Setelah kedua orang tuanya meninggal, Amy pindah ke Bordeaux -sebuah kota Indah di Prancis, dan berteman dengan Blanche Salvator yang ternyata merupakan anak dari seorang Mafia paling di takuti bernama Lucien Beaufort.
Dengan wajah yang karismatik, mata biru dan rambut pirang tergerai panjang, Lucien tampak masih sangat muda di usia 35 tahun. Dan dia langsung tertarik pada Amy yang polos. Dia mendekati, merayu dan menggoda tanpa ampun.
Sekarang Amy di hadapkan pilihan : lari dari pria berbahaya yang bisa memberinya segalanya, atau menyerah pada rasa yang terus mengusiknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lucien yang tak bisa di tolak.
“Papa dari mana?” kesal Blanche saat melihat Papanya baru pulang.
“Eh, Ache? Kamu sedang makan malam?” bukannya menjawab pertanyaan anak gadisnya, Lucien malah balik bertanya.
Blanche mendengus, “kebiasaan kalau ditanya pasti balik tanya! Ayo Pa, temani aku makan!” pinta Blanche.
Lucien mengambil gelas dan mengisinya dengan air lalu meminumnya hingga habis. “Maaf sayang, ada hal yang harus Papa urus. Jangan mencari Papa, Papa mau kerja di rumah kecil!” ucap Lucien lalu setelah itu dia berjalan keluar melalui taman mini yang ada di dekat kolam renang, menuju ‘rumah kecil’ yang merupakan tempat pribadinya di mana dia menjalankan semua bisnis hitamnya dulu, namun sekarang tempat itu hanya digunakan untuk Lucien menenangkan diri.
Tak ada yang tau, jika rumah kecil itu juga merupakan ‘safe house’, karena di dalamnya tersembunyi ruang bawah tanah yang dilengkapi dengan keamanan super canggih. Tempat di mana akan Lucien gunakan untuk melindungi keluarganya dari ancaman siapapun.
Dari luar, rumah ini terlihat sangat biasa, dengan perapian sederhana tepat di depan sofa two seat yang lembut, di sampingnya terdapat dipan kayu dengan kasur yang nyaman untuk berbaring dan juga ada beberapa senjata api koleksi Lucien berjejer di salah satu dinding rumah sederhana itu.
Lucien masuk ke dalam ruang pribadinya, mengambil ponsel yang tersimpan di laci meja kerjanya dan menelpon seseorang menggunakan ponsel itu.
“Oui Patron! Saya mendengarkan,” jawab seseorang dari seberang telepon.
Lucien tersenyum, “Jacques, bagaimana pekerjaanmu sebagai pengacara? Apakah lancar?” tanya Lucien sedikit basa-basi pada orang yang pernah menjadi anak buah kepercayaannya.
“Lancar, Patron. Semua berkat Anda. Apakah ada tugas untuk Saya?” tanya Jacques yang selalu siaga saat Lucien menghubunginya.
Lucien tergelak, “kau memang punya naluri tajam! Besok, bisa kita bertemu? Aku ingin mengajakmu makan malam dan mengenalkanmu pada seseorang.”
“Oui! Eh, seseorang? Siapa?”
“Calon istriku,” jawab Lucien dengan penuh rasa percaya diri yang tak terbantahkan.
Diam cukup lama, sepertinya Jacques shock mendengar ucapan Lucien.
“Calon istri? Monsieur? Anda serius? Apakah dia Juliette?” ya, Jacques sudah sangat lama menjadi orang kepercayaan Lucien dan semua tentang Lucien pun dia tau sampai ke titik tersembunyi yang tak diketahui siapapun.
Lucien tergelak, “bukan Jacq! Kau akan tau besok. Kami ingin konsultasi sesuatu tentang masalah hukum, dan aku yakin kau pasti cukup membantu. Bagimana? Kau bisa?”
