Ketika hati mencoba berpaling.. namun takdir mempertemukan kita di waktu yang  berbeda. Bahkan status kita pun berubah.. 
Akankah takdir mempermainkan kita kembali? ataukah justru takdir menunjukkan kuasanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SUNFLOWSIST, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06. RAHASIA YANG MULAI TERBONGKAR
"Itu kertas punya kakak." ucapku dengan nada yang gugup. Kusembunyikan kertas tersebut di belakangku. Takut akan semua rahasiaku terbongkar.
Embun merasa ada yang janggal. Dengan cepat ia mengambil paksa kertas itu dariku. Ia pun membaca kertas itu. Dan aku... Hanya bisa pasrah dengan keadaan tersebut.
"Kak... Apa maksud dari surat ini?" ucap Embun dengan tatapan penuh selidik.
Sorot matanya menatapku dengan rasa tidak percaya. Karena mungkin bagi Embun selama ini aku tidak pernah berbuat hal yang menyimpang. Namun saat ini dengan keadaan sadar aku telah melakukan satu kesalahan terbesar dalam hidupku.
"Itu ... Tidak seperti yang kamu bayangkan dek." ucapku seolah mencari pembelaan atas diriku sendiri.
Embun menatapku dengan sorot mata penuh kekecewaan. Diraihnya tanganku seraya menatapku penuh selidik. "Aku tau ada yang kakak tutupi dariku. Bagiku kakak adalah panutan dalam hidupku. Sumber inspirasiku kak. Aku tanya sekali lagi, apa ibu mengetahui hal ini?"
"Embun... Sebenarnya kakak...." ucapku terjeda tatkala adikku menyela perkataanku dengan sorot mata tajamnya.
"Cukup, apa ibu mengetahui hal ini kak?" tanya Embun dengan sedikit penekanan.
Seketika nyaliku menciut. Satu pertanyaan yang mudah untuk dijawab, namun lidahku terasa kelu walau hanya sekedar untuk menjawabnya dengan kata "TIDAK".
"Tidak.." ucapku seraya menundukkan kepalaku karena malu. Rasanya harga diriku tercoreng saat itu juga. Seorang kakak yang menjadi panutan bagi adiknya kini membuat satu kesalahan besar dalam hidupnya. Aku gagal menjadi contoh yang baik bagi adikku.
Embun menarik nafasnya dengan dalam. "Jangan pernah menceritakan semua ini kepada ibu kak. Jangan biarkan ibu sedih lagi. Sudah cukup penderitaan ibu karena ayah kemarin. Aku tidak mau kebahagiaan yang baru kita rasakan ini lenyap begitu saja hanya karena permasalahan kakak." ucap Embun dengan nada sendunya.
Aku menatapnya dengan penuh haru. Aku tidak menyangka adikku yang dulu masih ingusan sekarang ia sudah menjelma menjadi sosok gadis yang begitu dewasa. Bahkan lebih dewasa dariku. Aku benar - benar merasa gagal sebagai seorang kakak.
"Maaf dek.... Kakak sudah gagal menjadi contoh yang baik bagimu. Maafkan atas kekhilafan kakak." ucapku dengan berlinang air mata.
"Kakak jangan sedih lagi. Sekarang kita fokus untuk masa depan kita yang lebih baik. Semangat..." ucapnya dengan senyum manisnya.
Begitulah Embun... Meski usianya tergolong masih remaja. Namun ia selalu membawa energi positif bagi siapapun yang berada di sekelilingnya. Aku bersyukur mempunyai adik sepertinya. "Aku janji... Selamanya kamu akan selalu bahagia dek.." Doa tulusku dari dalam hati.
* * *
Pagi yang cerah...
Suara burung berkicau di pagi hari bersahut - sahutan seolah tiada lelahnya menyambut sang mentari yang terbit di ufuk timur. Angin yang bertiup semilir lembut seolah mampu bercerita tentang indahnya dunia.
Benar - benar pagi yang cerah namun semua itu tidak mampu membuat pagiku menjadi cerah dan penuh semangat. Dengan langkah kaki gontaiku aku menuruni anak tangga. Pagi ini benar - benar terasa berbeda dalam hidupku. Entah itu karena peristiwa kemarin atau hal lain aku sendiri tidak tahu. Yang jelas... Aku merasa ada sesuatu yang hilang dari diriku.
