NovelToon NovelToon
Cinta Di Antara Dua Istri Sang CEO

Cinta Di Antara Dua Istri Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Pelakor jahat / Poligami / Selingkuh / Mafia
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Tika kookie

sebuah pria tampan CEO bernama suga yang menikah dengan wanita cantik bernama cristine namun pernikahan itu bukan atas kehendak suga melainkan karena sedari kecil suga dan cristine sudag di jodohkan dengan kakek mereka, kakek cristine dan suga mereka sahabat dan sebelum kakek cristine meninggal kakeknya meminya permintaan terakhir agar cucunya menikah dengan suga, namun di sisi lain suga sebenarnya sudah menikah dengan wanita bernama zeline suga dan zeline sudah menikah selama dua tahun namun belum di karuniai seorang anak, itu juga alasan suga menerima pernikahan dengan cristine.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tika kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

cinta di antara dua istri sang ceo

Malam itu langit Seoul tampak gelap tanpa bintang.

Di kamar utama mansion keluarga Alexander, cahaya lampu temaram menyelimuti ruangan yang mewah namun dingin

dinding kaca yang besar memperlihatkan pemandangan taman di luar, di mana hujan mulai turun perlahan, menambah suasana muram di antara dua insan yang kini duduk dalam jarak yang terasa sangat jauh.

    Cristine mengenakan gaun tidur tipis berwarna merah muda. Rambut panjangnya terurai rapi di bahu, aroma parfum mahalnya memenuhi kamar. Ia mendekat ke arah Suga yang duduk di tepi ranjang, wajahnya masih terlihat lelah.

   Cristine perlahan meraih tangan suaminya, lalu menunduk, menatapnya dengan lembut.

   Cristine (lembut): “Suga… jangan diam seperti ini. Aku tahu kau masih memikirkan Zeline, tapi tolong… lihat aku malam ini.”

   Tangannya menyentuh pipi Suga, namun Suga justru menepisnya halus dan berdiri.

Nada suaranya datar, tapi tajam.

    Suga: “Cristine, aku tidak ingin membahas hal itu lagi. Aku lelah.”

   Cristine terdiam sejenak, namun matanya mulai bergetar menahan amarah dan rasa sakit.

    Cristine (menahan tangis): “Lelah? Kau bahkan tidak menatapku, Suga! Apa kau menikahiku hanya karena kasihan pada wasiat kakek?!”

  Suga menoleh dengan wajah tegang.

     Suga: “Cristine, cukup. Jangan paksa aku membicarakan sesuatu yang tidak perlu!”

    Nada suaranya meninggi bukan teriak, tapi cukup keras untuk membuat air mata Cristine jatuh tanpa bisa ditahan lagi.

       Ia menatap Suga dengan wajah hancur, lalu berlari menuju balkon kamar yang terbuka.

   Udara malam yang dingin langsung menerpa tubuhnya.

Hujan yang turun perlahan membasahi bahunya, membuat gaun tipisnya menempel di kulit.

    Cristine (menangis): “Mengapa kau selalu membandingkanku dengannya, Suga? Aku istrimu sekarang! Kenapa… kenapa hatimu tetap ada pada dia?”

    Suga yang masih berdiri di tengah kamar hanya bisa menatap punggung wanita itu menangis di bawah cahaya lampu kota yang redup.

Ada rasa sesak di dadanya.

Ia tahu kata-katanya tadi terlalu keras.

Ia tahu Cristine menangis karenanya.

    Perlahan, Suga melangkah mendekat.

Langkah kakinya berat, tapi matanya lembut saat melihat wanita itu menggigil di bawah hujan.

Ia menarik napas panjang, lalu berlutut di hadapan Cristine, tangannya memegang kedua tangan Cristine yang dingin.

    Suga (pelan): “Maafkan aku, Cristine… aku tidak bermaksud membentakmu.”

     Cristine (menunduk, masih menangis): “Kau tidak tahu rasanya dicintai setengah hati, Suga…”

     Suga: “Aku tahu. Dan aku berjanji akan mencoba memperbaiki semuanya.”

