NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Dewa Asura

Reinkarnasi Dewa Asura

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Raja Tentara/Dewa Perang / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mumun arch

Dikhianati oleh murid yang paling ia percayai, Asura, sang Dewa Perang, kehilangan segalanya. Tubuhnya musnah, kekuatannya hilang, dan namanya dihapus dari dunia para Dewa. Namun, amarah dan dendamnya terlalu kuat untuk mati.

Ribuan tahun kemudian, ia terlahir kembali di dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk mistis bukan lagi sebagai Dewa yang ditakuti, melainkan seorang bocah miskin bernama Wang Lin.

Dalam tubuh lemah dan tanpa kekuatan, Wang Lin harus belajar hidup sebagai manusia biasa. Tapi jauh di dalam dirinya, api merah Dewa Asura masih menyala menunggu saatnya untuk bangkit.

“Kau boleh menghancurkan tubuhku, tapi tidak kehendakku.”

“Aku akan membalas semuanya, bahkan jika harus menantang langit sekali lagi.”

Antara dendam dan kehidupan barunya, Wang Lin perlahan menemukan arti kekuatan sejati dan mungkin... sedikit kehangatan yang dulu tak pernah ia miliki.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumun arch, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kuil Darah Yang Terlupakan

“Kebenaran pahit pun tetap kebenaran,” katanya pelan. “Dan aku sudah siap.”

Gerbang batu raksasa itu terbuka perlahan, mengeluarkan suara berat seperti jeritan dari masa lalu. Cahaya merah dari dalam kuil menyinari wajah Wang Lin, membuat matanya berkilat antara takut, ragu, dan tekad yang sudah membatu.

Udara di dalam terasa lembab dan berbau besi, seperti darah yang sudah lama mengering. Setiap langkah yang ia ambil bergema di antara dinding batu yang tinggi dan gelap.

“Tempat ini…” Wang Lin bergumam pelan.

“Masih sama seperti dalam ingatanku.”

Di sisi kiri dan kanan, ukiran kuno menghiasi dinding: pertempuran antara para Dewa dan Asura, di mana langit dipenuhi api dan bumi retak oleh darah. Tapi di bagian tengah ukiran, satu sosok Asura berdiri sendirian, ditikam oleh pengikutnya sendiri.

Wang Lin berhenti. Matanya menatap ukiran itu lama sekali, jantungnya berdetak cepat.

“Jadi… begini kah caraku mati dulu?”

suaranya bergetar, campuran antara kemarahan dan kesedihan.

Langkah lembut terdengar dari belakang. Penjaga perempuan yang tadi kini berjalan mendekat, masih membawa pedangnya.

“Apa yang kau lihat di sana bukan sekadar cerita, Wang Lin. Itu adalah potongan sejarah yang disegel oleh para Dewa.”

Wang Lin menoleh cepat. “Kau tahu siapa yang menusukku dari belakang waktu itu, bukan?”

Perempuan itu terdiam sejenak sebelum menjawab.

“Aku tahu sebagian. Tapi tidak semuanya boleh kukatakan. Karena nama itu… masih hidup hingga sekarang.”

Mata Wang Lin menyipit. “Masih hidup?”

Aura di sekitarnya langsung berubah. Api merah menyala di ujung jari-jarinya.

Penjaga itu tidak bergeming. “Kau tidak akan menemukannya di sini. Tapi di balik segel terakhir kuil ini di Ruang Ingatan Darah.”

“Maka bukalah,” desak Wang Lin.

“Tidak semudah itu,” jawabnya datar.

“Ruang itu hanya terbuka jika kau mempersembahkan sesuatu yang paling berharga bagimu.”

Wang Lin menatapnya lama. “Paling berharga? Aku sudah kehilangan segalanya.”

Perempuan itu menatap balik dengan pandangan dalam.

“Benarkah? Kalau begitu… mengapa wajah gadis itu masih terlintas di matamu setiap kali kau ingin membunuh?”

Wang Lin terdiam. Suara Mei tiba-tiba kembali bergema di kepalanya  “Karena menurutku, kau memang manusia, Wang Lin…”

Dadanya sesak.

“Aku tidak akan mengorbankan Mei,” katanya tegas.

“Dia satu-satunya yang membuatku tetap waras.”

Penjaga itu menghela napas, lalu tersenyum tipis. “Mungkin itu justru ujianmu, Wang Lin. Dewa Asura yang dulu lahir dari api kebencian, kini diuji dengan kasih sayang.”