"Naya... Ayo sarapan dulu. Apa hari ini kamu jadi belajar di perusahaan kakek? Belajar dari awal karena kedepannya kamu yang akan menggantikan posisi kakek." ucap kakekku dengan penuh semangat.
Aku hanya bisa menghela nafas berat. Sejujurnya ingin sekali aku belajar banyak hal, namun kembali lagi ke mode awal. Pagi ini mood ku benar - benar tak bisa tertolong. Semua semangatku seolah menguar entah kemana.
"Terserah kakek saja. Aku akan menyesuaikan kek." jawabku seraya mengangguk patuh.
"Ayah... Apa tidak sebaiknya perkenalan dulu saja dengan lingkungan perusahaan itu seperti apa. Biar Naya tidak kaget dengan dunia kerja kantoran. Karena kemarin kan Naya hanya bekerja paruh waktu. Aku hanya ingin putriku merasa nyaman terlebih dahulu disana."
Begitulah ibuku. Selalu tau tentang perasaanku. Bahkan tanpa mengungkapkannya, ibu selalu tau mana yang terbaik untukku. Sungguh seorang ibu yang bijaksana, sayangnya ibuku hanya buta akan cinta.
"Benar juga nak. Kita perkenalan dulu dengan perusahaan kakek." ucap kakekku dengan senyum hangatnya.
"Embun kamu sekolah ambil bidang apa? Nanti setelah lulus sekolah alangkah baiknya kamu teruskan bidang yang kamu tekuni."
"Aku mengambil bidang fashion kek. Sejujurnya aku ingin menjadi model kek. Tapi sayang badanku tidak setinggi Kak Naya. Mungkin benar kata orang, anak terakhir itu hanya dapat sisa - sisa gen dari ibunya. Selebihnya diambil anak yang pertama kek." ucap Embun seraya tertawa lepas.
Semua yang ada du ruanga makan tersebut ikut tertawa mendengar ucapan Embun. Benar - benar suasana pagi yang hangat. Harusnya aku bersyukur bisa menikmati pagi yang cerah ini di tengah keluargaku yang penuh kehangatan. Namun semenjak kejadian kemarin, aku merasa separuh jiwaku telah hilang entah kemana.
"Aku harus bisa bangkit kembali. Lupakan Devan. Lupakan semua kenangan yang tidak perlu diingat lagi. Hadapi hari ini dengan suka cita dan akhiri dengan indah. Dan aku yakin pasti bisa." ucapku seraya menyemangati diriku sendiri.
"Ayah... Hari ini ada hal yang mesti aku urus. Aku ijin pergi sebentar ya. Mungkin nanti setelah jam makan siang aku sudah kembali."
"Memangnya ibu mau pergi kemana?⁰ ucapku dengan penuh wajah penasaran.
"Ada suatu hal yang mesti ibu urus sayang."
Ibuku tersenyum penuh kelembutan. Sebuah senyum yang mengandung banyak arti. Dan aku sendiri pun tidak tau apa arti dari senyuman itu.
"Baiklah, jaga dirimu baik - baik. Dan pergilah bersama sopir. Biar ayah lebih tenang kalau kamu pergi kemanapun."
Ibu hanya mengangguk patuh pada kakek. Suasana kembali hening. Sarapan pagi kami pun berlangsung penuh kehangatan. Sebuah kehangatan yang selama ini selalu aku rindukan di tengah keluargaku.
Waktu menunjukkan pukul 10.00. Matahari pun mulai menunjukkan taringnya. Dengan sinarnya yang mulai menyengat seolah membakar hingga lapisan kulit terdalam. Ditemani pak Jupri ibuku berangkat menuju ke suatu tempat yang tak lain adalah kantor suaminya.
Sebuah bangunan yang bisa dibilang lumayan megah. Bangunan dengan berlogo AZ itu tampak menjulang lebih tinggi dari bangunan sekitarnya. Perusahaan yang dirintis oleh Dewi dari nol dan dikembangkan hingga menjadi sebesar ini. Dari kejauhan tampak mobil Sigit yang sudah terparkir dengaan begitu sempurna.
Tap.. Tap .. Tap..
Suara langkah kaki Dewi menggema di lantai teratas gedung ini. Dengan langkah penuh keyakinan ia menuju ruang kerja suaminya.
