Jadi yang aku lihat waktu itu benar-benar nyata?" gumamnya lirih, rahangnya mengeras, dadanya perlahan terasa panas. Ia kemudian menekan pedal gas kuat hingga suara mesin mobilnya meraung membelah jalan.
Beberapa menit sebelumnya, di dalam mobil sedan abu-abu, suasana terasa canggung. Vira menatap kosong ke arah jalanan. "Aku turun disini saja." ucapnya pelan sambil memegang tasnya namun ditahan oleh Maxime. "Vir, kamu lagi hamil." balasnya terdengar khawatir. "Terus kamu mau kasih tahu mereka kalau kita lebih dari sekadar partner bisnis? Aleesya disana, Max. Kau bilang tak bisa meninggalkan dia kan?"
Maxime membisu, namun genggaman tangannya menguat. "Aku... Aku mohon jangan pikirin apapun, Vira. Fokus pada kehamilan kamu, soal Aleesya biar aku yang urus. Beri aku waktu, aku mencintaimu, dan juga bayi kita." ucapannya mulus, seperti tanpa beban memikirkan perasaan kekasih yang sebenarnya.
Vira menepis tangan Maxime dan keluar dari mobilnya, ia kesal dengan perkataan kekasih gelapnya ini setiap membicarakan Aleesya. "Aku pergi." katanya datar sebelum turun tanpa menatapnya lagi.
Maxime hanya bisa memperhatikan Vira yang berjalan menjauh sambil meremas setir mobil, tubuhnya seakan tenggelam di antara kerumunan para pejalan kaki. Namun saat ia tiba di area parkir, pemandangan di depannya membuat pria itu menahan langkah, Aleesya baru saja turun dari mobil Victor.
Mata mereka bertemu sesaat, Aleesya tersenyum lembut seperti biasa tanpa menaruh sedikitpun rasa curiga. Lain halnya dengan Victor yang berdiri beberapa meter dibalik punggungnya, menatap Maxime dengan tajam dan penuh makna.
Udara pagi yang seharusnya menyegarkan, justru berubah menyesakkan. Maxime membalas dengan anggukan kecil, mencoba terlihat tenang. Tak lama, suara mobil Victor terdengar meraung dengan kecepatan tinggi meninggalkan area parkir, menyisakan hawa dingin di antara mereka.
***
Maaf ya ges nunggu lama.... ada yang nungguin? ternyata Maxime beneran itu ya? 😑