    Cristine menatap Suga yang kini berlutut di depannya mata pria itu tampak menyesal, tapi juga jauh… seperti sedang menatap seseorang yang tak ada di sana.

Cristine menyadari, meski tubuh Suga ada di hadapannya malam ini, hatinya masih tertinggal bersama Zeline.

    Namun ia menahan air matanya, berpura-pura tersenyum tipis.

Ia menyentuh rambut Suga dengan lembut,

   Cristine: “Baiklah, Suga… aku percaya padamu.”

     Suga berdiri perlahan, mengusap pipinya yang basah, lalu memeluknya pelukan yang hangat tapi hambar.

Di luar, hujan turun semakin deras.

Dan di balik pelukan itu, Cristine menyembunyikan senyum kecil di wajahnya.

   “Tak apa, Suga… biarlah malam ini kau masih memikirkan Zeline. Karena suatu hari nanti, aku 

    Suga masih memeluk Cristine erat di bawah cahaya lampu balkon.

Tubuh mungil wanita itu terasa bergetar di pelukannya, entah karena dingin atau karena tangis yang belum sepenuhnya reda.

      Suga menatap wajah Cristine matanya yang basah, bibirnya yang bergetar, dan sorot sedih yang perlahan berubah menjadi lembut.

   Suga (pelan): “Cristine…”

   Suara itu nyaris seperti bisikan.

Cristine mengangkat wajahnya, dan untuk sesaat mereka hanya saling menatap

dua hati yang sama-sama terluka namun berusaha saling bertahan.

    Suga menunduk sedikit, menempelkan dahinya pada dahi Cristine.

     Napas mereka berpadu, hangat di tengah dinginnya udara malam.

    Cristine (lembut): “Aku hanya ingin malam ini… kau benar-benar di sini bersamaku, bukan hanya ragamu, tapi juga hatimu.”

   Suga tak menjawab. Ia hanya mengusap lembut pipi Cristine, lalu menariknya kembali ke dalam kamar.

Suara hujan di luar menjadi latar yang tenang.

    Cristine bersandar di dada Suga, dan malam itu mereka berdiam saling mencari kenyamanan di antara luka dan keheningan.

  Bagi Cristine, malam itu berarti cinta.

Bagi Suga, malam itu adalah penebusan rasa bersalah.

suga: cristine..

   suga menatap dingin dan penuh nafsu 

 tanpa berfikir panjang suga langsung saja mencium bibir cristine,.

   suga perlahan lahan melepaskan baju cristine satu persatu sehingga tak tersisa sehelai kainpun pada tubuh mungil cristine.

Malam itu suasana kamar terasa begitu tenang.

Lampu redup, aroma bunga melati memenuhi udara, dan hanya suara lembut napas mereka yang terdengar.

Suga duduk di tepi ranjang, menatap Cristine yang tampak gugup namun tersenyum lembut.

   Cristine (pelan): “Aku masih tak percaya… akhirnya malam ini benar-benar menjadi milik kita.”

     Suga (tersenyum tipis): “Aku pun begitu. Kau tampak berbeda malam ini, lebih… mempesona dari biasanya.”

   Cristine tersipu, menundukkan wajahnya.

Suga mengulurkan tangan, menggenggam jemarinya lembut.

   Suga: “Cristine… aku tahu aku sering membuatmu menangis. Tapi malam ini, biarkan aku menebus semuanya. Aku hanya ingin membuatmu bahagia.”

     Cristine (berbisik): “Kau sudah membuatku bahagia hanya dengan mengatakannya.”

    Suga menarik Cristine mendekat, menatap dalam ke matanya seolah ingin membaca isi hati wanita itu.

    Suga: “Mulai malam ini, aku janji akan lebih menghargaimu… dan tak akan melepaskanmu lagi.”

      Cristine: “Jangan hanya berjanji, tapi buktikan padaku dengan hatimu, Suga.”

    Senyum hangat menghiasi wajah Suga.

Ia memeluk Cristine erat, dan dalam keheningan malam itu, hanya ada dua hati yang saling menguatkan tanpa kata, tanpa kepura-puraan, hanya kejujuran dan cinta yang mulai tumbuh.

