Seharusnya Aluna tahu kalau semesta tak akan sudi membiarkan kebahagiaan singgah bahkan jika kebahagiaan terakhirnya adalah m*ti di bawah derasnya air hujan. la malah diberikan kesempatan untuk hidup kembali sebagai seorang gadis bangsawan yang akan di pe*ggal kep*lanya esok hari.
Sungguh lelucon konyol yang sangat ia benci.
Aluna sudah terbiasa dibenci. Sudah kesehariannya dimaki-maki. la sudah terlanjur m*ti rasa. Tapi, jika dipermainkan seperti ini untuk kesekian kali, memang manusia mana yang akan tahan?!
Lepaskan kemanusiaan dan akal sehat yang tersisa. Ini saatnya kita hancurkan para manusia kurang ajar dan takdir memuakkan yang tertoreh untuknya. Sudikah kamu mengikuti kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
"Berhenti menatapku dengan tatapan itu, Sialan!" Aluna mendengus dingin. Dia tidak tertarik dengan gelar Putri Mahkota berapa kalipun Eugene meminta. Ingatan dari Agatha sudah cukup membuatnya muak dengan Alexander Grandia Castile.
Alex selalu memandangnya sebelah mata. Memanfaatkan cinta Agatha agar mendapat dukungan dari Duke Blanche. Biarpun dia tahu hubungan Ayah dan Putri nya itu tidak baik, Alex masih memanfaatkannya hingga gadis itu tiba. Agatha langsung di buang begitu Alex menemukan cinta sejatinya.
Aluna sungguh tidak ingin berurusan dengan laki-laki tidak tahu malu seperti itu. Selalu merasa benar walau dirinya berselingkuh. Alexander bahkan tidak memiliki belas kasihan kepada Agatha yang telah mendukung karir politiknya.
"Sekarang aku membencinya. Kau mengerti?" Aluna menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Malas mengurusi pemuda yang telah menjadi otak cinta. Eugene sepertinya kehilangan akal setelah bertemu Emily.
"Sungguhan kau membencinya?" Eugene bertanya sekali lagi. Aluna membalasnya dengan anggukan kepala.
"Kalau begitu apa yang ingin kau lakukan setelah sembuh? Kau bisa tinggal disini. Aku bisa pindah ke kamar lain lebih dulu sampai kamarmu nanti siap." Kamar yang di pakai Aluna sekarang adalah kamar Eugene.
Mustahil bagi Aluna untuk kembali ke Mansion milik Duke Blanche. Gadis itu juga tidak punya sepeserpun uang untuk menyewa kamar di penginapan. Selain itu, dia tidak memiliki teman lain yang bisa dimintai tolong.
"Kalau begitu terima kasih," ucap Aluna. Dia harus menemukan cara untuk mencari uang secepatnya lalu pergi dari sini. Aluna tidak ingin berhutang budi kepada tokoh penting seperti Eugene. Gadis itu yakin suatu saat akan mendapat masalah jika terus terlibat dengannya.
"Beristirahatlah dengan baik, Aluna. Aku akan pastikan kau bisa tinggal nyaman disini." Eugene tersenyum cerah. Selain cintanya kepada Emily, sifatnya cukup baik menurut Aluna. Dia pantas menyandang gelar sebagai Saint Kuil Suci. Kepribadiannya yang hangat bisa membuat orang lain nyaman berada di sekitarnya. Setidaknya, itulah sifat Eugene yang Adara lihat.
•••
"Dia berubah terlalu banyak," kata Eugene. Seluruh tubuhnya memancarkan aura dingin. Tidak ada senyum hangat yang singgah di bibirnya.
"Apa kau juga melihat sorot matanya? Itu sangat berbeda dengan Agatha. Atau selama ini Agatha selalu menyembunyikan sifatnya yang asli."
"Yah, aku juga melihatnya. Tapi, untuk apa kau memintaku untuk mengawasinya, Leander? Kalau kau mau membantu dia, bawa saja ke rumahmu sendiri. Kenapa malah membuatku repot sih?" gerutu Eugene. Sorot matanya menatap tajam pemuda bersurai perak di depannya.
"Aku tidak bisa melakukannya. Namanya harus di bersihkan lebih dulu. Kau bisa menyerahkan dia padaku setelah rumor buruk tentangnya hilang di kalangan rakyat. Tapi, aku penasaran akan satu hal Eugene." Leander menatapnya penuh selidik. "Apa kau benar-benar masih menyukai Emily?"