“Tentu saja! Bertemu dengan Anda adalah hal paling utama! Sampai jumpa besok Patron!” (Red: Patron adalah sebutan untuk big bos)
Lucien tersenyum senang, sambil menyembunyikan kembali ponsel rahasianya itu ke tempat semula. Lalu dia pun mengambil ponselnya yang lain untuk menelpon Amy. Dia ingin memberitahu Amy, agar mereka makan malam bersama lagi dan bicara dengan Jacques. Lucien yakin, Jacques bisa membantu Amy memecahkan masalah hak warisnya.
Namun beberapa kali Lucien mencoba menelpon, Amy tak kunjung menjawab panggilannya.
Lucien melirik arloji mahalnya, “apakah dia sudah tidur?” gumamnya saat melihat jarum jam menunjuk di angka sebelas malam.
“Sebaiknya aku menemuinya langsung, atau menunggunya sampai bangun esok pagi,” gumam Lucien sambil tersenyum senang. Lucien mengambil kunci mobilnya dan bergegas kembali menuju garasi.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Lucien sampai di asrama Amy. Dan seperti yang sudah dia duga, lampu kamar Amy sudah mati, dan jendelanya tertutup rapat. Tak apa, Lucien akan menunggunya di sini, di dalam mobil sambil menatap kamar di mana kekasihnya itu tertidur.
Tak lama, tiba-tiba muncul sebuah mobil sedan warna hitam mengkilap berhenti tepat didepan asrama Amy, dan yang paling mengejutkan adalah, Amy turun dari mobil itu. Tangan Lucien mencengkram erat setir mobilnya, dan dengan kemarahan yang hampir meledak, dia keluar dari mobilnya hendak menghajar lelaki yang sudah mengajak kekasihnya pergi hingga larut malam begini.
…
“Kalau masih sayang dengan nyawamu, jangan ikut campur!”
Mendengar nada suara Lucien yang begitu berat dan mengancam, serta sorot matanya yang tajam menatap Keenan –seketika jantung Amy berdebar hebat. Dia takut terjadi sesuatu pada Keenan yang tak tau apa-apa.
“Aku akan lapor polisi, Amy. Kau tenang saja!” ucap Keenan. Dia mengambil ponselnya, menekan tombol darurat –hendak menelpon polisi secepatnya.
“Keenan! Jangan! Aku kenal orang ini! Tidak apa-apa! Sungguh!” ucap Amy dengan cepat, berusaha mencegah Keenan menelpon polisi.
“Sungguh? Kau yakin?” tanya Keenan yang masih tak percaya. Walaupun penampilan Lucien memang terlihat rapi tidak seperti orang aneh, tapi dia tetap terlalu tua untuk menjadi teman Amy, bukan?
Jangan-jangan lelaki ini punya niat jelek pada Amy. Buat apa coba, lelaki paruh baya tengah malam begini berada di depan asrama wanita. Mungkinkah lelaki ini punya masalah? Atau jangan-jangan dia adalah seorang eksibisionis? Dan Amy di ancam olehnya agar menurut?
Keenan menatap Amy dan lelaki paruh baya itu bergantian, masih bingung antara melaporkannya atau tidak. “Dimana kau mengenalnya? Apa kau benar-benar mengenalnya? Atau kau di ancam olehnya?” tanya Keenan yang masih merasa khawatir pada Amy.
Lucien terlihat semakin kesal. Dengan langkah lebar, dia mendekati Keenan, mengambil ponselnya dan melemparkannya ke tengah jalan hingga ponsel itu hancur berserakan.
Amy memekik kaget saking terkejutnya, sedang Keenan pun tampak kaget namun sedetik kemudian wajahnya berubah kesal dan marah pada Lucien.
“Heh bocah! apa kau kurang mengerti bahasa Prancis?” geram Lucien sambil menatap tajam tepat ke mata coklat Keenan.
“Aku calon suami Amy! Jadi sudah pasti dia mengenalku! Apa lagi yang kau ingin tau, hah?!” lanjutnya.
