Cincin Hitam itu bukan sembarangan perhiasan.
Cincin itu adalah sebuah kunci bagi seseorang untuk merubah hidupnya dalam waktu yang sangat singkat.
karena cincin itu adalah sebuah kunci untuk mewarisi kekayaan dari seseorang yang teramat kaya.
Dan dari sekian banyak orang yang mencarinya cincin itu malah jatuh pada seorang pemuda yang mana pemuda itu akan jadi ahli waris dari kekayaan yang tidak terhingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Di Persingkat Saja DPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perkataan misterius dari Karina
Malam pun tiba dan aku malah di suruh mengantarkan si Karina malam-malam begini karena takut dia akan kenapa-kenapa.
Padahal dia yang datang sendiri tapi pulangnya malah di anter.
Dalam perjalanan pada awalnya sunyi dan tak ada percakapan sama sekali, namun setelah di kami tiba di tempat sepi ia kemudian mulai berbicara hal-hal yang misterius.
"Ngomong-ngomong siapa nama kamu tadi!?" Ia tiba-tiba bertanya tapi untuk kali ini tidak ketus dan dingin seperti sebelumnya.
Tapi bukan berarti dia jadi ramah.
Hanya saja sekarang mendiangan karena tidak membentak secara membabi-buta.
"Raihan!" Aku menjawab.
"Kamu harus tahu ini... Mungkin setelah ini hidup kamu akan sepenuhnya berubah menjadi penuh ancaman!" Aku bingung mendengarnya.
"Hah? Apa!?" Namun si Karina malah terlihat mengatakan apa-apa lagi setelah itu dan pergi dalam diam.
Beberapa kali aku menuntut jawaban darinya tapi dia tidak memberikan jawaban apapun dan hanya diam.
Hingga akhirnya tibalah kami di rumah si Karina.
Pada saat itu kau pulang tiba-tiba saja Karina memberikan sesuatu padaku yaitu sebuah nomor telepon.
"Pastikan kamu hubungi aku kalau ada masalah besar!" Dengan serius ia berkata.
Tatapannya itu seolah sesuatu akan terjadi jadi dia mulai melakukan persiapan.
Sebenarnya aku bingung di sini tapi apa boleh buat.
Aku ambil nomor telepon itu kemudian lanjut pulang yang mana pada saat itu si Karina berdiri diam sambil menatapku dari tempatnya berdiri.
Kemudian ia mengeluarkan sesuatu yaitu sebuah kotak hitam kecil yang mana isinya ternyata adalah cincin yang hampir sama cuma beda coraknya.
"Kedua cincin ini tidak boleh berada di tangan yang sama atau orang tidak punya hati itu akan berhasil mencapai tujuannya!" Setelah bergumam ia pun masuk ke dalam.
Malam semakin larut dimana kala itu aku duduk sendirian di dalam kamar sambil mencoba mengeluarkan cincin itu dengan bantuan minyak sayur.
Setelah berusaha cukup lama akhirnya cincin itu terlepas juga.
"Fyuuhh! Padahal cuma melepaskan cincin tapi susahnya minta ampun!..." Setelah terlepas aku lihat lagi cincin itu dari berbagai sudut.
Sambil melihat aku juga sambil mengingat-ingat setiap perkataan dan gelagat aneh dari si Karina itu tentang cincin yang ada di tanganku ini.
"... Memangnya ada rahasia apa sih di cincin ini hingga perempuan itu selalu mengatakan sesuatu yang misterius dengan serius!?"
Setelah berpikir beberapa saat aku mulai jenuh.
"Ah, bodo lah. Aku mau tidur saja sekarang!" Aku pun tidur di kasur setelah meletakkan cincin tadi di dalam kotak tempatnya di simpan sebelumnya.
Keesokan paginya aku berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki melawati jalan yang biasa aku lalui.
Dan jalan yang aku lalui itu searah dengan rumahnya si Karina.
Dari jarak yang agak jauh aku melihat si Karina berdiri di depan rumahnya sambil bersabar.
Matanya terpejam, tangannya di lipat di dada seakan dia sendang menunggu seseorang di sana.
Beberapa langkah kemudian aku tiba di dekat si Karina kemudian bertanya. "Kamu berdiri di sini apa sedang menunggu seseorang?!"
Ia membuka mata secara perlahan kemudian melirik ke arahku. "Lama sekali. Aku sudah menunggu di sini selama sepuluh menit!"
Wajahnya muram karena kesal.
Alis mataku langsung tertekuk karena merasa aneh.
'Lah? Yang menyuruhnya menunggu di sini itu siapa? Perasaan aku tidak pernah menyuruhnya menunggu?.'
"Kamu menunggu aku?... Untuk apa?!"
