Ardi, seorang ayah biasa dengan gaji pas-pasan, ditinggalkan istrinya yang tak tahan hidup sederhana.
Yang tersisa hanyalah dirinya dan putri kecil yang sangat ia cintai, Naya.
Saat semua orang memandang rendah dirinya, sebuah suara asing tiba-tiba bergema di kepalanya:
[Ding! Sistem God Chef berhasil diaktifkan!]
[Paket Pemula terbuka Resep tingkat dewa: Bihun Daging Sapi Goreng!]
Sejak hari itu, hidup Ardi berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hamei7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa Hari Ini Anak-Anak Tidak Menghabiskan Makanan?
“Baiklah, Yaya, ayo cepat habiskan makananmu sendiri!”
Suara Bu Ayu terdengar lembut namun tegas.
Tatapannya sempat jatuh pada Yaya yang duduk di samping Naya. Bocah itu masih saja melirik ke arah bihun daging sapi goreng di kotak makan Naya dengan mata penuh iri.
Dalam hati, Bu Ayu tersenyum getir. Ia sendiri sebenarnya sudah tak sabar ingin mencicipi lagi masakan itu. Aroma harum yang memenuhi ruangan membuat kerongkongannya ikut bergerak menelan ludah.
Namun, sebagai guru, ia harus menjaga wibawa. Maka setelah menegur Yaya sekali lagi, Bu Ayu buru-buru mengalihkan pandangan.
Yaya menggigit nasi goreng udangnya dengan malas, lalu bergumam pelan, “Besok… aku juga mau minta ibu bikin daging sapi goreng kayak gitu.”
Naya hanya tersenyum puas tanpa menanggapi. Dalam hatinya, ia tahu betul: sekalipun ibu Yaya pintar masak, hasilnya tidak akan pernah bisa menandingi masakan Papa.
Dengan riang, Naya menyendok penuh bihun daging sapi goreng ke mulutnya. Minyak tipis menempel di bibir mungilnya, lalu ia jilat habis sambil menunjukkan wajah puas.
Melihat itu, Bu Ayu mencoba mengalihkan perhatian dengan membuka kantong kecil lain dari tas makan Naya.
“Naya, ini… roti daging saus buatan Papa juga, kan? Tidak terlalu pedas untukmu?”
Mata Naya langsung berbinar.
“Tentu saja bisa! Papa bikin ini khusus buat aku!”
Meski perutnya sudah bulat karena kenyang, semangatnya tak padam. Dengan sigap, ia membuka bungkus roti putih lembut itu.
Begitu terbuka, aroma harum langsung menyeruak ke udara.
Yaya sampai ternganga. “Wangi sekali… bahkan lebih harum daripada daging sapi gorengnya!”
Anak-anak lain pun ikut penasaran.
“Apa itu?” seru beberapa murid serentak.
Naya mengangkat roti itu dengan bangga.
“Ini roti daging saus buatan Papa! Enak sekali! Papa bikin sendiri!”
Nada suaranya penuh kebanggaan. Tubuh mungilnya sampai duduk tegak, seolah ingin memamerkan roti itu pada seluruh ruangan.
Anak-anak langsung ribut:
“Apa? Naya masih punya roti daging saus?”
“Aku juga mau coba!”
“Ayah Naya hebat sekali!”
“Kalau bisa, ayah Naya jadi ayahku juga!”
“Aku nggak tahu ibuku setuju atau nggak… tapi kalau bisa, ayah Naya jadi ayahku!”
Bu Ayu sontak mengetuk meja dengan wajah sedikit memerah.
“Hei! Jangan asal bicara! Kalian ini masih kecil, tahu apa soal orang tua?”
Anak-anak pun terdiam.
Dalam hati, Bu Ayu sebenarnya ingin tertawa sekaligus kesal. Demi sepotong roti daging, mereka tega membayangkan ibunya bersama ayah orang lain. Benar-benar keterlaluan!