Ia mengangkat pedangnya dan menunjuk ke tengah aula. Batu besar mulai bergetar, menyingkap lingkaran merah bercahaya di lantai.

“Langkahkan kakimu ke sana. Jika hatimu benar-benar siap, Ruang Ingatan Darah akan membuka jalan.”

Wang Lin menatap cahaya itu sejenak, lalu berjalan maju. Langkahnya mantap, meski jantungnya berdetak keras. Begitu telapak kakinya menyentuh lingkaran merah itu, udara langsung bergetar hebat.

Suara bisikan-bisikan memenuhi ruangan suara para Asura, suara perang, jeritan, dan pengkhianatan. Semuanya menyeruak di kepalanya seperti badai.

“Tunjukkan padaku… siapa yang mengkhianatiku!” teriak Wang Lin.

Cahaya merah menyilaukan menelan tubuhnya. Dunia di sekitarnya berubah.

Ia kini berdiri di tengah medan perang. Langit hitam, tanah retak, darah mengalir seperti sungai.

Di hadapannya puluhan ribu Asura berlutut, dan di atas singgasana batu, duduk sosok dirinya yang dulu: Dewa Asura sejati, dengan tatapan dingin dan aura menindas.

Di sampingnya, berdiri seorang pria berjubah hitam dengan lambang Asura di dadanya.

Wang Lin menatapnya lekat-lekat, mencoba mengenali wajah itu.

“Jadi… kau,” bisiknya pelan. “Kau yang mengkhianatiku.”

Sosok berjubah hitam itu perlahan menoleh. Dan untuk pertama kalinya, Wang Lin bisa melihat wajahnya dengan jelas wajah yang sama persis dengan dirinya sendiri, hanya lebih muda dan tanpa bekas luka.

Mata Wang Lin membesar.

“Itu… tidak mungkin.”

Sosok itu tersenyum dingin.

“Tidak ada yang mengkhianatimu, Wang Lin. Kau mengkhianati dirimu sendiri.”

Cahaya kembali menyala. Wang Lin terjatuh di lantai batu kuil, napasnya tersengal, keringat bercucuran. Penjaga perempuan berdiri di sampingnya, memandangnya dengan pandangan tajam.

“Sekarang kau tahu,” katanya pelan. “Musuh terbesarmu bukan para Dewa. Tapi dirimu sendiri yang dulu.”

Wang Lin menatap langit-langit kuil yang retak, wajahnya datar tapi matanya menyala.

“Kalau begitu… aku akan menebus semua dosa itu. Dan kali ini, aku tidak akan menyerahkan takdirku pada siapa pun.”

Keheningan menyelimuti ruang kuil yang gelap itu. Wang Lin masih terengah, tubuhnya bergetar hebat seolah seluruh tenaga tersedot oleh penglihatan barusan. Kata-kata itu terus bergema di kepalanya.

“Tidak ada yang mengkhianatimu, Wang Lin. Kau mengkhianati dirimu sendiri.”

Tangannya mengepal, keras, hingga darah menetes dari sela jarinya.

“Mustahil…” gumamnya pelan. “Aku tidak akan pernah mengkhianati diriku sendiri!”

Penjaga perempuan itu hanya menatapnya diam, tanpa ekspresi. “Semua Asura memiliki dua sisi, Wang Lin. Kekuatan dan kehancuran selalu berjalan beriringan. Kau hanya kalah dari sisi lainmu.”

Wang Lin tertawa hambar. “Jadi, aku terbunuh… karena diriku sendiri? Karena keserakahan, atau karena kekuatan yang tak bisa kukendalikan?”

Perempuan itu tidak menjawab. Ia berbalik pelan, berjalan menuju altar di ujung ruangan.

“Kebenaran bukan untuk disesali, tapi untuk dimengerti. Jika kau ingin melanjutkan perjalananmu, maka kau harus menerima kenyataan itu.”

Wang Lin menatap punggungnya lama.

Ada kemarahan, tapi juga kelelahan di matanya.

“Aku sudah mati satu kali,” katanya pelan.

“Apa lagi yang harus kuterima?”

Penjaga itu berhenti, menatapnya dari bahu. “Diri barumu.”

Ia menepuk altar batu di hadapannya. Simbol merah menyala, dan dari dalam altar muncul sebuah belati hitam yang berkilau aneh, seperti terbuat dari bayangan.