Di sisi lain, mobil mewah berwarna hitam milik Zeline melaju kencang menembus jalanan malam yang sepi. Lampu-lampu kota memantul di permukaan mobilnya yang mengilap, sementara wajah Zeline tampak sendu menatap lurus ke depan tanpa ekspresi.

    Arah GPS di dashboard menunjukkan tujuan Busan, kota tempat ayahnya tinggal.

Angin malam menembus celah kaca mobil yang sedikit terbuka, membawa aroma laut yang mulai terasa semakin dekat seiring jarak menuju pesisir semakin menipis.

     Tangannya menggenggam kuat kemudi, namun di balik ketenangan wajahnya, hatinya penuh luka.

Suara Suga yang memanggilnya tadi masih terngiang di telinganya, tapi Zeline menepisnya dengan helaan napas panjang.

   “Aku tidak ingin melihatnya lagi… setidaknya malam ini.” gumamnya lirih.

     Matanya memanas, air mata jatuh begitu saja tanpa bisa ia tahan.

Zeline menatap ke luar jendela, melihat gemerlap lampu jalan kota Busan yang mulai menyambutnya.

    “Appa… aku pulang,” ucapnya dengan suara serak, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

  

appa: zeline putri kecilku kini sudah pulang dasar anak nakal selama dua tahun penuh dan setelah eomma meninggal kau tak datang mengunjungi appa apa kau sudah lupa sama appa hah,

    zeline: hehe tidak appa belakangan ini aku sibuk dengan urusan di kantor jadi maaf kalau aku jarang menemuimu,.

  ( appa melihat wajah zeline yang lusuh) 

   

  appa: zeline apa kau baik baik saja? wajahmu kenapa terlihat pucat, tidak appa aku tidak apa apa, jangan berbohong aku ini appa mu dan kau adalah putriku jadi kau tidak bisa membohongiku

Appa menatap Zeline dengan tatapan lembut namun penuh kekhawatiran. Tangan tuanya terulur, mengusap pipi putrinya yang tampak dingin dan pucat.

   appa: “Zeline… wajahmu seperti orang yang menahan banyak hal. Matamu... terlihat lelah sekali. Ada apa, hm?”

   Zeline: (menunduk pelan, menggenggam tangan ayahnya) “Tidak apa-apa, Appa… sungguh. Aku hanya kelelahan. Pekerjaan di kantor akhir-akhir ini benar-benar padat.”

     Appa: “Kau pikir Appa tidak bisa membaca hatimu? Dari kecil kalau kau sedih, mata kecilmu itu selalu bergetar begitu.” (ia tersenyum tipis, mencoba mencairkan suasana)

     Zeline: (tersenyum hambar) “Appa masih saja ingat hal kecil seperti itu…”

    Appa: “Tentu saja. Kau satu-satunya harta yang Eomma dan Appa punya. Tapi sekarang kau kelihatan berbeda, Zeline. Ada sesuatu yang kau sembunyikan, bukan?”

      Zeline: (terdiam lama, suaranya bergetar) “Appa… kalau seseorang yang kau cintai berubah… kalau dia tak lagi memandangmu seperti dulu… apa yang harus kau lakukan?”

      Appa: (menatap Zeline lembut, lalu menarik putrinya ke dalam pelukannya) “Zeline… dunia ini keras, tapi hatimu terlalu lembut untuk menyimpan luka sendirian. Tidak apa menangis di sini, di pelukan Appa.”

Dan seketika air mata Zeline tumpah. Ia memeluk tubuh ayahnya erat, seolah ingin menahan waktu agar berhenti di saat itu juga. Suara tangisnya pelan, namun menyayat.

    Zeline: “Appa… aku lelah… aku hanya ingin istirahat di rumah ini untuk sementara waktu. Bolehkah aku tinggal di sini?”

     Appa: (mengusap rambutnya penuh kasih) “Tentu saja, putriku. Ini rumahmu. Rumah yang selalu menunggumu pulang.”