Keenan terkejut mendengar ucapan Lucien. Dia melirik Amy seolah bertanya ‘benarkah?’
Amy menghela napas, lalu berjalan cepat mendekati Lucien, menarik tangannya agar menjauh dari Keenan. “Luce, please. Dia itu Kakaknya Amanda… aku baru saja dari Rumah Sakit karena Amanda sakit-“ ucap Amy menjelaskan.
Lucien tak menanggapi. Dia hanya diam sambil menatap Amy dengan bibir yang mengatup rapat. Rahangnya tampak mengeras dan pelipisnya pun menegang. Sepertinya Luce sedang berusaha menahan marahnya.
“Kamu nggak percaya?” tanya Amy, dia menatap tajam mata biru lelaki tampan yang tampak kesal itu.
Lucien akhirnya mendengus –mengalah.
Amy menghela lega, lalu menoleh ke arah Keenan, “ka-kau bisa pergi sekarang, Keenan. Nanti ponselmu akan aku ganti, maafkan aku ya,” ucap Amy berusaha mengusir Keenan pergi, agar Lucien tak bertambah kesal.
“Jangan pikirkan ponselku, aku nggak masalah,” ucap Keenan sambil terus menatap Lucien. Dia masih tak percaya jika lelaki paruh baya yang lebih pantas menjadi paman Amy ternyata adalah calon suaminya.
“Cepat pegi!” ucap Lucien kesal karena Keenan tak juga beranjak dari sana.
Akhirnya dengan berat hati, Keenan pun pergi. Dia juga sudah terlalu lama meninggalkan Amanda, takut adiknya itu siuman tapi tak ada siapapun di sisinya.
Setelah mobil Keenan menjauh dan tak tampak lagi, Amy menoleh untuk menatap Lucien, “kenapa kau ke sini? Bukankah kita baru saja makan malam tadi?”
“Aku menelponmu beberapa kali, tapi kau tak menjawab sama sekali. Makanya aku datang Karena khawatir, dan juga ada Sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu.”
“Maafkan aku Luce, tadi aku sangat panic sampai tak memperhatikan ponselku… ada apa?”
Lucien menatap Amy yang terlihat lelah, lalu mengusap pipi Amy yang terasa sedingin es, “kau kedinginan sayang… apa mau ke suatu tempat untuk minum sesuatu yang hangat?” tawar Lucien.
“Dari pada minuman hangat, sebenarnya aku lebih ingin tidur…” ucap Amy sambil menutup mulutnya yang menguap lebar.
“Sudah hampir jam satu malam, memangnya pintu asramamu masih terbuka?” tanya Lucien dengan suara lembut yang menggetarkan hati Amy.
“A-aku diberi kunci pintu utama, kok…” jawabnya gugup. Sepertinya Amy tau ke mana arah ucapan Lucien.
“Tapi aku masih kesal, dan ingin mendengar semuanya dari awal sampai akhir! Kita harus bicara!” ucap Lucien tak mau dibantah. Dia bahkan menarik pinggang Amy dan mendekapnya hingga Amy tak bisa melepaskan diri.
“Se-sekarang? Di mana?”
“Ya, sekarang juga! di tempat yang nyaman agar kau bisa bercerita sambil berbaring dalam pelukanku,” ucap Lucien sambil tersenyum. “Ayo ikut aku,” ucapnya sambil menarik tangan Amy dan mengajaknya masuk ke mobil.
“Lu-Luce! Ta-tapi aku.. tapi aku tidak bisa…”
“Tenang saja, ma cherie.. aku tau batasku,” jawab Lucien tegas.
Dan Amy hanya bisa pasrah.
👍👍👍👍👍
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
❤️❤️❤️❤️❤️
🤔🤔🤔🤔🤔
Semua akan indah pada waktunya..
Karma tidak akan salah tempat..
❤️❤️❤️❤️❤️
Jangan beri kesempatan pada lintah penghisap darah!!!
💪💪💪💪💪❤️❤️❤️❤️❤️