Reinkarnasi Dewa Asura

Reinkarnasi Dewa Asura

Penghianatan dan Kelahiran Kembali

Langit retak.

Petir menari di antara awan hitam.

Di tengah pusaran badai, ada seorang pria berambut hitam panjang berdiri di atas altar batu raksasa. Matanya merah menyala dan auranya begitu kuat hingga tanah di sekitarnya retak setiap kali ia menarik napas.

Dia adalah Dewa Asura, sang Dewa Perang dan Penghancur yang paling di takuti oleh para dewa.

“Selama beribu-ribu tahun aku melindungi dunia ini. Dan inikah balasan yang aku terima ?” suaranya berat dan dingin, menggema seperti gemuruh petir.

Di hadapannya berdiri seorang pemuda berjubah putih yang tidak lain adalah muridnya, Rayan, orang yang dulu ia angkat dari kehancuran dan mengajari segalanya untuknya . Namun kini, pemuda itu berdiri di depannya dengan memegang pedang suci di tangannya dan wajahnya tidak menunjukkan rasa ragu.

“Guru, dunia ini sudah tidak membutuhkan Dewa sepertimu lagi.”

“Rayan…” Dewa Asura menatapnya dalam diam, seolah masih berharap semua ini hanya mimpi. “Kau… benar-benar mengangkat pedang pada gurumu sendiri?”

Rayan menunduk sesaat, lalu menatap balik dengan tatapan getir.

“Aku tidak memiliki pilihan lain. Para Dewa sudah memutuskan untuk membunuh guru, karena guru terlalu berbahaya.”

“Berbahaya?” Dewa Asura tertawa pelan, getir.

“Aku hanya berusaha menyeimbangkan dunia ini. Tapi sepertinya dunia hanya ingin tunduk pada kemunafikan mereka.”

Petir menyambar di belakangnya, menerangi wajah Dewa Asura yang penuh luka. Sementara Rayan menegakkan pedangnya, cahaya suci menyelimuti tubuhnya.

“Maafkan aku, Guru.”

Suara itu terdengar tulus, tapi pedangnya tetap menembus dada Dewa Asura. Darah hitam menetes di ujung pedang suci itu dan seketika itu bumi bergetar sangat hebat.

Dewa Asura menatap luka yang ada di dadanya, lalu menatap muridnya dengan mata yang redup namun masih menyala.

“Rayan… jika ini jalan yang kau pilih… maka aku tak akan mengampunimu.”

“Guru, aku....”

“Jangan panggil aku dengan sebutan guru.”

Nada Dewa Asura datar, tapi di baliknya tersimpan kemarahan yang nyaris meledak.

Langit berubah merah. Angin kencang berputar, menyedot segala yang ada di sekitar. Tubuh Dewa Asura perlahan-lahan mulai hancur menjadi partikel-partikel hitam, tapi matanya tetap menatap tajam ke arah Rayan.

“Kau boleh memusnahkan tubuhku, tapi ingat satu hal. Dendamku akan terus hidup melewati waktu…”

“Suatu hari nanti, aku akan kembali. Dan ketika waktu itu tiba, dunia ini akan gemetar mendengar namaku lagi.”

Seketika, tubuhnya meledak dalam cahaya merah pekat. Rayan menutup matanya, menahan air mata yang tak sempat jatuh.

“Maafkan aku… Guru.”

Kegelapan.

Hening.

Tidak ada suara selain gema detak jantung yang pelan dan nyaris pudar. Namun, di tengah kehampaan itu, tiba-tiba terdengar suara Dewa Asura yang masih bergema lirih.

“Ingat..!!Aku... belum kalah...”

"Aku akan kembali...Dan membalaskan dendam ini."

Api merah muncul di antara kehampaan itu. Kecil, tapi perlahan-lahan membesar. Api itu membungkus jiwanya, membakar luka dan amarah yang tertinggal.

“Kalau para Dewa ingin aku lenyap… maka aku akan lahir di dunia yang tak mereka sentuh.”

Cahaya merah itu semakin terang lalu… gelap.

Ketika kesadarannya kembali, udara terasa berbeda.

Ada aroma tanah, suara pasar, dan sinar matahari yang hangat menyentuh wajahnya.

“Apa… ini?”

Ia menatap sekeliling. Tubuhnya kecil, tangannya kurus, pakaiannya compang-camping.

“Hah? Aku... hidup lagi? Tapi... kenapa aku menjadi seorang bocah?”

Suara teriak pedagang terdengar dari kejauhan.

“Hei, anak kecil! Jangan duduk di depan toko! Nanti pelangganku kabur!”

Wang Li, nama yang kini terlintas di kepalanya tanpa tahu dari mana asalnya,hanya bisa menatap bingung.

“Wang Lin…?? ya, sepertinya itu namaku yang sekarang.”

Perutnya berbunyi keras.

“Baiklah, Dewa merasa lapar juga boleh, kan?” katanya sambil mengelus perutnya sendiri.

Ia berdiri, melangkah ke tengah keramaian kota.

Meski tubuhnya masih lemah, namun ada api merah samar-samar di matanya, api yang sama yang pernah membakar dunia para Dewa.

“Rayan… Dunia ini mungkin baru, tapi dendamku tetap masih sama.”