Suasana begitu sepi. Hanya langkah kaki Dewi yang menggema di dalam bangunan teratas itu.
"Kemana sekretaris mas Sigit ? Kok tidak ada di mejanya. Atau jangan - jangan mereka sedang ada meeting penting?" ucap Dewi dengan suaranya yang lirih.
Sayup - sayup terdengar suara dari dalam ruangan suaminya. Suara yang sangat Dewi hafal betul. Suara desahan penuh kenikmatan dari sang suami.
Dengan perlahan ia berjalan menuju ke ruangan itu. Ternyata pintu itu tidak tertutup rapat. Namun alangkah terkejutnya Dewi tatkala melihat suaminya tanpa sehelai benang pun sedang mencumbu wanita lain. Dan dengan begitu liarnya bermain di atas tubuh wanita tersebut.
"Sayang... Ah... Lebih cepat..." ucap wanita itu menahan kenikmatan yang diberikan oleh suamiku. Tubuhnya meliuk - liuk bak cacing kepanasan di atas meja kerja itu. Sementara suamiku... kedua matanya terpejam menikmati permainan nakalnya di pagi hari yang mulai memanas itu.
"Kau sangat .... liar sayang" ucap Sigit dengan sorot mata yang berkabut gairah.
Hingga beberapa saat kemudian kedua insan itu mencapai pelepasannnya. Kedua tubuh itu ambruk seiring dengan selesainya percintaan mereka.
"Sayang.... Kapan kamu akan meninggalkan Dewi. Aku tidak mau terus - terusan hanya menjadi gundikmu. Aku juga ingin bisa memilikimu seutuhnya. Memelukmu dengan begitu mesra di tempat umum." ucap seorang wanita dengan tubuh polosnya yang tak lain adalah sekretaris suaminya, Siska.
"Tenang sayang.. Tunggu beberapa saat lagi setelah rumah yang ditempati Dewi terjual. Setelah itu aku akan membeli rumah baru untukmu." ucap Sigit seraya mencium ceruk leher Siska.
"Kenapa harua menjual rumah itu? Apa kamu sudah mulai bangkrut?" Tanya siska dengan tatapan penuh selidik.
"Aku ? Bangkrut? Tentu saja tidak mungkin. Aku menjualnya karena ingin mengusirnya dari sana. Aku ingin dia dan kedua anaknya menjadi gembel." Ucap Sigit dengan senyum smirknya.
"Aku sangat membenci ayahnya. Dulu ia tidak menyetujui hubungan kami. Tapi kamu tenang saja, aku sudah tidak memiliki rasa apapun dengannya. Kan sudah ada kamu yang bisa membuatku mengerang kenikmatan setiap malamnya."
Siska pun bangkit dari meja. Dengan tatapan nakalnya ia melumat bibir Sigit. Menaiki tubuh Sigit dan bergerak dengan liarnya. Kedua insan itu mengulang kembali pergulatan panas mereka.
Tangis Dewi pecah melihat kelakuan suami yang sangat dicintainya itu. Tubuhnya bergetar dengan hebatnya. Air matanya mengalir tanpa bisa ia tahan. Ingin rasanya ia berteriak dan memaki mereka berdua. Dua orang yang ia percayai dalam hidupnya ternyata ada main di belakangnya.
Perlahan ia meninggalkan ruangan itu. Ruangan yang menyesakkan dada. Dengan langkah gontainya ia berjalan keluar dari gedung itu dan menuju ke mobil Pak Jupri.
"Sudah selesai nyonya?" tanya pak Jupri dengan nada datarnya.
"Sudah pak.. Tolong antarkan aku pulang ke rumahku yang lama saja." ucap Dewi dengan tatapan sendunya. Tanpa menjawab perintah Dewi, Pak Jupri pun membawa mobilnya menuju ke rumah lama Dewi. Suasana di dalam mobil sangat sunyi. Hanya tangis pilu yang menggema di dalam mobil tersebut.
Tiga puluh menit kemudian, Dewi pun telah sampai di rumah lamanya. Dengan langkah cepatnya ia masuk ke dalam rumah itu. Sebuah rumah yang menjadi saksi perjuangan cintanya mendapatkan restu orang tuanya untuk menikah dengan pria yang dicintainya.
mereka perawat tapi sikapnya tidak mencerminkan pekerjaannya
tunggu balasan pedih dari orang yang disakitinya😬