Sebelas tahun lalu, seorang gadis kecil bernama Anya menyelamatkan remaja laki-laki dari kejaran penculik. Sebelum berpisah, remaja itu memberinya kalung berbentuk bintang dan janji akan bertemu lagi.
Kini, Anya tumbuh menjadi gadis cantik, ceria, dan blak-blakan yang mengelola toko roti warisan orang tuanya. Rotinya laris, pelanggannya setia, dan hidupnya sederhana tapi penuh tawa.
Sementara itu, Adrian Aurelius, CEO dingin dan misterius, telah menghabiskan bertahun-tahun mencari gadis penolongnya. Ketika akhirnya menemukan petunjuk, ia memilih menyamar menjadi pegawai toko roti itu untuk mengetahui ketulusan Anya.
Namun, bekerja di bawah gadis yang cerewet, penuh kejutan, dan selalu membuatnya kewalahan, membuat misi Adrian jadi penuh keseruan… dan perlahan, kenangan masa lalu mulai kembali.
Apakah Anya akan menyadari bahwa “pegawai barunya” adalah remaja yang pernah ia selamatkan?
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 keusilan Andara
Sweet Anya mulai sepi ketika jam menunjukkan pukul 4 sore. Pelanggan terakhir baru saja keluar, meninggalkan aroma roti pandan yang masih menggantung di udara.
Anya menutup buku kas, lalu melirik Raka yang sedang membersihkan meja. “Kamu kayaknya lelah, ya?”
“Biasa aja,” jawab Raka sambil terus mengelap, mencoba menghindari kontak mata.
“Tadi… waktu mereka datang,” Anya berhenti sejenak, pura-pura sibuk merapikan sendok, “kayaknya kamu canggung banget. Apalagi sama ibunya itu.”
Raka berhenti sebentar, lalu melanjutkan membersihkan meja. “Mungkin cuma perasaan kamu.”
Anya menatapnya lama. “Perasaan perempuan jarang salah.”
Raka hanya tersenyum tipis, lalu memindahkan topik. “Ngomong-ngomong, stok kelapa parut kita hampir habis. Aku mau ke pasar besok pagi.”
“Bagus… tapi jangan kira aku lupa pertanyaanku,” kata Anya sambil menunjuknya dengan spatula. “Kita lihat aja nanti.”
Rapat Keluarga
Sementara itu, di rumah Adrian, suasana ruang makan keluarga terasa seperti sidang rahasia.
Daddy duduk di ujung meja, memandangi Mommy dan Andara. “Jadi kalian sudah ketemu dia?”
Mommy mengangguk sambil menyesap teh. “Ya. Anak itu sopan… tapi jelas dia sedang menyembunyikan sesuatu.”
Andara menimpali dengan semangat. “Iya, tapi lihat cara dia sama Anya! Dia kayak… bener-bener peduli. Mungkin ini serius, Dad.”
Daddy menghela napas. “Kalau dia serius, cepat atau lambat dia harus bilang yang sebenarnya.”
Mommy tersenyum licik. “Atau… kita bantu supaya dia ketahuan.”
Andara langsung mengangkat tangan. “Aku setuju!”
"Tapi jangan terlalu cepat, Daddy ingin ngerjain pangeran es " ujar Daddy
"Siapa Daddy " jawab Andara
Besok paginya, Raka sudah siap di dapur. Ia sengaja datang lebih pagi lagi, berharap bisa menghindari kedatangan Andara. Tapi ternyata… pintu toko diketuk sebelum jam buka.
Saat dibuka, berdirilah seorang pria berjas rapi—sekretaris keluarga Adrian.
“Pak Adrian… eh, maksud saya, Mas Raka,” sapa pria itu setengah berbisik. “Ini bahan-bahan premium yang dipesan Daddy. Katanya, buat roti spesial untuk Nona Anya.”
Raka langsung panik. “Ssst! Jangan panggil nama itu di sini!”
Sayangnya, suara pintu yang terbuka membuat Anya keluar dari dapur. “Raka, siapa itu?”
“Ehh… pemasok baru!” jawab Raka cepat, mengambil kotak-kotak bahan dan buru-buru menaruhnya di belakang.
Anya menatap curiga. “Pemasok baru kok jasnya rapi banget, ya?”
Raka kembali dari belakang dengan wajah tenang, seolah tak ada yang aneh. “Memang jasnya rapi, tapi kan nggak semua pemasok harus bau bawang, Anya.”
Anya menyipitkan mata. “Hmm… alasan masuk akal. Tapi kenapa dia manggil kamu kayak… orang penting?”