Angin berhembus pelan, membawa debu dan sinar mentari pagi. Sebuah senyum tipis muncul di wajah bocah itu.

“Mari kita mulai lagi dari awal… Dunia baru, permainan lama.”

Dan dari langkah kecil itulah, kebangkitan Dewa Asura dimulai.

Kegelapan.

Itulah yang pertama kali menyambut Wang Lin setelah tubuh dewa Asura-nya hancur oleh pengkhianatan.

Ia pikir segalanya sudah berakhir. Namun, di tengah kehampaan itu, secercah cahaya kecil menembus kegelapan, mengelilingi jiwanya yang hampir lenyap.

“Kau… masih belum pantas untuk menghilang, Wang Lin.”

“Masih ada yang harus kau tuntaskan.”

Suara misterius bergema di antara ruang dan waktu. Lalu, sebelum ia sempat bertanya, tubuhnya tersedot masuk ke dalam pusaran cahaya.

Udara dingin menampar wajahnya.

Wang Lin tersentak dan matanya terbuka lebar.

Ia berbaring di tengah hutan yang lebat, dengan tubuh yang terasa asing dan lemah.

“Apa… ini?” gumamnya serak. Ia mengangkat tangannya

bukan tangan kokoh milik Dewa Asura, melainkan tangan seorang anak muda yang kurus, dan penuh luka.

“Tubuh manusia…?”

Angin berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang baru tersiram embun. Burung-burung bernyanyi di kejauhan, seolah menyambut pagi yang baru lahir. Langit biru membentang tanpa batas, tenang dan jernih seperti kaca.

Di tengah ketenangan itu, Wang Lin berdiri memejamkan matanya. Untuk pertama kalinya setelah ribuan tahun menjalani kehidupan penuh peperangan dan keabadian, ia merasakan sesuatu yang telah lama hilang dari dirinya yaitu kehidupan yang biasa.

“Jadi… aku sekarang bereinkarnasi?”

“Lucu. Bahkan dewa sepertiku bisa terlahir kembali sebagai manusia tanpa tenaga spiritual sedikit pun.”

Ia tertawa kecil, meski nada tawanya getir.

Ingatan terakhirnya masih jelas, tatapan murid kesayangannya, Rayan, yang menusuk belati ke jantungnya sambil tersenyum.

“Guru, maaf. Dunia ini hanya cukup untuk satu Dewa.” Kata-kata itu terus terngiang di dalam benaknya. Wang Lin mengepalkan tangan.

“Rayan… tunggu saja. Sekalipun aku harus berjalan dari bawah, aku akan kembali.”

Tiba-tiba, perutnya berbunyi keras.

“Huh? Jadi dewa pun bisa lapar dalam tubuh manusia…” gumamnya sambil memegang perut.

Ia berdiri dengan susah payah. Tubuh barunya masih lemah, tapi semangat dalam matanya mulai menyala. Ia melangkah keluar dari hutan, mengikuti jalan kecil yang mengarah ke pemukiman di kejauhan.

Beberapa jam kemudian, ia tiba di kota kecil dengan hiruk pikuk pasar. Anak-anak berlari, pedagang berteriak, aroma makanan menggoda dari segala arah.

Wang Lin hanya bisa menelan ludah.

“Aku dulu bisa memanggil naga hanya dengan jentikan jari,” katanya pelan. “Sekarang bahkan beli roti saja harus mikir dulu.”

Ia terkekeh kecil, nada tawa yang getir tapi tulus. Ada sesuatu yang manusiawi di dalamnya.

“Baiklah. Kalau dunia memberiku kesempatan kedua, aku akan menikmatinya sedikit… sebelum membalas dendamku.”

Sebuah warung kecil menarik perhatiannya. Asap tipis mengepul, aroma sup daging menyeruak. Ia melangkah mendekat, tapi baru satu langkah, suara wanita terdengar keras:

“Hei, anak kecil! Mau makan harus bayar dulu!” Wang Lin berhenti, lalu tersenyum kecil.

“Kalau aku bilang aku datang untuk bekerja, bukan makan gratis, boleh?”

Wanita itu melirik dari kepala sampai kaki, menghela napas.

“Badanmu saja seperti mau tumbang, mau kerja apa?”

“Cuci mangkuk pun tak jadi masalah.”

Wanita itu mendengus, tapi akhirnya menunjuk kursi kosong.

“Duduk sana. Kau makan saja dulu, nanti baru bicara kerja.”

Wang Lin menatap semangkuk sup panas yang disajikan. Saat uapnya naik perlahan, hatinya terasa aneh, damai.

“Rasa ini… lebih berharga dari ribuan kemenangan perang.”

Ia meneguk perlahan, menikmati kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Tapi di tengah ketenangan itu, mata Wang Lin tiba-tiba menajam.

Di luar kedai, seseorang berkerudung hitam sedang menatap tajam ke arahnya dengan penuh niat membunuh.

“Sepertinya dunia baru ini tak memberiku waktu lama untuk istirahat,” gumamnya pelan.

Terpopuler

Comments

Nanik S

Nanik S

Dewa pun bisa lapar 🤣🤣🤣 awal yang bagus

2025-10-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!