Bagi orang bermuka dua seperti Eugene, Emily tidak akan terlalu berguna. Apa mungkin pria sepertinya mau mencintai seseorang yang tidak memberinya keuntungan? Apalagi, gadis itu telah berani menolak Eugene untuk Alexander.
Di jadikan sebagai pilihan kedua? Egonya tidak akan membiarkan itu terjadi. Eugene tidak mungkin menerimanya sampai kapanpun.
"Apa kau pikir aku bodoh? Aku bahkan heran kenapa aku pernah tertarik pada gadis biasa seperti nya." Eugene menyembunyikan satu hal. Sebenarnya dia masih menyukainya kemarin. Tapi, saat melihat proses hukuman mati Agatha, perasaan itu hilang begitu saja.
Eugene mengerutkan keningnya. Dia merasa aneh dengan dirinya sendiri. Eugene merasa tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri saat berada di dekat Emily. Seolah mencintai gadis itu adalah sebuah keharusan baginya. Tapi kenapa?
"Baguslah, aku khawatir kepintaranmu turun karena gadis itu seperti Alexander. Emily membuatnya sangat bodoh karena cinta," cibir Leander. Dia mengenal Alexander dari kecil. Mereka dipaksa menjadi teman oleh ayah mereka.
Alexander menginginkan dukungan dari Duke Lucarion masa depan dan dia membutuhkan keuntungan dari Kaisar selanjutnya.
"Aku dengar mereka berniat akan berkunjung ke Kuil Suci dalam waktu dekat." Keluarga Kerajaan akan rutin kemari untuk menarik simpati rakyat dan para pendeta. Tapi untuk kunjungan kali ini, mereka berdua sama-sama yakin kalau tujuannya berbeda.
"Kenapa tiba-tiba?" tanya Eugene. Wajahnya sudah muram membayangkan harus bertemu mereka lagi. Dia takut tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri lagi.
"Yang pasti bukan untuk mengunjungimu," ledek Leander. Senang sekali dia membuat Saint di depannya kesal. Melihat seseorang merobek topengnya sangat menyenangkan.
Eugene memutar bola matanya malas. Dia juga tahu. Mereka tidak akan repot-repot mengunjunginya di kuil suci kalau tidak ada perlu apa-apa. Berarti satu-satunya alasan yang mungkin adalah karena orang itu.
"Agatha. Aku yakin mereka ingin menyelidiki kondisi gadis itu. Jadi saat mereka melakukan itu, tolong lindungi dia. Agatha yang sekarang lebih ingin mati daripada tetap hidup di dunia."
Eugene menghela napas panjang. Pikirannya kembali melayang ke Agatha. Gadis malang dengan sorot mata kosong yang mengganggu pikirannya dari tadi. Meski gadis itu berhasil menyembunyikannya, Eugene paham sorot mata itu tidak akan berbohong. Agatha telah kehilangan seluruh harapannya kepada dunia.
Brakk
"Tuan Eugene, Lady Agatha..."
Seorang pendeta magang mengatur napasnya yang tersengal. Dia berlari secepat mungkin untuk mencari Eugene.
"Apa yang terjadi pada gadis itu?" Eugene dan Leander bangkit dari duduk.
"Dia kehilangan kesadarannya lagi." Eugene segera berlari setelah mendapatkan lokasi gadis itu saat ini. Jantungnya berdebar kencang. Dia sendiri tidak mengerti mengapa dia panik mendengar kondisi gadis
itu.
Di aula kuil suci, banyak orang sedang berkerumun mengelilingi seorang gadis yang tengah tidak sadarkan diri. Para pendeta mencoba menyalurkan kekuatan suci mereka untuk menyembuhkan gadis itu namun hasilnya nihil. Kondisi gadis itu tidak membaik sama sekali.
"Biarkan aku melihatnya!" Eugene segera menerobos kerumunan dan menemukan seorang gadis tengah tidak sadarkan diri. Itu Aluna. Eugene berjongkok lalu memeriksa keadaan gadis itu.
Kekuatan suci milik gadis itu berantakan bahkan mulai melukai tubuhnya sendiri. Bagaimana bisa seperti ini? Ini pertama kali Eugene melihat kekuatan suci yang bisa melukai pemiliknya.
"Siapa? Siapa yang membuatnya jadi seperti ini?" Eugene menatap semua orang yang yang berkerumun di sekitar mereka. Tatapannya tidak selembut biasanya.
Napas Aluna sangat lemah namun sudah lebih baik dari tadi. Wajahnya sudah mulai memerah. Bahkan jika kondisi gadis di pelukannya ini sudah lebih stabil, Eugene merasa Aluna bisa menghilang kapan saja.