“Ah, kamu ini. Mungkin dia cuma sopan,” Raka nyengir sambil buru-buru ke meja kerja, mulai membongkar kotak bahan-bahan premium itu.
Anya mengikuti dari belakang. “Lho, ini… mentega Prancis? Gula dari Jepang? Cokelat Belgia?!”
Raka pura-pura kaget. “Oh… ya? Aku nggak merhatiin mereknya.”
“Ya jelas mahal banget ini. Pemasok kita biasanya cuma bawa bahan lokal. Kamu diam-diam nyelundupin bisnis roti internasional, ya?”
Raka menahan tawa. “Biar rasa rotinya naik kelas. Anggap aja investasi.”
Anya menghela napas. “Kalau rugi, gajimu dipotong.”
“Aku rela,” jawab Raka cepat, lalu menunduk, menimbang adonan supaya Anya tidak melihat senyum kecilnya.
Pukul 10, lonceng pintu berdenting. Kali ini, Andara masuk sendirian sambil membawa kamera polaroid. “Halo semuanya! Aku liputan lagi!”
Anya memutar bola mata. “Pelanggan VIP datang.”
Raka mendekat, setengah memohon. “Jangan bikin masalah hari ini, please.”
Andara tersenyum manis. “Masalah? Aku cuma mau dokumentasi perkembangan toko. Oh iya, aku bawa properti.”
Properti itu ternyata… apron merah muda bertuliskan Sweet Couple.
Anya mengangkat alis. “Itu buat siapa?”
“Buat kalian berdua, lah! Biar kelihatan kompak.”
Raka buru-buru geleng. “Aku nggak—”
Tapi Andara sudah memakaikan apron itu ke Anya, lalu ke Raka. “Nah, cakep! Senyum, ayo!”
Klik! Foto polaroid keluar. Andara mengipasi foto itu sambil senyum penuh arti. “Bagus nih, bisa jadi kenang-kenangan pertemuan pertama kalian… di dapur cinta.”
Anya tersenyum kikuk. “Kamu ini… bener-bener.”
Andara duduk sambil mengamati. Raka mencoba fokus membuat roti spesial dengan bahan premium tadi. Anya berdiri di sebelahnya, membantu menimbang dan mengisi adonan.
“Tangan kamu gede banget, Raka. Kayak bukan tangan pekerja roti,” ujar Anya sambil memperhatikan.
Raka tersenyum samar. “Mungkin karena dulu aku banyak kerja fisik.”
Andara langsung nyeletuk, “Kerja fisik di lapangan golf mewah, misalnya.”
Raka spontan menjatuhkan sendok takar. “Lapangan… sawah maksudnya. Bantuin orang tua di kampung.”
Anya menatap curiga, tapi sebelum sempat bertanya lagi, bunyi oven berbunyi ting. Raka langsung memanfaatkan momen itu. “Roti spesial siap!”
Saat roti pandan kelapa premium itu baru keluar, Bu Narti masuk lagi. “Wah, aromanya beda. Ini roti apa, Nyah?”
Anya menjawab, “Kreasi baru Raka. Pake bahan… eh, bahan dari pemasok baru.”
Bu Narti menggigit roti itu. Matanya membelalak. “Ih, ini kayak roti hotel bintang lima! Kamu dulu kerja di hotel, ya, Nak Raka?”
Andara nyaris ketawa. “Hotel? Bisa jadi…”
Raka tersenyum kaku. “Bukan, Bu. Cuma eksperimen resep.”
Tapi semua tatapan, terutama Anya, terasa semakin ingin membongkar rahasianya.
Ketika toko mulai sepi, Andara berbisik ke Raka. “Besok aku bawa Daddy. Sekalian biar dia nyobain roti buatan calon menantunya.”
Raka menatap tajam. “Kalau sampai ketahuan, kamu ikut kerja di sini sebulan.”
Andara santai. “Deal. Tapi aku yakin, kalau dia lihat interaksi kalian, dia bakal dukung.”
Raka menatap Anya yang sedang mengatur rak roti. Ada sesuatu di senyumnya—tenang, tulus, tapi penuh rasa penasaran.
Ia tahu, cepat atau lambat, rahasianya akan terbongkar. Tapi… entah kenapa, bagian dari dirinya mulai berharap Anya akan tetap menerimanya, siapa pun dia sebenarnya.
Bersambung…
lgian,ngpn msti tkut sm tu nnek shir....
kcuali kl ada rhsia d antara klian....🤔🤔🤔