“Ini adalah Belati Ingatan. Dengan senjata ini, kau bisa memanggil kekuatan masa lalumu… tapi hanya jika kau siap menanggung konsekuensinya.”

Wang Lin menatapnya curiga. “Konsekuensi?”

“Setiap kali kau menggunakannya, sisi lamamu Asura yang kejam akan semakin membangkit. Jika kau kehilangan kendali… maka kau tidak akan pernah menjadi Wang Lin lagi.”

Hening beberapa detik. Lalu Wang Lin melangkah mendekat, menatap belati itu lama sebelum menggenggamnya. Begitu jarinya menyentuh gagangnya, hawa dingin menyelimuti tubuhnya, seperti ditelan oleh malam.

“Aku sudah kehilangan terlalu banyak untuk takut kehilangan diriku lagi,” katanya pelan.

Belati itu bersinar merah darah, berdenyut seolah hidup. Udara di kuil berubah tegang, dan suara gemuruh lembut terdengar dari dalam dinding batu.

Penjaga perempuan itu menatapnya dengan pandangan campur aduk antara kagum dan cemas.

“Kau benar-benar memilih jalan ini, Wang Lin?”

Ia mengangguk. “Kalau aku mati, maka biarlah kali ini aku mati dengan caraku sendiri.”

Sekilas, senyum kecil muncul di wajah penjaga itu. “Begitulah sifat Dewa Asura. Membakar diri demi menantang takdir.”

Ia menunduk hormat, lalu berkata pelan, “Mulai detik ini, kau bukan lagi pengembara. Kau adalah pewaris sah api Asura.”

 

Cahaya merah menyelimuti tubuh Wang Lin. Belati hitam di tangannya bergetar, lalu menyatu ke dalam tubuhnya seperti bayangan yang larut. Saat cahaya memudar, di punggungnya muncul tanda hitam berbentuk lingkaran api, lambang kuno para Asura.

Napas Wang Lin berat, tapi matanya kini memancarkan dua warna: merah dan keemasan simbol dari dua sisi yang kini hidup bersamaan di dalam dirinya.

“Satu sisi untuk kekuatan… satu sisi untuk harapan,” gumamnya pelan.

Ia menatap penjaga itu. “Apa yang ada di luar kuil ini?”

“Dunia yang sudah berubah,” jawabnya tenang.

“Para Dewa tidak lagi turun ke bumi, tapi pengaruh mereka masih ada. Jika kau ingin membalas dendam, carilah mereka yang memakai lambang bintang putih di dada mereka. Mereka adalah keturunan langsung para Dewa yang membinasakanmu dulu.”

Wang Lin menarik napas panjang. “Baik. Maka itulah langkahku berikutnya.”

Ia berbalik, berjalan menuju gerbang kuil yang kini terbuka lebar. Di luar sana, langit sudah gelap, diselimuti petir merah yang seolah menyambut kelahirannya kembali.

Penjaga perempuan itu hanya menatap dari jauh, suaranya terdengar lirih saat Wang Lin melangkah pergi.

“Semoga kali ini… kau bisa menguasai apimu, Dewa  Asura.”

Wang Lin berhenti sejenak, tanpa menoleh.

“Aku tidak akan menguasainya. Aku akan hidup dengannya.”

1
Nanik S
Ceritanya kurang Hidup
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Asura terkenal sebagai penghancur
Nanik S
Kata... oky dan kata Dong.. jangan dipakai
Nanik S
Lanhua apakah juga seorang oengikut Asura dimasa lalu
Nanik S
NEXT
Nanik S
Inginya Wang Lin hidup tenang tapi sebagi mantan Dewa perusak tentu saja diburu
Nanik S
Apakah Mei Lin akan berjalan bersama Asura
Nanik S
Lanjutkan 👍👍
Nanik S
Wang Kin apakah akan ke Lembah Neraka
Nanik S
Mantap jika bisa tentukan takdirnya sendiri
Nanik S
Bakar saja para dewa yang sok suci
Nanik S
Sudah berusaha jadi manusia malah masih diburu... Dewa Sialan
Nanik S
Tidak akan perang tapi kalau mereka datang harus dihadapi
Nanik S
Laaanjut
Nanik S
Wang Lin
Nanik S
Dendam yang tetap membuatnya masih hidup
Nanik S
Bakar saja pengikut Royan
Nanik S
Dewa pun bisa lapar 🤣🤣🤣 awal yang bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!