Tapi… jujur saja, Bu Ayu pun harus mengakui satu hal: masakan Ardi memang luar biasa.
Yaya akhirnya tak tahan lagi. Ia memandang Naya penuh harap.
“Naya… aku boleh coba sedikit?”
Naya tersenyum dermawan. Roti isi buatan papanya cukup banyak. Ia menyobek separuh dan menyerahkannya ke Yaya.
Kulit roti yang putih lembut langsung basah oleh saus daging gurih manis yang menetes pelan ke jari mungil Yaya. Aromanya makin tajam menusuk hidung.
Begitu digigit… Yaya terperangah.
“Enak sekali!!!” serunya dengan mata berbinar.
Kenikmatan luar biasa itu membuatnya terpaku. Dagingnya lembut, sausnya meresap sempurna dengan paduan rasa manis, gurih, dan sedikit pedas.
“Apakah… roti isi daging seharusnya seenak ini?” gumamnya tak percaya.
Di usianya yang masih sangat muda, Yaya merasa seolah menemukan dunia baru. Ia dulu yakin masakan ibunya—yang seorang koki—adalah yang paling enak di dunia.
Tapi sekarang, hanya dengan sepotong roti isi daging buatan Ardi, keyakinan itu runtuh. Masakan ayah Naya jauh lebih nikmat!
Ia bahkan sampai menjilat telapak tangannya untuk menghabiskan sisa saus yang menempel. Setelah memastikan tak ada lagi aroma roti di jarinya, Yaya menatap nasi goreng udang yang masih tersisa di piring.
Aneh… tiba-tiba semua terasa hambar. Bahkan iga manis asam favoritnya pun tak menggugah selera lagi.
Anak-anak lain juga tak jauh berbeda. Mereka menatap Naya yang tengah lahap menikmati roti isi dengan mata penuh kerinduan. Kalau saja Bu Ayu tidak ada, mungkin mereka sudah berebut mencoba.
Bahkan beberapa anak sampai berdiri, tapi cepat-cepat duduk kembali begitu melihat tatapan gurunya.
Sementara itu, Bu Ayu hanya bisa menatap dari jauh. Ia sebenarnya ingin sekali mencicipi lagi—bukan hanya bihun daging sapi tadi, tapi juga roti daging saus ini. Namun, ia menahan diri. Bekal itu khusus untuk Naya.
Setelah jam makan siang usai, masalah baru muncul. Banyak anak yang tidak menghabiskan makanan mereka. Guru dapur sampai kebingungan.
“Kenapa hari ini banyak anak tidak menghabiskan makanannya? Padahal menunya sama seperti biasanya. Sudah bergizi, bersih, dan enak…”
Bu Ayu hanya bisa tersenyum canggung. Ia tahu persis alasannya. Sejak Naya membuka bekalnya, aroma masakan Ardi mendominasi ruangan. Dibandingkan itu, makanan lain terasa hambar di lidah anak-anak.
Ia pun berusaha menenangkan guru dapur.
“Mungkin… cuacanya terlalu panas, jadi nafsu makan mereka berkurang.”
Padahal dalam hati, Bu Ayu tahu betul: bukan karena cuaca. Tapi karena masakan Ardi memang jauh di atas standar.
Kalau masakan Ardi seperti ini… tidak heran anak-anak jadi tergila-gila.
Ia menarik napas panjang. Sebuah senyum samar muncul di bibirnya, pipinya kembali merona.
Ah, apa aku terlalu berharap banyak?
tapi untuk menu yang lain sejauh ini selalu sama kecuali MIE GORENG DAGING SAPInya yang sering berubah nama.
Itu saja dari saya thor sebagai pembaca ✌
Apakah memang dirubah?
Penggunaan kata-katanya bagus tidak terlalu formal mudah dipahami pembaca keren thor,
SEMAGAT TERUS BERKARYA.