Zeline duduk di ruang tamu rumah kayu sederhana milik ayahnya. Aroma teh hangat buatan sang appa memenuhi udara, tapi suasana terasa berat. Lampu kuning temaram menyoroti wajah Zeline yang tampak sendu, matanya sembab karena tangis yang belum kering.

    Appa: “Zeline… sejak tadi Appa hanya diam mendengarkanmu. Tapi makin lama Appa dengar, makin sesak rasanya dada ini.”

     Zeline: (menunduk, suaranya pelan) “Aku hanya ingin Appa tahu semuanya… aku sudah berusaha menjaga rumah tanggaku, Appa. Tapi… sepertinya aku satu-satunya yang berjuang.”

       Appa: “Lalu di mana dia? Suamimu itu? Kenapa membiarkanmu menangis seperti ini?!”

       Zeline: (terisak) “Dia... bersama wanita lain, Appa. Aku bahkan tahu siapa wanita itu. Tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku hanya ”

     Appa: (menepuk meja dengan keras) “Cukup, Zeline!”

     Zeline: (terkejut) “Appa…”

   Appa: (suaranya meninggi, namun getarannya penuh luka) “Appa sudah bilang dari awal, kan? Appa tidak setuju dengan pernikahanmu dengan pria itu! Appa tahu dia bukan orang yang akan membuatmu bahagia. Tapi kau keras kepala. Kau pikir cinta bisa mengubah segalanya.”

     Zeline: (meneteskan air mata, menggenggam lututnya) “Aku… aku hanya ingin membuktikan kalau aku bisa, Appa. Kalau aku bisa membuatnya bahagia, kalau aku bisa bertahan.”

      Appa: (menatapnya dalam, suaranya mulai melembut) “Zeline… bertahan itu bukan berarti menyakiti dirimu sendiri. Kau pikir Eomma-mu ingin melihatmu seperti ini?”

    Zeline: (menggigit bibir, menahan tangis) “Aku tahu, Appa. Tapi aku mencintainya… meski dia tidak lagi melihatku seperti dulu.”

     Appa: (menarik napas panjang, lalu mendekati Zeline dan mengelus rambutnya) “Anakku, cinta tanpa penghargaan hanyalah luka yang terus terbuka. Appa tidak menyalahkan hatimu, tapi Appa kecewa karena kau biarkan dirimu hancur hanya demi seseorang yang bahkan tidak tahu betapa berharganya kau.”

Zeline hanya terdiam, menatap ke arah lantai kayu rumah itu yang mulai kusam dimakan usia. Suara Appa-nya menggema di antara dinding, membawa nada kecewa yang dalam tapi juga kasih yang tak bisa disembunyikan.

    Appa: “Zeline… kalau saja kau menurut apa kata Appa dari awal, mungkin hidupmu tidak akan seperti ini.”

     Zeline: (suara bergetar) “Appa… aku tahu aku salah. Tapi waktu itu… aku hanya ingin menikah dengan orang yang aku cintai.”

     Appa: (menarik napas panjang, lalu menatap lurus ke wajah putrinya) “Cinta? Kau menyebut itu cinta, hah? Pria yang tega menduakanmu, membiarkanmu menangis setiap malam? Itu bukan cinta, Zeline.”

     Zeline: (air matanya mulai jatuh satu per satu) “Aku tidak tahu harus bagaimana waktu itu, Appa… dia membuatku percaya kalau aku satu-satunya untuknya. Aku pikir… aku bisa membuatnya berubah.”

     Appa: (geleng kepala dengan lirih) “Appa dari dulu sudah menjodohkanmu dengan seseorang, tapi kau menolaknya mentah-mentah. Anak itu baik, Zeline. Dia menghormatimu, menghormati keluarga kita. Tapi kau malah memilih pria yang kau pilih… pria yang bahkan tak menghargai hatimu.”

 

1
Sokkheng 168898
Baca ini sambil minum teh hangat, perfect combo ❤️
KARTIKA: masyaallah makasih kak 🥰😄
total 1 replies
Huesito.( ꈍᴗꈍ)
Gak disadari sampai pagi cuma baca cerita ini, wkwkwk.
KARTIKA: makasih kak 😄😍👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!