"Tidak ada apa-apa. Hanya saja aku kira aku masih harus mengawasimu untuk sekarang agar kamu tidak mati secara mendadak!" Kata-katanya itu loh.
Sangat menyeramkan dan tidak berperasaan.
"Ya maut memang datangnya mendadak. Kamu tunggu juga apa gunanya? Kamu tidak akan bisa berbuat apa-apa kalau ajalku tiba nanti!" Lanjut aku jalan duluan.
Di susul si Karina yang jalan tepat di samping.
"Kamu cukup tenang ketika aku bilang kamu akan mati. Apa itu artinya kamu tidak takut mati?!"
Langsung aku menggelengkan kepalaku dan menjawab. "Tentu aku takut. Aku takut ketika menghadap Tuhanku aku membawa banyak dosa. Aku takut azab kubur!"
"Oh. Kamu rupanya orang yang seperti itu ya!"
"Cukup jarang aku lihat ada pemuda seperti kamu karena orang-orang seumuran kamu masih banyak yang bahkan tidak ingat pada Tuhannya!"
"Enggak juga. Di pondok ada banyak yang seperti aku yang takut pada azab kubur!" Setelah itu kami berdua diam.
Setelah tiba di sekolah orang-orang yang kamu lewati langsung menatap kami berdua dengan tatapan yang aneh.
Mereka berbisik-bisik seakan sedang ghibah.
Aku tidak mau peduli dengan mereka dan hanya fokus berjalan hingga tibalah kami di tempat duduk kami.
Ketika tiba kelas aku di cegat oleh seseorang yang mana orang itu adalah si Devina.
"Halo lagi Raihan. Dan ini adalah surat cinta dariku lagi!" Ia tersenyum sambil memberikan surat cinta padaku.
Ngomong-ngomong ini bukan pertama kalinya ia melakukan itu.
Dulu hampir setiap hari ia memberikannya tapi akhir-akhir ini hanya sekali-kali saja tapi itu masih cukup mengangguk.
"Haahhh!" Aku hanya bisa menghela nafas dan berniat menolaknya lagi tapi...
Whoosss!!
Si Karina malah mengambil surat itu kemudian dia robek begitu saja hingga kertasnya menjadi lembaran-lembaran kecil.
Mana dia melakukan itu dengan wajah datar lagi.
"Sungguh kegiatan yang memuakkan dan tidak bermutu. Sebaiknya hentikan itu karena sangat menganggu!" Tidak cuma kata-kata yang tajam tapi sorot matanya sama tajamnya.
Seakan-akan tatapan itu adalah tatapan mata dari predator pada mangsanya.
"Hey!!! Itu surat yang aku tulis selama bermenit-menit dan kamu hancurkan begitu saja!? Masalah kamu apa?!" Tentu saja si Devina tidak terima.
"Masalahnya hanya satu. Itu sangat menganggu!" Masih dengan wajah yang datar dan dingin ia menjawab.
Keduanya langsung cek-cok tepat di hadapan satu kelas.
Yang satu memaki-maki dengan penuh amarah sedangkan yang lainnya hanya menjawab dengan kata-kata tajam dan ekspresi yang dingin.
Sedangkan aku yang ada di tengah-tengah mereka hanya bisa diam dengan hati yang bergumam.
'Dua orang ini kenapa sih?...'
Dan mereka berdua bertengkar hingga guru kelas kami datang untuk mengajar.
Keduanya akhirnya gencatan senjata meskipun di tempat duduk mereka sesekali saling menatap dengan tatapan yang tajam.
Aku yang secara tidak langsung berada di antara mereka tidak bisa fokus pada pelajaran karena permusuhan mereka berdua.
'Ayolah. Bisakah kalian hentikan itu dan biarkan aku belajar dengan tenang di sini?...'
Hal tersebut berlanjut hingga waktu istirahat dan bahkan di waktu makan mereka masih saling tatap-tatapan.
"... Aku akan pergi makan dulu. Kalian berdua bisa lanjut melakukan permainan saling menatap kalian!" Aku bangun sambil membawa kotak makanku.
"Tunggu! Kamu tidak mau membelaku!?" Si Devina menghentikanku dengan cara menarik punggung bajuku.
"Hah!?..." Aku menoleh dengan ekspresi yang heran.
"Kamu lihat sendiri tadi kan. Cewek yang sok cantik ini sekonyong-konyong menghancurkan surat cinta yang sudah aku tulis lama!" Dengan wajah melas ia merengek padaku.
"Terus aku harus apa?!" Ketika aku menoleh pada si Karina orang ini masih memasang wajah yang datar.
"Tentu saja marahi dia. Kamu itu cowok jadi harus tegas pada cewek dong!" Dalam hati aku bergumam.
'Nguawur ini orang.'